Caca kembali terbangun dalam rengkuhan Amar. Seingatnya, ia tadi tidur siang karena bosan tidak tau harus apa di dalam penginapan. Amar dan Yerim kembali pergi keluar sejak pagi. Lalu kini dikejutkan dengan Amar yang ikut tidur di kasur kecil di mana sejak kedatangan Yerim tempat itu menjadi untuknya.
Caca dengan cepat melepas tangan kekar Amar dari pinggangnya, takut jika nanti Yerim akan melihat. Ia mulai bangkit untuk bersiap karena ini malam terakhir mereka berlibur, jadi Amar memutuskan mengajak makan malam di bawah dengan pemandangan pantai yang indah.
Saat Caca keluar dari kamar mandi dengan pakaian hangatnya, ia bisa melihat pasangan tengah berpelukan mesra.
"Oh, Caca udah selesai, kalau gitu aku duluan yang mandi ya Mark." Yerim memberi kecupan di pipi Amar sebelum berlalu ke kamar mandi.
Caca memalingkan wajah, memilih untuk menyibukkan diri dengan membereskan baju dan perlengkapan lainnya ke dalam koper berukuran sedang yang dibawa.
"Chantika." Panggil Amar yang kini mendekat pada Caca, ikut duduk di samping wanita itu.
"Ya?"
"Butuh koper tambahan untuk baju kotor kita?" Tanya Amar.
Caca menggeleng. "Nggak mas, ini muat kok kopernya. Baju bersih yang belum dipakai nanti masukin tas aja." Jawab Caca tanpa mengalihkan pandangan dari kegiatan membereskan baju.
"Mas jangan gini, nggak enak diliat ka Yerim." Protes Caca saat Amar memeluk dirinya dan menenggelamkan wajah di ceruk lehernya.
"Kenapa? Nggak perlu takut, Yerim juga tau kamu calon istri saya."
"Tapi nggak gini, mas nyakitin perasaan aku sama ka Yerim." Lirih Caca.
Amar enggan membalas perkataan Caca, tetap memilih memeluk Caca dan memejamkan matanya. Hingga Yerim keluar dari kamar mandi, wanita itu menatap pasangan calon pengantin dengan wajah memias.
"Kamu lagi beresin baju, Ca?"
Caca terkesiap, menoleh ke belakang dimana Yerim berdiri. "Oh iya ka." Dengan cepat ia menjauh dari Amar. "Maaf."
"Gapapa kali Ca, santai aja. Kalian kan calon pengantin, jadi wajar aja." Yerim terkekeh, mengambil duduk di tengan Caca dan Amar. "Aku juga mau beresin baju, ikut ya."
"Aku mandi dulu." Amar mencium bibir Yerim sebelum beranjak.
Senyum Yerim menghilang setelah kepergian Amar, diganti dengan memandang Caca penuh keintimidasi.
"Lain kali kalau mau mesra-mesraan sama Mark, liat tempat. Kamu harusnya menghargai aku yang masih ada diantara kalian..." Yerim berucap dengan kesal, membuat Caca menunduk dalam.
"Walaupun aku bilang gapapa, harusnya kamu ngerti kalau aku ini kenapa kenapa! Inget ya, jangan pernah naruh perasaan apapun buat Mark."
Yerim mengerang kesal, memilih bangkit dan mengabaikan Caca yang masih saja menunduk dalam. "Tolong beresin sekalian bajuku, aku mau dandan dulu. Thanks Ca."
Caca menghela napas kasar, namun tetap mengerjakan apa yang Yerim perintah. Jika seperti ini, ia tidak mau menikah dengan Amar. Ia harus mengatakan pada orangtuanya, hatinya tidak sekuat itu untuk menerima semua perlakuan buruk dan semena-mena seperti ini.
🌻🌻🌻
Amar berjalan bersisian diantara Yerim dan Caca. Tangan kanannya merengkuh pinggang Yerim yang kini terlihat sangat sexy dengan gaun malamnya dan tangan kirinya berusaha menggandeng tangan Caca yang terus ditolak wanita itu yang kini terlihat sangat manis dengan balutan dress panjang hangat. Malam ini mereka akan makan malam sebelum besok pagi pulang.Caca duduk di samping kiri Amar saat pelayan mulai menyajikan makanan di meja bundar. Awalnya ia sangat bernafsu untuk memakan seafood, kini lenyap sudah.
"Selamat makan." Ucap Yerim dengan riang.
Sepasang kekasih itu sesekali terlibat obrolan dan tertawa karena hal yang menurut mereka lucu. Melupakan atensi Caca yang kini makan dengan pelan, memilih menyimak pembicaraan pasangan kekasih itu tanpa niat untuk bergabung.
"Oh iya Ca, aku sama Mark mau ngomong serius sama kamu."
Caca mengangkat wajah, menatap bergantian pasangan kekasih di hadapannya. Meletakkan alat makannya dan menyimak apa yang akan mereka bicarakan.
"Eh gapapa, kamu sambil makan aja."
"Gapapa kok ka, aku juga udah kenyang." Bohong, padahal Caca masih sangat lapar tapi, nafsu makannya benar-benar hilang.
"Jadi aku awalin perkenalan formal ya." Yerim menatap sang kekasih terlebih dulu, saling melempar senyum manis sebelum menatap Caca sepenuhnya.
"Nama aku Yerimi Klarybel. Aku ketemu sama Mark di Amerika waktu sekolah menengah. Berawal dari teman dekat, terus saling suka, klise sih. Akhirnya kita berdua mutusin buat pacaran dan berlanjut sampai sekarang..."
Yerim terkekeh saat Amar merengkuhnya, membalas pelukan itu dengan sayang. "Pacaran sama Mark itu ngga selalu mulus, pasti ada aja ribut-ribut kecil, apalagi waktu kita pisah Negara, masalah sepele aja kadang diributin. Iya kan hon?"
"Hm." Amar mengusak hidung mancungnya pada hidung Yerim.
"Tapi, ini yang harus kamu tau Ca." Yerim kembali duduk dengan tegak, mengelus bahu Caca yang dibalut cardigan itu.
"Aku dan Mark sama-sama ngga suka hubungan terikat seperti pernikahan, terlalu ribet, karena ya... Kita berdua sangat suka kebebasan tanpa adanya kekangan hubungan. Tapi kita juga pengen punya bayi, buat pewaris selanjutnya untuk Mark."
Caca meremat gaun miliknya, kedua tangannya saling mencengkram dengan erat.
"Well, aku dan Mark sepakat buat nerima– ah bukan, maksudnya, membuat ide gimana bisa punya anak dari darah daging Mark tanpa harus aku hamil. Pasti kamu ngerti cerita selanjutnya kan, Ca?" Tanya Yeri dengan kekehan dibuat.
"Keluarga Mark nggak akan mau ngasih sebagian harta mereka kalau nggak ada ikatan darah dari keluarga mereka. Jadi kita minta tolong banget, lahirin satu anak laki-laki buat kita. Ck, bukan anak kamu sama mantan suami kamu ya, tapi anak kamu dan Mark."
"Setelah kamu lahirin penerus Mark, kamu bisa tinggalin Mark, Ca."
Hancur sudah pertahanan Caca, air matanya tidak bisa ia bendung, menangis tersedu. Mengabaikan pandangan mata orang-orang yang tertuju penasaran padanya.
"Kalian permainin pernikahan yang suci! Kalian..." Caca tak bisa melanjutkan ucapannya, menutup wajah memerahnya dengan kedua telapak tangan.
"Aku hiks... N-nggak bisa nikah sama m-mas Amar kalau akhirnya aku ditinggal hiks... A-aku ngga bisa! Dan aku ngga akan mau nikah sama dia!" Tunjuk Caca dengan berani di depan wajah Amar.
"Chantika!"
"Kalau gitu, kenapa nggak kalian aja yang bikin anak tanpa harus menikah!" Ujar Caca dengan kesal saat Amar membentaknya.
"Chantika! Jangan kekanakan! Jaga sikap kamu."
"Aku nggak kekanakan! Kalian yang kekanakan! Sinting! Bicara dengan entengnya tentang ini."
Amar bangkit, mencengkeram kedua pipi Caca hingga membuat wanita itu mendongak kesakitan.
Yerim yang melihat hal itu segera melerai, tidak ingin menjadi pusat perhatian para pengunjung."Mark, jangan main tangan." Yerim segera menjauhkan Amar dari Caca, kemudian berdiri di samping Caca.
"Sorry ya Ca. Tapi bisa, kan? Kamu buat semuanya jadi mudah? Oke?" Yerim menepuk bahu bergetar Caca. "Aku ngga mau hamil Ca, ya kamu tau kan? Orang hamil pasti akan gendut. I don't want to be ugly. Aku harus jaga badan aku, karena aku ini model."
Caca menepis tangan Yerim, berdiri menatap benci kedua orang yang sudah mebuat hatinya hancur berkeping.
"Kalian benar-benar nggak punya hati! Aku benci kamu Mas."
Caca memukul dada bidang Amar yang hanya diam tak berkutik, mencoba menahan Caca yang akan limbung karena terus berteriak dan meraung menangis.
^^^
Emosi jiwa ngetik chapter ini

KAMU SEDANG MEMBACA
Parfait ✔
Fanfiction●Markhyuck Dari awal, Caca memang sudah tidak yakin dengan keputusan orangtuanya. Kedua orangtuanya menerima lamaran dari teman lama ibunya tanpa persetujuannya. Bahkan saat melihat calon suaminya, Caca sudah tidak yakin. Apalagi, Caca mempunyai dua...