EPILOG

89 24 12
                                    


Satu tahun telah berlalu sejak saat itu.

Yena, Changbin, Mark dan Arin lulus dari sekolah. Hidup mereka cukup menyenangkan. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, bercanda dan tertawa bersama.

Sesekali, kakak Yena pulang untuk menjenguk adiknya. Dan hal itu cukup membuat Yena senang, walupun tidak sepenuhnya.

Hari ini, venard tahun ketiga sedang melaksanakan ujian kelulusan, 3 Mission. Semua venard berdiri di lapangan bersiap untuk pergi menuju tempat yang tidak pernah mereka datangi sebelumnya.

“Selamat pagi semuanya,” sapa sang kepala sekolah.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, kepala sekolah akan menjelaskan apa yang harus mereka lakukan lalu satu persatu tim dipanggil untuk pergi ke tujuan mereka.

Tapi hari ini, mereka kedatangan tamu tak diundang. Mereka tidak tau kapan tamu itu menyelinap, mereka bahkan tidak menyadarinya.

Seseorang dengan jubah hitam, sedang melihat mereka dari balkon lantai ketiga sekolah. Orang itu menggenakan kalung berliontin rubah putih, dimana ada berlian pada mata rubah itu.

Ya, dia Choi Yena.

Gadis itu kembali ke sekolah, untuk melaksanakan rencananya.

“Tim sembilan belas!”

Yena tersenyum lalu gadis itu pergi dan menghilang di kegelapan.

“Hitomi, Felix, Chaeryeong dan Eric. Selamat berjuang,” ucap kepala sekolah menyemangati.

Mereka berempat mengangguk dan tersenyum kemudian mengambil peta dan pergi.




























“Kau tau peta ini menuju ke arah mana?” tanya Eric, sang ketua.

Ketiga anggotanya menggeleng kemudian melihat ke tiga jalan yang ada di depan mereka.

“Kita tidak beruntung karena tidak ada lectours di tim kita,” ucap Chaeryeong.

“Tapi kalian beruntung karena menjadi tim nomor sembilan belas.”

Keempat venard itu langsung menoleh ke arah suara. Seseorang tiba-tiba menghampiri mereka dengan jubah hitamnya.

Semuanya memasang kuda-kuda, takut jika orang tersebut adalah musuh atau orang jahat.

“Hati-hati,” ucap Felix.

“Heii tidak perlu seperti itu.” Orang itu membuka tudung jubahnya dan terlihatlah wajahnya.

“Ehhhh?” Hitomi terkejut dengan sosok di depannya ini.

Tidak, tidak hanya Hitomi. Teman satu tim nya juga terkejut.

“Kak Yena??”

“Kalian mengenalku?” Yena jadi kebingungan sendiri.

“Tentu saja. Siapa yang tidak mengenal Choi Yena? Kakak dan tim kakak menjadi lulusan venard terbaik tahun lalu,” jawab Felix.

“Ah begitu..” Yena mengangguk.

“Lalu, apa yang kakak lakukan disini?” tanya Eric.

“Aku akan membantu kalian.”

“Hah? Memangnya boleh?” tanya Chaeryeong bingung.

“Aku tidak tau. Sepertinya tidak boleh, tapi aku akan membantu kalian apapun itu.”

“Serius?” Hitomi agak tidak yakin dengan Yena.

“Jalan yang benar ada di tengah, lurus.” Yena menunjuk ke jalan yang ada di depan mereka.

“Kenapa begitu?” tanya Eric.

Yena tidak membalas, gadis itu tersenyum dan malah berjalan ke arah yang dimaksud nya.

Tidak, Yena tidak salah. Gadis itu mengetahui jalan yang benar, karena ia merasakan angin berhembus dari sana. Angin yang dingin, sedingin salju.

Dimana ia bisa merasakan angin itu, Yena bisa menemukan bunda nya.

Yah, itulah tujuannya saat ini.

“Kita ikuti dia?” tanya Felix ke yang lainnya.

“Kak Yena tidak mungkin berbohong kan? Kita ikuti saja,” sahut Hitomi sementara Chaeryeong dan Eric mengangguk sebagai jawaban.

(?)(?)(?)

Tim 19 berjalan mengikuti kemana Yena pergi dan disinilah mereka sekarang,

Sebuah goa yang gelap dan cukup menyeramkan.

“Ada yang membawa lampion?” tanya Yena.

“Aku ada!” Chaeryeong mengeluarkan sebuah lampion dari tas nya.

Yena meniup lampion itu dan lampion itu menyala. Ia jadi teringat akan lampion miliknya setahun yang lalu.

“Goa ini adalah jalan kalian. Ayo masuk, aku yang memimpin.”

“Ini bukan jebakan?” tanya Hitomi.

Yena menggeleng, “Bukan, tapi akan ada jebakan di goa itu. Kalian harus hati-hati.”

Yang lain mengangguk mengerti kemudian masuk kedalam goa dengan Yena yang berada di depan mereka.

(?)(?)(?)

Sama seperti yang dialami Yena setahun lalu, goa tersebut buntu dan menyebabkan mereka harus kembali keluar dari goa.

“Eric, kau pikir kak Yena tidak berbohong kan? Dia tidak berniat menjebak kita kan?” bisik Felix ke Eric.

“Aku tidak tau, sebenarnya aku juga curiga.”

“Kak Yena,” panggil Chaeryeong.

Yena menoleh ke Chaeryeong yang berada di belakangnya, tanpa menghentikan langkahnya.

“Iya?”

“Kenapa kakak mau membantu kami?” bukan Chaeryeong yang bertanya, tapi Hitomi.

“Aku ada sesuatu disini. Itulah kenapa aku ingin mengikuti kalian ke ujian ini.” Yena tidak berbohong, dia memang memiliki tujuan saat ini.

“Apa itu?” tanya Chaeryeong.

“Kalian akan mengetahuinya nanti, dan kita sudah sampai.”

Tepat saat mereka keluar dari goa, tempat yang sebelumnya hutan rimbun tiba-tiba menjadi daerah reruntuhan gedung.

“Apa yang??”

Mereka semua kebingungan, kecuali Yena tentunya.

“Misi kalian akan dilakukan besok, sekarang kalian harus mencari tempat istirahat yang nyaman,” ucap Yena.

Felix menoleh ke arah Eric, bertanya apakah yang dibilang Yena itu benar. Laki-laki itu mengangguk menandakan apa yang dibilang Yena, benar adanya.

“Mari kita istirahat di tempat yang memiliki cahaya itu!” Hitomi menunjuk ke salah satu ruangan gedung yang memiliki cahaya lampu.

Mereka setuju lalu berjalan ke arah tempat itu, sedangkan Yena masih berdiri di tempatnya sambil melihat sekitarnya dengan seksama.

Tidak ada yang berubah.

“Rawrrr...” seekor rubah tiba-tiba datang dan mendekati Yena.

Yena melihat ke arah rubah itu dan berjongkok untuk mengelusnya.

“Kita bertemu lagi,” ucapnya sambil tersenyum.

Sang rubah kelihatan senang dan melompat kegirangan, “Rawrr!”

Yena kembali berdiri dan menghembuskan nafasnya,

“Bunda, aku kembali.”

End


[✓] 3 MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang