Part 4

190 17 0
                                    

Sudah satu bulan usia pernikahan mereka tapi sampai detik ini Shina belum juga bisa menerima Jimin sebagai suaminya. Bahkan mereka tidur di kamar terpisah, meskipun Shina belum juga bisa memaafkan Jimin dia tidak lupa akan tugasnya sebagai seorang istri.

Seperti biasa pagi ini Shina tengah menyiapkan sarapan untuk Jimin. Meskipun ada asisten rumah tangga, masalah sarapan juga makan malam Shina akan mengurusnya sendiri.

"Shina-ya hari ini aku pulang telat, kau tidak perlu menyiapkan makan malam. Aku makan malam di kantor." Ucap Jimin saat baru saja tiba di meja makan. "Eoh duduk dan makanlah dulu, aku ingin berbicara sesuatu" Shina tersenyum simpul menatap Jimin.

Selama sarapan hanya ada keheningan, Ya begitulah keadaan rumah tangga mereka. Shina memang jarang mengeluarkan suaranya, dia hanya berbicara seperlunya saja kepada Jimin. Sedangkan Jimin semakin mengagumi Shina, sikap lembut juga perhatiannya selama satu bulan ini sedikit bisa merubah sikap Shina meskipun hanya sedikit. Melihat Shina mulai bisa tersenyum saja Jimin sudah merasa sangat senang.

"Kapan kita akhiri hubungan palsu ini Jim ? Apa kau tidak lelah membohongi orang tuamu ?"

"Aku lelah. Bagaimana jika kita rubah saja hubungan ini ?" Jawaban sekaligus pertanyaan. Jimin menatap wajah Shina dengan serius.

"Baiklah kita lakukan percera-"

"Shina, kita baru saja melangsungkan pernikahan satu bulan yang lalu bagaimana bisa kau memutuskan untuk bercerai secepat ini ?" Jimin menarik nafas dalam dan memejamkan matanya. Tatapannya berubah menjadi sedikit tajam dan serius. "Kita mulai semuanya dari awal." Lanjut Jimin sambil menaikan satu alisnya.

Tak bisa Shina pungkiri perhatian juga sikap Jimin yang benar-benar lembut kepadanya terkadang hampir melupakan balas dendamnya. "Akan aku pikirkan dulu semuanya" jawab Shina tanpa menatap Jimin.

"Kau bisa pindahkan barang-barang mu juga pakaianmu ke kamarku ? Eomma baru saja mengirim pesan mereka sedang dalam perjalanan kesini." Shina menghela nafas pelan dan menganggukkan kepalanya. Sedangkan Jimin malah tersenyum malu karena membayangkan mereka akan tidur di kamar yang sama. Selama ini Jimin selalu bingung mencari alasan agar Shina mau tidur satu kamar dengannya, karena Shina selalu menolaknya.

***

Setelah memindahkan sebagian pakaiannya ke kamar Jimin, Shina mengunjungi cafe milik sahabatnya semasa kuliah.

"Deyina bisakah tinggalkan dulu pekerjaanmu ? Aku benar-benar butuh bantuanmu" Ucap Shina dengan nada yang sedikit di buat-buat.

"Kau tidak melihat aku sedang sibuk hari ini?. Besok saja jika kau ingin berkonsultasi tentang rumah tanggamu."

Shina menatap jengkel Deyina yang sedang sibuk dengan berkas di mejanya. Begitulah kebiasaan Shina setelah kembali ke Korea bersama Jimin, Shina selalu mengunjungi Deyina dan menceritakan keluh kesahnya menjadi istri seorang Jimin. Shina pun menceritakan semua alasan mengapa ia menikah dengan Jimin, yang tentu saja karena dendamnya.

"Orang tuanya malam ini tiba di Korea dan aku harus mendalami peran sebagai istrinya, aku harus tidur satu kamar dengannya. Dey, aku takut." Tatapan jengkelnya berubah menjadi tatapan sedih dan takut.

"Shin, bagaimana dia bisa mencintaimu jika kau selalu menghindarinya? Kau juga harus memberinya kesempatan untuk mendekatimu." Jawab Deyina tanpa menatap Shina yang semakin gelisah.

"Kau tahu apa yang aku takutkan bukan?" Tanya Shina dengan kepala menunduk.

"Aku paham. Tapi aku lihat dia pria yang baik, Shin aku tahu ini susah tapi aku yakin perlahan kau akan melupakan kejadian itu."

You are precious [ M ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang