Kabar baik ₁₅

3.3K 541 35
                                    

Caca tersenyum gemas saat Alan sudah sangat fasih mengucapkan huruf R serta S. Berkali kali anak itu akan memanjangkan huruf R disetiap kalimat yang terdapat huruf itu. Caca tidak keberatan dengan itu, namun Alan akan kelelahan jika terus menerus mengucap huruf R dengan panjang.

Alan sangat cepat tanggap dan sangat pintar, baru saja masuk sekolah selama empat bulan. Anak itu juga mudah berbaur dan mempunyai banyak teman yang sangat menyukainya.

Itu adalah berita bagus. Ditambah dengan berita baik lainnya yang membuat Caca semakin bersyukur. Ini akan menjadi hari baik untuk keluarga mereka.

"Hei. Kenapa senyum terus dari tadi, hm?" Amar datang mencium kening Caca yang tengah duduk di sofa ruang tamu.

Caca menahan untuk tidak terus tersenyum, namun berakhir dengan ia yang tertawa melihat raut wajah Amar yang begitu lucu.

"Kok malah ketawa? Kamu ngetawain saya, hm?"

"Nggak tuh." Caca terkekeh saat Amar menciumi seluruh wajahnya. "Mas Amar~ geli."

Caca menahan kedua pipi Amar agar berhenti menciuminya. "Aku mau kasih tau mas sesuatu."

"Apa?" Tanya Amar sambil merapihkan rambut Caca yang berantakan. "Alan yang udah bisa ngucap R? Saya udah tau, tadi dia kasih tau saya pagi pagi, seneng banget dia." Ucap Amar dengan kekehannya, tangannya beralih memeluk pinggang Caca dengan posesif.

"Tapi kamu bilangin ke Alan jangan terus terusan, nanti lidahnya bisa sakit." Lanjut Amar.

"Bukan itu." Cicit Caca, ia menurunkan tangannya dari wajah Amar, berpindah pada dada bidang Amar.

"Bunda" Panggilan itu mengalihkan kedua orangtua yang tengah bermesra. "Celyn ngantuk, Alan juga."

Caca menghela napas pelan, kemudian tersenyum sebelum membawa Celyn ke dalam gendongannya. "Yaudah yuk bobo."

"Gosok gigi dulu, jagoan." Amar mengangkat Alan yang membuat anak itu tertawa lepas.

"Mas, tolong sekalian bikinin susu buat Celyn ya." Pinta Caca, karena Celyn sudah sangat mengantuk dengan mata mengerjap di bahu Caca.

"Iya, kamu ke kamar duluan aja."

Caca mengangguk setelahnya berlalu ke kamar anaknya. Caca ingin cepat menidurkan kedua anaknya, membereskan mainan anak-anaknya setelah itu memberikan Amar berita yang akan membuat pria itu senang, tentunya.

"Ini susunya Celyn."

Caca menerima botol susu yang diberikan Amar, memberikannya pada Celyn yang setengah sadar. Ia terus mengikuti gerak-gerik Amar yang dengan telaten menyelimuti Alan dan menemani anak itu hingga tertidur. Hatinya berdesir melihat Amar yang sangat menyayangi kedua anaknya.

"Mas, aku beresin mainan anak-anak dulu ya. Nanti mas langsung ke kamar aja."

Caca berlalu setelah mendapat anggukan dari Amar. Ia dengan cepat memasukkan mainan ke dalam box, bisa ia lihat dari ekor matanya, Amar sudah lebih dulu naik ke atas dimana kamarnya dan Amar berada. Setelah mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur, Caca dengan langkah riang naik ke lantai atas.

"Mas." Panggil Caca dengan riang saat Amar sudah duduk tenang di atas kasur, bersandar pada headboard.

Amar menyambut Caca yang masuk ke dalam selimut dan pelukannya. Mencium bibir wanitanya tanpa nafsu.

"Aku mau kasih ini sama mas." Caca merogoh saku celana piyama pendeknya. Mengeluarkan benda kecil pipih yang sudah ingin ia berikan pada Amar sejak kemarin.

"Kamu... Hamil?"

Caca mengangguk dengan mata berbinar. Senyumnya semakin lebar saat Amar menerjangnya dengan pelukan dan ciuman.

"Dari kapan, hm?" Tanya Amar yang kini sudah mengukung dan masih terus menciumi pipi Caca.

"Kemarin."

"Kenapa ngga langsung bilang sama saya?"

"Nunggu waktu yang pas."

Amar terkekeh dengan keluguan Caca. Matanya menatap dalam kedua bola mata jernih milik sang istri, tangannya perlahan menyingkap piyama tanpa lengan itu, mengusap lembut perut yang akan tumbuh jagoan kecilnya.

"Besok kita periksa ya."

"Tapi, besok mas kerja?"

"Saya izin pulan siang. Setelah jemput Alan, kita ke rumah sakit."

Caca mengangguk mengerti, tersenyum hangat saat Amar menciumi perutnya. Sungguh ia sangat bahagia mendapatkan perlakuan manis terus menerus dari Amar.

Caca yakin, jika ia bisa membuat Amar nyaman dan terus mengalihkan atensi Amar dari Yerim. Suaminya itu tidak akan meninggalkannya, akan lebih baik jika bisa membuat Amar mencintainya serta meninggalkan Yerim, membuat pria itu melupakan keputusan bersama pacar bulenya. Caca akan membuat itu terjadi satu persatu.


🌻🌻🌻


Caca duduk di hadapan dokter Rena dengan gugup. Setelah ditanya beberapa hal oleh dokter muda itu, kini ia tinggal menunggu hasil.

"Yuk, cek dulu ibunya." Rena menggiring ibu muda itu untuk berbaring di medical bed.

Rena mulai memoleskan gel pada perut rata Caca. Amar yang ikut melihat sangat antusias. Bisa mereka lihat di layar, gumpalan kecil yang samar terlihat. Senyum dikedua bibir orangtua muda itu terangkat sempurna.

"Ini nggak begitu kelihatan ya. Nanti di trimester kedua bisa dilakukan usg lagi dan mengetahui jenis kelaminnya." Ucap Rena setelah selesai memeriksa kandungan Caca.

Mereka kembali duduk di tempat semula, menunggu kelanjutan apa saja yang harus dilakukan.

"Selama masih di trimester pertama, tolong atensi untuk berhubungan tubuhnya dikurangi ya. Karena, janin dan ibu di trimester pertama masih sangat lemah." Jelas Rena yang didengar dengan seksama oleh Amar dan Caca.

"Kalau ibu Caca mengalami morning sickness, bisa kembali lagi ke sini. Untuk sekarang saya beri obat untuk menguatkan janinnya dan beberapa vitamin." Rena memberi kertas berisi resep obat dan vitamin yang harus ditebus nanti.

"Dan ini, hasil usg tadi." Terakhir, Rena memberi map coklat yang berisi hasil usg.

"Terimakasih dokter." Ucap kedua orangtua muda itu.

"Sama-sama." Balas Rena dengan senyum sopan.

Setelah selesai dengan dokter, Amar segera menebus obat dan vitamin. Ia merangkul Caca dengan sayang, serta menggendong Celyn dan Alan yang berjalan dengan digandeng Caca.

"Bunda, ada dedek bayi ya di sini?" Tanya Alan menunjuk perut Caca.

"Iya, sayang." Jawab Caca.

"Karena ada dedek bayi di perut bunda, Alan ngga boleh ngerepotin bunda ya, harus mandiri sekarang, harus bisa bantu bunda juga jagain Celyn." Ucap Amar pada Alan yang mendengar dengan antusias.

"Iya papa! Alan jadi anak baik." Jawabnya dengan anggukan semangat. "Nanti kalau dedek bayinya udah lahir, boleh Alan ajak main sama Celyn juga, bunda?"

"Boleh dong. Alan harus jadi kakak yang baik ya, jagain dedek bayi sama dedek Celyn juga."

Kebahagian keluarga kecil itu sangat menghangatkan hati. Terlihat begitu lugu dan polos. Kehangatan yang bisa dirasa hanya dengan tatapan mata, nanti hingga waktu yang akan ditentukan Tuhan.

^^^


Teman teman semua, maaf ya kalau aku updatenya gak nentu gini🙏 Lagi dibebanin sama kerjaan, jadi kehabisan ide jugaaa hiks

Parfait ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang