Matahari sudah tenggelam, diganti dengan bulan sebagai penerangan malam. Keluarga kecil yang berisikan empat orang itu, kini tengah menghabiskan quality timenya sebelum tidur.
Sudah menjadi kebiasaan setiap malamnya mereka melakukan kegiatan rutin ini. Anak laki-laki mereka akan bercerita kepada sang ayah apa yang mereka alami dan sang ayah yang akan menanggapi dengan antusias.
"Bunda, dedenya gendut ya? Perut bunda nggak sakit?" Tanya Alan yang tengah mengelus perut Caca sambil tidur menghadap sang ibu.
"Iya sayang, kan dedenya nanti semakin tumbuh. Perut bunda nggak sakit kok." Jawab Caca.
"Nda, dede kal?" Kini berganti dengan si cantik yang bertanya, balita yang akan menginjak usia 2 tahun enggan menyentuh perut Caca yang semakin membesar dari awal kehamilan, katanya takut meletus seperti balon.
"Nggak sayang, dedeknya baik nggak nakal." Lagi, Caca menjawab dengan sabar.
"Udah yuk kita bobo, udah malam. Besok Alan sekolah." Ajak Amar sambil menggendong tubuh Celyn.
"Papa, Alan nggak mau bobo di kamar, mau di sini aja sama bunda." Tolak Alan saat tangan Amar terjulur untuk menggandengnya.
Amar menghela napas kasar, sudah sejak kandungan Caca memasuki bulan ke-tiga Alan selalu ingin tidur dengan Caca. Berakhir dengan Amar yang membeli lagi kasur kecil untuk Alan dan Celyn.
Kasurnya ditaruh tepat di samping kasur miliknya, yang membuat tidur Caca dan Amar akan terganggu tengah malam karena Alan yang tidur dengan berantakan.
Bukan hanya itu alasannya, Amar juga ingin menghabiskan waktu berdua dengan Caca. Ada hal lain pun yang ingin ia pinta pada sang istri.
"Di kamar aja ya, emang Alan nggak kangen tidur di kamar?" Bujuk Amar.
Alan menggeleng cepat dengan bibir mengerucut. "Alan mau bobo sama bunda, papa~" Rengeknya dengan wajah memelas.
"Udah mas, gapapa anak-anak tidur di sini aja." Lerai Caca.
Amar membuang napas kesal. "Fine!" Setelahnya menidurkan Celyn di samping Alan dengan wajah datarnya.
"Langsung tidur." Perintah Amar setelah memberikan susu pada Celyn dan menyelimuti kedua anaknya. Tidak lupa ia mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu tidur.
Caca mengigit bibir dengan gusar, Amar tidur memunggunginya. Apa yang salah? Apa Amar marah karena kedua anaknya tidur di kamar mereka untuk kesekian kalinya? Tapi itu hal yang biasa, apa yang salah? Kenapa Amar terlihat marah dan kesal.
"Mas..." Bisik Caca dengan tangan terjulur mengusap punggung Amar.
"Mas udah tidur?"
"Mas kenapa sih?" Caca bertanya lagi saat tidak ada jawaban dari sang suami.
Caca mendekatkan tubuhnya pada Amar dengan hati-hati, lalu memeluk suaminya dengan wajah yang ditenggelamkan di punggung tegap itu.
"Mas, marah ya sama Caca?" Tanya Caca dengan lirih yang berhasil membuat Amar berbalik badan.
"Ck, nggak." Walaupun Amar sangat kesal, ia tetap merubah posisi sang istri agar nyaman dalam rengkuhannya.
"Tidur Chantika." Perintah Amar saat Caca tidak kunjung memejamkan mata.
"Aku nggak bisa tidur kalau mas kayak gini." Cicit Caca.
"Kayak gini gimana sih, Chantika? Tidur."
"Mas..."
Amar mengusap wajahnya dengan kasar, menatap lekat wajah Caca dalam remangnya kamar.
"Iya saya kesal, karena kamu izinin anak-anak tidur di sini, lagi."
"Kenapa? Kan aku udah pindah tidurnya di samping Alan, jadi mas nggak keganggu."
