2. Tikus Tampan

16 5 0
                                        


"Cium aku agar bisa berubah menjadi manusia."

Gila!

Rasanya Zaara mau pingsan saja. Cium? Cium tikus? Jadi manusia? Hahaha sumpah, ini nggak lucu. Nggak lucu sama sekali. Heh, meskipun Zaara itu jomblo, nggak pernah punya pacar, nggak pernah cinta-cintaan bukan berarti dia mau ciuman sama sembarang orang. Yang benar saja? Apalagi kalau itu adalah seekor tikus. Tekankan, e-k-o-r- t-i-k-u-s.

"Jahahaha," tawa Zaara pecah, namun tidak dengan raut wajahnya yang tiba-tiba beruban menjadi monyet, eh salah, menyeramkan.

Aura di sekeliling kamarnya terasa mencekam. Beberapa detik lagi dia akan meledak, tapi Zaara masih sadar kalau ini sudah malam. Ia tidak akan membuat keributan seperti sebelumya yang terjadi di pagi hari. Sebisa mungkin Zaara berusaha menekan suaranya agar tak dianggap gila karena berbicara sendiri di kamarnya. Apalagi sekarang ia memang sedang ngobrol dengan tikus, sialan. Dia memang sudah gila.

"GAK." Satu kata penuh penolakan. Pandangannya lurus menatap Tikus itu tanpa berkedip dengan aura mengintimidasi. Jika diibaratkan dalam film, matanya sudah berubah menjadi merah darah yang ingin segera menelan Tikus itu hidup-hidup. Kasian tikusnya jadi gemetaran.

"Selagi aku masih baik hati, pergi sekarang juga sebelum aku berubah pikiran untuk membunuhmu." Perkataannya pun tidak main-main. Kali ini Zaara serius. Ia tidak akan memberikan kesempatan lain jika tikus itu tidak menuruti perkataannya untuk pergi. Dia sudah memiliki rencana, dan bisa dipastikan bahwa tikus itu benar-benar ada dalam bahaya.

Tanpa membalas lagi, Tikus itu langsung turun dari kasur dan lari terbirit-birit pergi entah kemana. Dia takut dan bisa dipastikan ia merasakan aura menyeramkan dari gadis pendek itu. Dia masih ingin hidup dan biarkan dia menyelamatkan hidupnya terlebih dahulu sebelum sesuatu yang tak diinginkan benar-benar terjadi.

***

Malam kian larut, kegelapan yang menyelimuti ruangan itu sama sekali tidak mengusik ketenangan seorang Zaara yang sudah terlelap  pulas sejak beberapa jam yang lalu setelah mengusir Tikus aneh yang bisa bicara dengannya. Dia tidak akan terbangun kecuali ada yang memanggilnya, yang artinya gadis itu tidak akan tersadar semudah orang lain jika terjadi hujan, petir maupun hal-hal yang berpotensi menggangu ketenangan malam.

Saat ini kamar Zaara gelap gulita akibat mati lampu yang menyerang seluruh desa. Zaara tidak peduli, selama ia masih bisa tertidur lelap, untuk apa repot-repot bangun hanya untuk membuat cahaya. Zaara tidak suka gelap tapi ia juga sama sekali tidak takut dengan kegelapan. Jadi, biarkan saja. Biarkan dia melanjutkan mimpi indahnya malam ini karena jika hari esok datang, otomatis kehidupan bahagianya yang berada di dalam mimpi juga ikut berakhir. Keinginan Zaara sederhana. Ia hanya ingin bahagia meski hanya dalam mimpi.

Namun, sepertinya ini adalah mimpi bahagianya yang terakhir sebab tanpa di sadari, Tikus yang sempat dia usir sebelumya kini kembali lagi dan ikut terlelap di sampingnya.

***

Azan subuh sudah berkumandang. Ini saatnya Zaara bangun untuk menunaikan kewajibannya dan juga merupakan salah satu panggilan yang dia maksud selain panggilan dari mamanya.

Setelah salat subuh, Zaara kembali ke rutinitas biasa yaitu tidur kembali. Dia sebenarnya tahu bahwa tidur setelah subuh itu sama sekali tidak baik bahkan dibenci oleh para Salafush Sholih (generasi terbaik umat ini).

Seseorang yang terbiasa tidur di pagi hari juga akan berdampak pada kesehatan badan seperti masalah ketidakseimbangan metabolisme tubuh, sakit kepala, lesu seharian, rawan penyakit kanker darah, penyakit diabetes, penyakit jantung bahkan risiko kematian.

"Ibnul Qayyim mengatakan, "Empat hal yang dapat menghambat datangnya rezeki ialah, tidur di waktu pagi, sedikit salat, bermalas-malasan dan berkhianat." (Zaadul Ma'ad, 4/378).

Zaara : Ciuman Tikus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang