Bagian 1 - Kecurigaan yang Tak Beralasan

1.1K 137 9
                                    


"Namaku Bond. James Bond."

Hari itu adalah hari paling bersejarah dalam hidup seorang Irene Adler. Bagaimana tidak? Di hari itu, ia telah mendapatkan satu-satunya kesempatan untuk hidup. Yakni, menjadi seorang pria. Mau tidak mau, itulah yang harus dilakukannya, sesuai apa yang telah bangsawan kriminal tawarkan kepadanya.

"Menjadi seorang pria itu nggak mudah, tahu."

Suatu hari, Kolonel Sebastian Moran, si mantan tentara yang ditunjuk menjadi 'pelatih' bagi Bond, mengajarinya cara menembak. Meski telah mengerti bagaimana cara menggunakannya, Bond tetap berlatih untuk memaksimalkan kemampuannya. Bagaimanapun juga, ia memiliki peran yang cukup penting dalam organisasi ini, tidak sebatas seorang 'pelarian' yang 'diselamatkan'.

"Tapi untungnya kau ini cukup meyakinkan. Melatihmu ternyata tidak sesulit yang kubayangkan, heh."

DOR! Satu lagi tembakan yang tepat mengenai sasaran. Bond tidak berkata apa-apa, hanya melempar senyum. Sejurus kemudian, Moran beranjak dari bangku taman.

"Baiklah, sampai disini dahulu latihannya. Nanti kita lanjut setelah makan siang."

Tidak hanya penampilannya yang kini berubah total. Lingkungannya pun sama. Suasana rumah yang keseluruhan penghuninya laki-laki tulen kerap membuatnya canggung. Boleh saja setelan jas membuatnya tidak kalah tampan dengan yang lain. Namun, jauh di dalam lubuk hatinya, Bond masihlah kaum hawa yang membutuhkan seorang teman 'intim'—seseorang yang bisa mengerti perasaan sekaligus masalah biologisnya.

Dengan kata lain; seorang teman wanita.

Akan tetapi, tidak pernah sekalipun ditunjukkannya perasaan itu. Sebaliknya, ia selalu bersikap profesional, demi membuktikan bahwa dirinya benar-benar layak di antara mereka—dari melumpuhkan para perampok bank hingga membantu perkerjaan sehari-hari, Bond melakukan semuanya dengan baik.

"Tuan Bond, bisa ke ruangan saya sebentar?"

"Baik."

Setelah makan siang, mendadak William memanggilnya. Jika dihitung-hitung, sudah hampir satu bulan si anggota baru menetap. Tanpa perlu dijelaskan pun, dia sudah mengetahui sejauh mana perkembangannya lewat laporan para penghuni rumah, serta pengamatannya sendiri. Benar kata kakaknya, Albert. Bond bukan sembarang wanita. Banyak potensi yang bisa dilihatnya, yang akan sangat berguna bagi keberlangsungan misi mereka kelak.

"Silahkan duduk, Tuan Bond."

Bagai seorang atasan yang hendak berbicara kepada bawahannya, Bond sedikit bergetar akan sikap yang William tunjukkan. Menyadari perubahan ekspresi si lawan bicara, sang konsultan kriminal mengulas senyum. Alih-alih mencairkan suasana, yang bersangkutan pun malah semakin was-was.

"Melihat perkembangan anda, saya akui bahwa saya cukup terkesan. Anda benar-benar melakukannya dengan sangat baik, Tuan Bond."

"Terima kasih, Tuan Moriarty."

"Lalu... bagaimana dengan pelatihan Kolonel Moran? Apakah menurut anda terlalu keras ?"

"Tidak, justru saya senang karena mendapatkan kesempatan untuk melatih kemampuan saya."

"Begitukah? Tapi wajah anda mengatakan yang sebaliknya, Tuan Bond."

Kata-kata itu menggema dan menggetarkan dadanya. Tanpa sadar ia menunduk, tak berani memandang sepasang mirah delima yang semakin dalam menginterogasi jiwanya. Sebuah langkah terdengar. Baru saja Bond mengangkat wajahnya kembali, tahu-tahu lelaki itu sudah berdiri di hadapannya dengan tangan terlipat.

"Sebenarnya saya ingin memastikan apakah anda baik-baik saja, Tuan Bond. Hari ini anda sedikit pucat. Saya pikir latihan yang diberikan Kolonel Moran terlalu berat. Tetapi, setelah mendengar jawaban anda, saya rasa itu bukanlah penyebabnya. Anda seperti orang yang sedang menyembunyikan sesuatu."

Tamu Bulanan | 𝓙𝓪𝓶𝓮𝓼 𝓑𝓸𝓷𝓭𝓮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang