Ini yang Amar suka saat menginap di rumah orangtuanya, ia akan tidur berdua dengan Caca. Walaupun mereka belum menikah, keluarganya tidak se-kaku keluarga Caca yang membutuhkan berbagai kepercayaan untuk Caca tinggal bersamanya.
Amar bisa saja jika di apartemen tidur dengan Caca namun, pekerjaannya yang terkadang memakan waktunya, membuat ia terlalu lelah dan berakhir malas untuk sekedar berkunjung ke kamar Caca. Serta, ia masih sedikit menghargai Caca.
"Mas..."
"Mas Amar." Panggil Caca sekali lagi saat tidak ada jawaban dari Amar yang masih bergelung pada kasur sambil memeluknya dari belakang.
Caca memekik saat Amar mengeratkan pelukan dan mengecupi leher jenjangnya yang terekspos.
"Mas, aku harus bangun. Nggak enak sama orangtua kamu, Alan sama Celyn juga takut rewel."
"Ck, biarin Alan sama Celyn diurus mami. Ganggu." Amar membalikkan tubuh Caca agar menghadapnya. Kembali ia eratkan pelukannya dan menenggelamkan wajah di dada Caca.
Caca memekik terkejut saat perlakuan Amar sudah berlebihan dan melewati batas wajarnya. "Mas! Tangan kamu."
"Apa sih?! Kamu kayak anak perawan, padahal udah ngeluarin dua anak."
Caca mendelik tak suka. Kedua tangannya mendorong dada bidang Amar dengan sekuat tenaga, membuat pria itu berjarak darinya.
"Aku emang masih– Mas!"
Amar menarik Caca sehingga wanita itu berada di atas tubuhnya. Ia sudah sangat kesal karena Caca berani membantahnya berkali-kali.
"Mas! Mas Amar." Caca terus merengek untuk minta dilepaskan namun, Amar tidak mengindahkan, terus memeluk Caca dengan erat dan mengecupi seluruh wajah mungil Caca.
Pelukan mereka terlihat begitu intim saat Amar kembali menjatuhkan tubuh Caca di sampingnya, kemudian meciumi bibir tabal itu dengan tak sabar.
"Mashh nghh" Caca kembali memukul Amar saat dirasa pasokan oksigennya berkurang.
Amar menangkup wajah Caca, mengelus pipi gembil itu yang memerah alami. "Saya udah pernah bilang, jangan pernah membantah atau menolak saya." Ucapnya dengan suara rendah yang membuat Caca meredupkan binar matanya.
"Tapi, nggak kalau mas Amar udah ngelewatin batas kayak tadi, aku bisa nolak keinginan, mas. Kita belum nikah sampai bisa ngelakuin hal yang belum pantas." Caca melepaskan tangan Amar yang masih bertengger di wajahnya.
Amar tertawa mengejek, bangkit untuk duduk dan menyugar rambutnya sebelum membalas perkataan Caca.
"Kolot. Pantes aja kalau suami kamu dulu milih ninggalin kamu, pilihannya emang benar."
Caca mengernyit dahinya, ia duduk mengikuti Amar. Dari perkataan Amar, sepertinya pria itu belum tau apapun tentang dirinya. Tangan kanan Caca terangkat untuk mengelus lengan Amar.
"Mas..." Panggil Caca dengan lembut, yang membuat pria itu menoleh namun tetap mempertahankan wajah datarnya. "Kayaknya mas perlu tau tentang aku dan anak-anak, biar nggak ada kesalah pahaman."
Amar lagi-lagi tidak mengindahkan perkataan Caca, memilih bangkit menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya.
Caca mendesah pasrah, mungkin ia bisa membicarakannya nanti di apartemen.Berhadapan dengan sifat-sifat Amar yang terkadang berubah setiap waktunya, membuat Caca paham beberapa situasi yang tidak boleh ia lewati batas, atau pria itu akan sangat marah.
🌻🌻🌻
Caca kira, minggu ini akan ia jalani seperti minggu lalu di kediaman Amar, hanya ada kedua orangtua Amar. Nyatanya, sekarang seluruh keluarga besar Amar sedang berkumpul, rutinitas setiap akhir bulan katanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/246527940-288-k979091.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Parfait ✔
Fanfiction●Markhyuck Dari awal, Caca memang sudah tidak yakin dengan keputusan orangtuanya. Kedua orangtuanya menerima lamaran dari teman lama ibunya tanpa persetujuannya. Bahkan saat melihat calon suaminya, Caca sudah tidak yakin. Apalagi, Caca mempunyai dua...