Bagian 11 - Penemuan Fred

176 39 6
                                    

Malam kembali menjelang.

Usai berpamitan dengan Tuan Renfield, Fred berjalan keluar. Seperti biasa ia akan menjemput Moran yang biasa mangkal di kedai remang-remang jam-jam segini. Sebelumnya Bond ingin ikut serta menemani. Namun karena pria tua itu khawatir dengan kondisinya (padahal Bond sudah jauh lebih baik), ia pun tidak mengijinkannya. Walhasil Fred terpaksa meninggalkan rekannya yang cemberut, pergi menyusuri kehidupan malam London seorang diri.

Dibandingkan dengan gemerlap kota masa kini, ada beberapa kesamaan yang masih terasa. Mulai dari kaum tunawisma yang tidur bergelimpangan di emperan jalan dan toko-toko tutup, gang-gang sempit minim penerangan yang menjadi tempat 'tidak senonoh', pria-pria mabuk yang bersenda gurau dengan botol-botol minuman keras, serta para penjaja cinta yang berkeliaran di dekat boulevard.

Melihat semua ini, Fred menghembuskan nafas. Ia memang sudah terbiasa menyaksikannya. Namun, kerap kali ia mempertanyakan tentang orang-orang ini. Mampukah mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik? Bukannya bagaimana, meski ia sendiri hidup dan besar di jalan, ia menginginkan kondisi yang lebih baik untuk semua orang. Kesempatan yang lebih berkualitas untuk semua orang di negeri ini.

Sret!

Terlalu asyik berpikir, seseorang melintas di sampingnya; melesat sangat cepat sampai-sampai Fred tidak melihat wajahnya. Begitu memalingkan kepala, tahu-tahu orang itu sudah berada di mulut gang. Mengenakan topi dan mantel hitam berkerah tinggi, ia berjalan begitu cepat dan ringan—seperti melayang—dan jika dilihat-lihat dari belakang, penampilannya persis seperti William disaat menjalankan tugasnya sebagai Lord of-

Tunggu.

Bukankah William sebelumnya ada di ruang kerja? Fred sangat yakin bahwa jendelanya masih menyala saat meninggalkan rumah tadi. Jadi... mengapa sekarang ia berada disini?

Lupa dengan tujuannya menjemput Moran, Fred tergugah untuk mengikutinya. Siapa tahu ia bisa menawarkan bantuan, kan?

Drap drap drap.

Remaja itu menghentikan langkahnya.

Seharusnya William langsung tahu jika ada seseorang yang hendak menghampirinya. Ia adalah sosok paling waspada yang pernah Fred kenal. Akan tetapi, mengapa ia terus berjalan? Seakan tak menyadari siapapun di belakangnya?

"Tuan William!"

Sedikit meninggikan suara, Fred memanggil ketika mereka memasuki sebuah jalan lurus yang panjang dan sepi. Malam ini kabut tidak begitu tebal dan ia bisa melihat dengan jelas. Akan tetapi, ia berani bersumpah bahwa William sama sekali tidak menggubrisnya. Dalam hening ia terus berjalan, menyusuri gang dimana tak ada satupun tunawisma yang bermalam lantaran terlalu lembab dan gelap. Kiri kanan hanyalah kompleks gudang-gudang reyot East End yang terbengkalai. Secara geografis, sebenarnya tempat ini cukup strategis. Akan tetapi, karena tanahnya bersengketa dari dulu, orang-orang segan untuk menyewa di lokasi ini. Jadi, dibiarkanlah kawasan ini tak berpenghuni dan terlantar; lokasi yang sempurna untuk dijadikan markas komplotan perampok atau pengedar obat-obatan terlarang.

"Tuan William!"

Fred hampir berhasil menyentuh lengannya jika saja William tidak menepis dan berlari dengan sangat cepat. Merasa ada yang tidak beres, Fred memegang syalnya erat; berlari sama cepatnya untuk mengejar. Di depan mereka, ada sebuah persimpangan. Melihat William berbelok ke arah kanan, Fred yang tidak ingin kehilangan jejak terus mengejarnya—dan berakhirlah remaja itu seorang diri, di sebuah gang yang buntu dan asing.

Disaat yang bersamaan, William menghilang. Entah kemana.

"Aneh," gumamnya, menyadari bahwa mustahil untuk menemukan celah atau pijakan untuk melarikan diri selain berputar balik.

Di depan dan sekelilingnya adalah tembok mati setinggi tiga meter yang dipagari kawat-kawat berduri, mencegah siapapun masuk ke dalam perkarangan maupun jendela-jendela gudang. Fred memperkirakannya karena ia terbiasa melompati bangunan. Ia selalu tahu langkah-langkah dan pijakan yang memungkinkan seseorang untuk melompat ke bagian atas bangunan-bangunan. Namun sayangnya hal tersebut tidak berlaku disini.

William benar-benar raib.

Bruk!

Ketika Fred hendak membalikkan tubuh untuk kembali, sesuatu menghantam punggungnya dengan keras hingga ia jatuh tersungkur. Terkejut, Fred menepis rasa sakit yang mendera tubuhnya dan berusaha bangkit untuk melihat apa yang barusan menyerangnya. Akan tetapi, begitu dirinya berpandang-pandangan dengan sebuah siluet hitam besar yang berdiri di bawah lampu jalan...

Disaat itulah Fred melihat merah.

Merah.

Warna yang sama, seperti yang dikenakan William saat menghabisi para korbannya. Lantas terbelalaklah sepasang iris gelap miliknya karena rasa takut. "K-kau..." gagapnya. "B-bukan William..."

Melepas topi dan hanya mengenakan penutup wajah, pria itu sama sekali bukanlah William. Hanya penampilannya saja yang menyerupai; surai pirang, mantel hitam yang membungkus tubuh tinggi dan besarnya, serta iris gelap. Mendadak, lidah Fred kelu. Ia sama sekali tidak bisa melawanan tatkala pria bersurai pirang itu melayangkan sesuatu yang mengilat ke lehernya-

Dor!

Dalam keputusasaan itu Fred mendengar suara tembakan. Ia bersumpah ia bisa merasakan desingan peluru di telinganya, ketika orang misterius yang hendak membunuhnya tadi menghindar dengan kecepatan luar biasa. Bagai bayang-bayang orang itu melesat pergi, kemudian menghilang ditelan kegelapan. Sembari memegangi lehernya, Fred terpana.

Ada siluet lain yang berdiri di ujung atap salah satu bangunan.

Seakan mengerti kemauannya, melompatlah sosok itu melalui sebuah pipa; berpijak di atas salah satu balkon yang gelap, melompati kawat-kawat berduri di atas tembok, lalu mendarat dengan sempurna di hadapan Fred. Ia pun mengulurkan tangan,

"Apa yang kau lakukan disini?!"

Masih merasa shock dengan kejadian tadi, Fred hanya bisa pasrah ketika Sebastian Moran menyambar lengannya. Tenaganya tak cukup kuat untuk sekadar menjelas bahwa ia hendak menjemputnya; bertanya bagaimana sang kolonel bisa menemukannya; atau berkata-kata bahwa ia hampir dibunuh oleh sosok yang menyerupai Lord of Crime.

Satu pertanyaan pun bermuara di dalam hatinya. Siapakah sosok itu?

Tamu Bulanan | 𝓙𝓪𝓶𝓮𝓼 𝓑𝓸𝓷𝓭𝓮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang