Trigger

186 28 15
                                    

Semenjak ibunya meninggal, Krist menjadi sakit-sakitan. Dia mengalami eating disorder lebih tepatnya bulimia nervosa. Hidupnya menjadi tidak lagi terurus. Tubuhnya semakin lama semakin kurus. Semua makanan yang masuk ke perutnya ia muntahkan kembali.

Awalnya Krist mulai menyesuaikan kehidupan barunya bersama sang Ayah tercinta. Namun beberapa tahun kemudian dia dipaksa menyesuaikan lagi dengan hal baru, yaitu hidup bersama ibu barunya.

Semua seolah baik-baik saja.

Awal pernikahan ibu tirinya bahkan tidak sudi tinggal dirumah lama mereka. Jadilah Ayahnya tinggal berdua bersama ibu tiri dan meninggalkan Krist sendirian dirumah lamanya.

Setahun dua tahun, Krist merasa biasa. Seolah semuanya baik-baik saja. Dia tampak bahagia bermain dan nongkrong bersama teman-temannya. Tidak ada yang mengetahui bahwa Krist memendam semuanya sendiri. Kesedihan, keputusasaan, kesepian, melebur menjadi satu dan menjadi kehampaan.

Semuanya tersembunyi dibalik tawa cerianya.

Krist tidak tahu sejak kapan emosinya seperti rollercoaster, pernah suatu malam dia tidak lagi bisa memendung kesepian yang dia punya. Akhirnya semua itu menjadi bom waktu yang akan meledak karena muatan beban yang tak lagi bisa ditanggung.

Gejala psikosomatik muncul. Tubuhnya menggigil kedinginan, tangan dan kakinya keringat dingin, perasaan ingin muntah dan jantung yang berdebar-debar. Krist merasa panik. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Yang terjadi selanjutnya hanyalah suara teriakan kesakitan yang melengking, dada yang terasa sesak dan napas yang telah putus-putus.

Krist berpikir dia akan menjadi gila. Segala amarah, benci, kecewa, dan kesal yang dia rasakan selama ini dia keluarkan dengan air mata dan teriakan. Kedua tangannya menjambak rambutnya sendiri, sesekali menutupi telinga untuk menghalau teriakan melengking yang ia buat di tengah malam.

Sebelum ia kehilangan kontrol atas dirinya, Krist mencoba meredam teriakannya dengan bantal, mencoba menahan isakan tangis. Tapi air matanya seakan tidak bisa dibendung. Krist semakin panik saat tetangganya datang untuk mengecek keadaannya.

"Krist!" Itu pasti Tante Lea, tetangga terdekat rumahnya. "Krist! Kau baik-baik saja?"

Sambil menahan isak tangis, Krist mencoba agar suaranya tidak bergetar. "Aku tidak apa-apa."

"Kau yakin?" Tampaknya Tante Lea masih tidak mau meninggalkannya sendiri. "Apa kau belum makan? Tante bisa anterin makanan buat kamu."

"Aku tidak apa-apa." Itulah seorang Krist. Dia akan memendam semuanya sendiri.

"Baiklah kalau begitu."

Yang Krist dengar selanjutnya hanya suara langkah kaki yang menjauh. Itu pasti Tante Lea telah memutuskan pulang ke rumahnya.

Krist merasa aman sekarang. Dia bisa mengeluarkan amarahnya yang tertunda.

Entah sampai kapan?

Nyatanya gejala panik attack yang dia rasakan tidak sekali dua kali muncul. Dan itu terus berkelanjutan.

***

Pria yang di tugaskan Ayahnya menjadi butler baginya sungguh sangat merepotkan. Pria yang bernama Singto itu terus mengikuti Krist kemana pun ia pergi bahkan ke toilet sekalipun.

Bak seorang pelayan handal, Singto menyiapkan segala sesuatu yang Krist butuhkan, bahkan hal-hal kecil yang Krist tak membutuhkannya.

"Mandi."

"Hah?" Krist melongo tidak mengerti. Barusan Singto menyuruhnya mandi.

"Waktunya kamu mandi."

Dan begitu menyelesaikan ucapannya, dia langsung memangku Krist, membuatnya menjerit-jerit tidak terima, kemudian membawanya ke kamar mandi dan melemparkan tubuh moleknya ke dalam bath tub.

STIGMA [ Krist X Singto ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang