Jam 3 pagi ponsel Giselle berbunyi, menampilkan panggilan telfon dari Karin yang membuat gadis itu terheran-teran.
“Halo,” suara Giselle setelah menekan tombol hijau mengangkat panggilan.
“Jelll, gue otw rumah ini gak bawa kunci cadangan kemarin sori bangett, mintol bukain yaa,” ucap suara Karin di seberang.
Giselle tersenyum mendengus, “Ah elah repotin lo,” balas Giselle yang tentu aja bercanda.
Karin di seberang yang udah temenan sama Giselle dari jaman masih alay jelas paham, justru terkekeh denger itu, “Okesip makasih cintaa,” balasnya alay.
Mendengar balasan Karin justru Giselle langsung menjauhkan ponsel dari telinganya, bukan Karin banget barusan yang ngomong, apa jangan-jangan cewek itu kerasukan arwah gunung, kan ngeri.
Akhirnya Giselle bangun dan turun ke lantai satu, niat berdiam di ruang tengah nonton TV sambil nunggu Karin dateng.
Pas turun ke lantai satu dia sempetin ngintip ke kamar Nando yang tadi abis nangis bombay cirambay, sedih banget pokoknya sampe anaknya lemes ketiduran.
Alhasil cilok bakar yang dia titip ke Jenan dihabisin gitu aja sama keduanya, Giselle dan Jenan.
Pas ngintip anaknya masih pulas tidur meringkuk, akhirnya Giselle jalan ke ruang tengah.
Eh malah notice kamar Jenan yang terbuka sedikit dengan lampu belajar yang menyala. Giselle tebak sih anaknya lagi belajar.
“Jenandra,” panggil Giselle begitu cewek itu berdiri di pintu kamar si cowok.
Jenan yang duduk di kursi meja belajar yang posisinya memang memunggungi pintu berbalik.
Kacamata yang membingkai mata sipit cowok itu sudah melorot, Jenan kemudian membetulkannya, namun itu tetap tidak menutupi betapa sayu dan lemasnya mata Jenan.
Giselle masuk mendekat sedangkan Jenan malah berdiri.
“Ada yang sa—”
Belum usai Jenan ngomong Giselle udah ngedudukin dia lagi di kursi dan megangin pundaknya. Cewek itu kini menyelidik mata Jenan.
“Enggak tidur?” tanya nya.
Jenan tersenyum lalu telunjuknya menekan kembali kacamata nya yang melorot, “Sudah tadi.”
Alis Giselle bertaut mendengar itu, tidak yakin ucapan Jenan benar adanya.
“Tidur, sejam,” lanjut Jenan.
Membuat Giselle mendengus lalu berdiri menegap dari yang sebelumnya mendoyongkan tubuh ke arah Jenan.
“Abis ini gue sembuh ganti lo yang sakit,” kata Giselle.
“Enggak kok Sell, gue udah bia—”
“Ngomong enggak coba?!” tantang Giselle memajukan badan atasnya lagi mendekat ke Jenan, tepatnya mengungkung cowok itu diantara kedua tangan yang berpegangan pada meja belajar.
Dengan raut wajah kesal gadis itu berbicara. Soalnya semenjak Giselle berdamai sama cowok itu, ia sering tahu kalo Jenan suka nggak tidur malam hanya buat nyelesaiin tugasnya, dan akhir-akhir ini, cowok itu pasti lebih hectic karena pagi, siang, dan sorenya dibuat jagain Giselle, padahal ya gadis itu gak minta.
Jenan diam-diam menelan ludah gugup, tadinya matanya kriyip-kriyip nahan ngantuk mendadak jadi segar kembali ngeliat tingkah Giselle.
“Bukan gitu Sell, inituh kewajiban, sebelum masuk teknik juga gue udah siap sama tugasnya yang pasti bakal se—”
KAMU SEDANG MEMBACA
tweny's unillusion ✓
Teen FictionSemua berawal dari ide buruk Giselle yang dengan beraninya menyelundupkan dua lelaki tampan untuk tinggal sementara di lantai satu rumahnya. ©April 2021