" Jadi apa keputusan mu Alfan?" Tanya Abi. Abi dan Alfan berbincang di pendopo.
"Alfan akan menikah dengan perempuan pilihan Abi." Alfan menjawab dengan tegas.
"Kamu yakin atas keputusan mu?" Tanya Abi sekali lagi, memastikan keseriusannya.
"In syaa Allah Bi." Yakin Alfan.
"Baik lah, jika itu keputusan mu. Persiapkan dirimu, kita akan menemui perempuan itu nanti malam." Perintah Abi sebelum beranjak.
"Baik Bi." Tiba-tiba uminya datang setelah kepergian Abi.
"Umi?" Kaget Alfan.
"Iya Nak, bagaimana keputusan mu?" Tanya Umi mendekat ke sisi Alfan.
"Seperti perkiraan umi." Sahut Alfan dengan senyum tipis.
"Tak apa, mungkin itu memang yang terbaik. In syaa Allah pilihan Abi yang terbaik. Ridho orangtua ridho Allah juga bukan?" Hibur umi sembari mengusap kepala Alfan penuh sayang.
"Iya Umi, Alfan percaya itu. Alfan tau, Alfan tidak boleh egois dengan hanya memikirkan kebahagiaan Alfan sendiri. Dia juga butuh bahagia dengan pilihannya. Maka dari itu Alfan harus melepasnya. Karena Alfan tau dia bukan perempuan yang mau terkurung di tempat yang kata orang penjara suci ini. Padahal tempat ini adalah taman surgawi untuk orang-orang yang mau memahami. " Alfan memeluk uminya seperti anak kecil.
"Ada Abah dan umi juga yang punya kriteria sendiri untuk calon menantu satu-satunyanya. Ada santri-santri juga yang berharap lebih kepada calon Ning mereka. Egois sekali jika Alfan masih mempertahankan dia dan menentang kemauan Abi dan umi. Alfan sudah salah karena berpacaran. Alfan tidak ingin menambah kesalahan Alfan dengan menghindar dari ta'zir yang sudah ditentukan. Mungkin memang sudah menjadi takdir Alfan untuk menikah di usia muda. Sekali lagi Alfan minta maaf ya Umi." Alfan menatap uminya dengan mata berkaca.
"Umi sudah memaafkan Nak, kamu tau itu. Sudah jangan nangis nanti apa kata calon istrimu melihat mata calon suaminya sembab. Masa calon suaminya cengeng. Ntar kalau ditolak gimana?" Canda umi.
"Ya cari yang lain Um. Masih banyak kok perempuan di dunia ini." Balas Alfan sambil menarik turunkan alisnya.
"Perempuan sih banyak, tapi yang mau sama kamu memangnya ada?" Umi masih gemar menggoda putranya.
"Kebalik itu Um yang ada tuh gini, 'perempuan sih banyak tapi memang ada yang Alfan mau' gitu Um." Balas Alfan menyebalkan.
"Percaya diri sekali, anak siapa ini? Udah sana siap-siap mau ketemu calon kok masih kayak gini." Omel umi.
"Anak Umi lah siapa lagi. Belum juga Maghrib sudah disuruh siap-siap. Terlalu dini Um. Lagian Alfan juga udah rapi gini kok, wangi lagi. Apa yang perlu disiapin."
"Hati kamu Fan, apalagi." Alfan memutar bola matanya.
"Kalau itu udah jauh-jauh hari Um." Sahut Alfan akhirnya.
"Udah jauh-jauh hari tapi belum juga siap." Sindir uminya.
"Allohumma paksa Um. Kalau nggak gitu nggak siap-siap. Kayaknya Umi deh yang harus siap-siap sekarang. Perempuan kan biasanya perlu persiapan ekstra."
"Bilang aja perempuan biasanya ribet Fan nggak usah diperhalus." Kata Umi sinis.
"Nah itu umi tau." Alfan tersenyum meledek uminya.
"Terserah kamu deh. Nanti kamu juga tahu sendiri kalau udah punya istri. Umi siap-siap dulu." Pamitnya.
"Iya Um. Monggo." Umi pun pergi meninggalkan Alfan sendiri. Alfan ke luar dari pendopo. Menatap langit yang sudah berwarna jingga. Senja, keindahan yang hadirnya sementara. Seperti Sayla. Tak apa, memang senja kan berganti gelap malam. Tapi bukan kah malam akan berhias bintang dan bulan? Tetap indah bukan? Meskipun keindahannya berbeda. Alfan tersenyum tipis. Semoga perempuan itu bisa jadi bintang dihatinya. Bintang sirius. Bintang yang paling terang diantara bintang-bintang lainnya. Ya, semoga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seutuh Purnama Gus
Spiritual"Alfan, kamu ingat peraturan di pesantren ini untuk santri yang ketahuan berpacaran?" Tanya laki-laki berpeci putih itu dengan tenang namun begitu mengintimidasi lawan bicaranya. "Iya Bi, santri itu akan dinikahkan." Jawab remaja berseragam putih ab...