Giselle berlari kencang menyusuri lorong sepi RS kampusnya itu. Di belakangnya ada Nando, Karin, dan juga Yogi yang menyusul berlari namun tidak sekilat Giselle.
Begitu mendapat pesan tersebut segera saja Giselle meninggalkan acara makan-makannya bersama keluar yang sudah berjalan cukup lama.
Langit semakin gelap sementara jam menunjukkan pukul 8 malam. Di luar sana hawa dingin menyeruak disertai kilatan beberapa petir dan bunyi yang cukup memekakkan terdengar tanda bahwa akan segera turun hujan.
Jantung Giselle berdegub kencang begitu tiba di sekitaran ruang inap yang diduga tempat Jenan di rawat. Dengan panik Giselle melihat papan nomor kamar lalu masuk ke salah satu kamar yang ditunjukkan sesuai nomor tempat Jenan dirawat.
Tanpa ragu gadis itu menerobos pintu, menemukan seseorang dengan perban di kepala dengan bercak darah yang masih tercetak, tengah berbaring di ranjang tunggal memejamkan mata.
Tangis Giselle pecah tanpa suara saat itu juga, sedang Nando yang kemudian baru saja masuk menyusul langsung mendekat dengan cepat ke ranjang dimana sahabat baiknya berbaring.
Giselle menangis tanpa suara sedangkan Nando bergerak mengecek selurug tubuh Jenandra mulai dari atas hingga bawah. Baju yang dikenakan cowok itu sudah berganti dengan pakaian rumah sakit, bibirnya yang pucat serta infus yang menancap di punggung tangannya membuat hati Giselle teriris.
Sedangkan Nando seperti seorang kebingungan, ia mondar-mandir tak tau arah dan panik lalu kemudian memilih keluar hendak menanyakan pada perawat tentang keadaan sahabatnta itu.
Saat berjalan keluar Nando berpapasan dengan Karin yang baru saja masuk dengan Yogi yang menemaninya di belakang.
“Giman— Astaga Tuhan!” ujar Karin lirih melihat sosok Jenan benar-benar berbaring tidaj sadar di atas ranjang.
Gadis itu lantas mendekat saat melihat punggung sahabatnya bergetar dengan bibir yang tak berhenti mengecupi tangan Jenan yang terinfus.
“Kamu kenapa bisa gini?”
“Jenan bangun!”
“Je...”
Suara parauan Giselle mengudara, Karin memeluk erat sahabatnya itu dari belakang, menenangkannya dengan cara mengelus pundak Giselle.
Detik itupun hari kelahiran Giselle yang semula di lingkupi perasaan bahagia, dirayakan dengan keluarga tersayangnya, mendadak juga menjadi hari buruk yang seharusnya dilewati saat melihat salah satu lelaki yang disayangi nya terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit.
🍃🍃
Lelaki itu membuka matanya dan sontak saja cahaya dari lampu sekaligus pantulan dari cat tembok berwarna putih membuat matanya mengrejap guna beradaptasi.
Pusing kembali dirasakannya, namun saat hendak memegang kepalanya, cowok itu justru diberatkan dengan sesuatu yang memegangu erat kepalan tangannya.
Jenan terkejut saat baru sadar apa yang sudah terjadi dan hari apa saat ini.
Dirinya yang memaksa pulang dengan tergesa-gesa demi melihat gadis kesayangannya yang pulang di hari ulang tahunnya, justru membuat Jenan pulang dalam keadaan celaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
tweny's unillusion ✓
Fiksi RemajaSemua berawal dari ide buruk Giselle yang dengan beraninya menyelundupkan dua lelaki tampan untuk tinggal sementara di lantai satu rumahnya. ©April 2021