Amar menuntun tangannya untuk mengusap perut sang istri, menelusup ke dalam piyama tidur satin itu.
"Sekarang ngerti?" Tanya Amar masih dengan wajah datar dan tangan yang sibuk di dalam piyama tidur Caca.
Wajah caca memerah malu, menahan tangan Amar sebelum berucap. "Mas mau?"
"Saya udah tahan-tahan lima bulan, Chantika."
Caca melirik anak-anaknya yang sudah terlelap tidur. "Di bawah aja ya? Biar nggak ganggu anak-anak."
Ujung bibir Amar terangkat senang, mencium bibir Caca sebelum beranjak menggendong istrinya untuk ke ruang tamu, di mana terdapat sofa kasur yang bisa memudahkan kegiatan malam mereka.
"Mas, pelan-pelan aja ya." Perintah Caca saat ia ditidurkan pada sofa kasur.
Amar mengukung Caca dengan kernyitan di alis. "Gimana ya... Kalau udah ke-enakan suka nggak sadar."
"Mas~" rengek Caca.
Amar terkekeh, menjahili Caca sudah menjadi rutinitas untuknya yang tidak boleh terlewatkan sehari saja.
"Iya, pelan-pelan..." Ucap Amar sambil membuka bajunya dan menampakkan tubuh kekar dengan otot perut yang terbentuk.
"Kalau inget." Lanjut Mark.
"Mas~"
🌻🌻🌻
"Mas..." Panggil Caca saat wajahnya dikecupi."Sstt, tidur lagi."
"Anak-anak mas, aku belum buat sarapan." Ucap Caca menahan tangan Amar yang mengusap matanya agar tertidur lagi.
"Anak-anak biar mas yang urus, bisa makan di luar. Nanti Celyn saya antar ke rumah mami, kamu nyusul ya, saya udah bilang supir mami."
"Mas sama Alan?"
"Saya nyusul juga setelah jemput Alan."
"Hng, yaudah." Jawab Caca setelahnya memejamkan mata kembali. Ia masih sangat mengantuk setelah melayani Amar yang entah jam berapa selesai.
Amar beranjak saat Caca sudah tidur kembali. Ia membangunkan kedua anaknya dan segera menyiapkan keperluan mereka.
"Bundaa!"
"Sstt, jangan teriak, bunda masih bobo." Cegat Amar saat Alan akan membangunkan Caca dari tidur nyenyaknya.
Amar kini sudah siap dengan setelan jasnya, setelah memandikan kedua anaknya dan memakaikan mereka baju.
"Tapi bunda kan mau antar Alan sekolah, papa." Ucap Alan terus menatap sang ibu yang masih tertidur pulas di kasur.
"Bunda kecapean bawa dedeknya, Alan sekolah sama papa aja ya, sekalian antar adek ke rumah oma."
"Bunda gimana?"
"Nanti kalau bunda udah bangun, bunda nyusul ke rumah oma. Terus Alan nanti papa jemput, kita ke rumah oma juga." Jelas Mark dengan sabar.
Alan mengangguk mengerti. "Okee!"
Amar mendekat pada Caca sebelum pergi meninggalkan apartemen. "Chantika, saya berangkat kerja dulu ya." Ia mengecup bibir manis sang istri dan membenarkan letak selimut.
"Let's go kita berangkat." Ajak Amar.
"Let's go!"
"Go!"
^^^
NOTE : ReminderKalau kalian nggak suka dengan sesuatu apapun itu, keep it yourself aja ya? Jangan memberi hate speech secara terang terangan, kita nggak tau dengan ketikan kita bisa buat orang lain sakit hati apa nggak.
Kita udah dikasih mulut dan dua tangan sama Tuhan untuk melakukan hal-hal baik. Jangan ngilangin kebahagian orang lain hanya karena satu hal yang kalian gak suka.
Tetap semangat ya teman-teman 👍❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Parfait ✔
Fanfiction●Markhyuck Dari awal, Caca memang sudah tidak yakin dengan keputusan orangtuanya. Kedua orangtuanya menerima lamaran dari teman lama ibunya tanpa persetujuannya. Bahkan saat melihat calon suaminya, Caca sudah tidak yakin. Apalagi, Caca mempunyai dua...