2

750 77 12
                                    

She is just a sad song
Stucked on a repeat mode
-shikha mishra-

Seandainya aku bukanlah aku..
tentu aku lebih baik hidup dengan pria yang mencintaiku.

Setidaknya aku tidak akan tersiksa dengan kata kata hina yang dia lontarkan. Karena dia begitu mencintaiku. Tidak akan pernah terbesit pula dalam benaknya untuk menyakitiku dengan sengaja.

Tetapi aku adalah aku yang sekarang ..

Bertahan hidup hanya karena cintaku sendiri, bukan karena dicintai.

Malam ini posisiku tetaplah sama,
yang kupandangi hanyalah rambut dan punggung tegapnya.

Tidak pernah berubah,
bahkan jika pernikahan itu tidak terjadi, hal inilah yang selalu aku dapatkan.
Selalu.

Aku tidak pernah diuntungkan, ataupun dirugikan. Yang kudapatkan hanya belas kasihan dari orang orang sekitarku.

Tapi tidak dengan Yuta. Karna yang kudapatkan darinya hanyalah pandangan kebencian dan hinaan.

Tidak membuatku rugi, tapi lebih terasa mati suri.

Jam menunjukkan pukul 05.00 pagi, aku segera bergegas.
Kusingkap selimut yang menutupi tubuhku, kemudian duduk dan merapikan selimut itu kembali.

Dengan gerakan pelan aku berpindah menduduki kursi rodaku dan menjalankannya kearah pintu, kuhasilkan suara seminim mungkin agar tidak membangunkan Yuta yang masih terlelap.
-
-

Asap panas mengepul dari cangkir kopi yang kubuat.
Beginilah aku dan rutinitasku, dengan kopi pahit yang mengawali waktu waktu pahitku kedepannya.

Sebelum memasak, aku menguncir rambut hitamku keatas dengan rapi hingga tidak menyisakan helaian helaian tipis yang mungkin akan menganggu aktivitasku.

Dengan bantuan pembantu rumah tangga kami, aku dcekatan tanganku mulai mencuci dan memotong sayur dan daging ayam yang sudah kubeli tadi malam.

Yuta menyukai makanan berkuah, oleh karenanya sup ayam akan kusajikan sebagai menunya hari ini.
Besar harapanku dia akan menyukainya.

Untuk wanita yang duduk di kursi roda sepertiku tentu hal ini cukup sulit dilakukan dengan cepat, tapi aku tetap berusaha untuk menyelesaikan kewajibanku.

Setelah urusan dapur dan masak memasak selesai aku segera menyiapkan segala hal di meja makan.

Sambil menunggu pukul setengah 8 aku mengurus perlengkapan dan pakaian Yuta yang akan dikenakan olehnya untuk bekerja.

Aku bergegas menjalankan kursi rodaku kearah kamar kami. Saat aku telah selesai menyiapkan bajunya, Yuta keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih bergelantung di pinggulnya.

Rambutnya basah oleh air sehabis keramas. Bau shampoonya yang segar bahkan berhasil tertangkap indra penciumanku.

"Mana pakaianku?" Ucapnya ketus.

Aku segera menyerahkan pakaian yang ada di tanganku kepada Yuta. Dia mengambilnya dengan agak kasar.

Setelah berpakaian Yuta duduk di depan meja rias, mencoba memasang dasi yang melengkapi penampilan sempurnanya hari ini.

Tanpa perintahnya aku segera mengambil hair dryer dan membantunya mengeringkan rambutnya yang mulai menyentuh tengkuknya.

Selama mengeringkan rambut, kami bahkan tidak saling berbicara.
Kami menjalankan peran kami masing masing dengan baik

Rambutnya sudah kering dan sudah ku tata dengan rapi.
Yuta segera berdiri,
mengenakan parfum dan beranjak menuju meja makan.

Aku segera menyusul dengan cepat. Kudahului langkah Yuta dengan menggerakkan kursi rodaku lebih cepat. Dengan sigap aku menyiapkan piring dan menyendokkan nasi untuknya. Sedangkan Yuta duduk dan mengecek ponselnya.

Yuta duduk dalam diam, tidak ada sepatah katapun dari bibirnya. Kutuangkan segelas air untukknya, dan selanjutnya yang kudengar hanyalah suara sendok dan garpu yang saling beradu.

Aku juga hanya memandangnya dalam diam. Bagiku begini saja sudah senang sekali rasanya, Melihat Yuta mau makan dengan baik.

Tidak ada kata kata kasar
Dan tidak ada perlakuan kasar

Sambil menunggu, aku pergi ke kamar kecil.

Begitu aku keluar, ku lihat Yuta sudah selesai makan dan bediri, mengambil tas nya dan beranjak menuju pintu.

Belum sempat aku meraihnya, Yuta sudah lebih dahulu memasuki mobil.

Dari pintu ini aku hanya bisa menatap kepergiannya dengan tatapan kosong dan hati yang cukup terasa hampa.

Kupejamkan mataku sejenak, mencoba merasakan hawa sejuk menyentuh kulitku, dan menghirup udara segar untuk memenuhi kekosongan hatiku.

Entah sudah berapa menit berlalu dengan keterpakuanku di pintu ini.
Aku mendengar suara ponselku yang kutinggalkan di meja makan.

Pastilah itu Yuta.
Satu satunya orang dalam daftar kontak teleponku

Dengan segera aku berbalik dan menjalankan kursi rodaku dengan cepat, takut jika Yuta melupakan sesuatu dan menyuruhku mengambilnya.

Hanya beberapa detik sebelum aku mencapai meja makan,
kurasakan roda ku menubruk sisi pinggir lemari hias ruang tamu.

Aku terpental dan ambruk.

Kepalaku sedikit pusing karena kejadian yang sungguh tiba tiba.
Dengan tenaga yang kupunya aku merangkak dan berusaha menyeret kakiku. Kupegang kaki meja makan untuk membantu sedikit menaikkan tubuhku agar ponsel bisa kuraih.

Aku mengangkat telfon dengan segera.

"Ya , halo.." ucapku

"Tidak usah masak dan menungguku pulang malam ini."
Telepon dimatikan.

Aku masih terdiam dengan telepon yang masih menempel pada telingaku.

"Nyonyaaa!!" Kudengar suara Mbak Nana, pembantu rumahtangga paruh baya yang berlari kearahku dan mencoba membawaku kembali pada kursi roda sialan itu.

Tapi aku menolak.
Tidak mau bergerak.
Pikiran ini masih terasa kosong

"Nyonyaaaa ayo kita ke kamar. Luka nyonya harus segera diobati."
Aku hanya menggeleng dengan tatapan mata yang masih kosong dan lagi lagi perasaan hampa yang membunuh.

Hingga aku tidak menyadari rasa sakit karena pelipisku yang membentur entah apa dan mengucurkan darah segar...

-
-

Yuta adalah kebahagian terbesarku.
Tapi tidak dengan pernikahanku.

Yuta adalah alasan aku harus tetap hidup.
Tapi tidak dengan segala yang sudah kumiliki.

Karena terjadi atau tidaknya pernikahan ini, Yuta adalah subjek yang tidak akan kuberikan predikat maupun objek.

SAVE ME ft. YUTA NAKAMOTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang