Selesai dengan kelas tambahan, Kara beranjak keluar gerbang. Melihat dari kejauhan Elang sudah bersandar di sisi mobilnya.
Teringat akan kejadian sebelumnya, yang menimpanya. Kara mencoba tetap biasa, menjaga emosinya di depan Elang. Melihat sorot mata dingin tak tersentuh itu. Cukup membuat Kara urung menyulut Elang.
Hampir saja dia ketahuan, kalau tidak memberikan alasan logis pada Pak Rizal. Karena terlambat masuk kelas fisikia. Pun dengan Nara yang terus memandangnya dengan dahi mengernyit. Dia tahu pasti banyak pertanyaan yang akan keluar setelahnya.
Huff, cukup melelahkan hari ini. Ditambah sesi belajar yang masih harus dia lakukan. Menjadi mentor Elang, itu tidak ada dalam benaknya.
Melangkah mendekat, Kara hanya melirik. Saat Elang beranjak masuk ke dalam mobil. Diikuti olehnya yang hanya terdiam tanpa kata.
Dalam perjalanan, hening menemani mereka. Berpikir sesuatu mungkin dapat mencairkan suasana diantara keduanya. Tapi apa, batin Elang keras. Bingung atas situasi yang baru pertama kali dia alami. Kalau biasanya lawan bicaranya yang lebih aktif. Tapi sekarang, bahkan Kara terlihat enggan hanya untuk menoleh ke arahnya.
Tenang Elang, batinnya bersuara. Dia harus dapat mengendalikan emosinya. Atau sampai nanti tatapan ketakutan Ara, akan terus bertahan. Dia tidak mau itu terjadi. Masuk ke besmen apatemen. Dia memberhentikan mobilnya di tempat biasa. Membuat inisiasi untuk membukakan pintu mobil Ara.
Ara menatap bingung, namun menyambut uluran tangan Elang. Berjalan bersisian sepanjang jalan menuju lift. Mungkin hanya perasaannya. Tapi Elang sama sekali tidak melepaskan genggaman tangannya. Kara sebenarnya penasaran, kenapa dibawah ke apartemen. Tapi lebih baik dia ikuti dulu langkah Elang.
Keluar lift, Elang kembali membimbingnya. Berjalan menuju unit milik Elang. Tanpa melepas genggaman, Elang memasukan kode. Kara hanya diam mengamati gerak gerik Elang.
Masuk apartemen, Kara memperhatikan sekelilingnya. Terlihat mewah untuk apartemen yang ditinggali sendiri, pikir Kara. Genggaman tangan terlepas, melihat Elang yang sudah berlalu. Kara melepaskan raselnya, mulai mengeluarkan alat tulis dan buku yang diperlukan. Elang kembali, membawa minuman dan sekotak kue kering. Meletakkan di meja, berjauhan dengan lembaran soal.
"Duduk Ra," perintah Elang. Yang sudah duduk beralas karpet. Kara mengikuti Elang, duduk disamping Elang.
Sementara Kara sibuk dengan lembaran soal. Elang bergerak merapat kesisi Kara. Kembali menautkan jemari mereka. Mengalihkan fokus Kara pada soal-soal tersebut. Menatap mata Elang kawatir, apalagi menyadari kedekatan mereka.
"Jangan takut Ra," kata Elang pelan. Balik menumbuk mata Kara. Yang masih lekat menatapnya. Menatap mata jernih itu teduh. Elang akan berusaha menghilangkan ketakutan di hati Ara terhadapnya.
Menghembus napas pelan. Kara yakin dapat melakukan ini. Ujarnya dalam hati. Lalu memberikan lembaran soal pada Elang.
"Elang, coba kerjain soal ini," kata Kara memberikan soal. "Setelahnya kita koreksi sama-sama," sambung Kara. Merasa tidak ada sahutan dari Elang. Membuat Kara kembali berpaling menatap lelaki disampingnya.
Kara merasa bingung, "Apa ada yang salah dengan penampilanku?" Tanyanya. Dibalas gelengan kepala oleh Elang.
Situasi diantara mereka seakan kaku. Tapi dia merasa lebih baik seperti ini. Sejak masuk apartemen, Kara sudah memakai bahasa yang lebih baku. Apa karena sesi belajar ini, ujar Elang dalam hati. Elang tidak berpikir panjang soal itu. Mungkin akan lebih baik menggunakan aku-kamu. Batinnya kembali bersuara. Masih menatap Kara, dia kemudian mulai beralih fokus pada soalnya. Tanpa melepaskan tautan jemari antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER
Romancesatu insiden didepan sekolah membuat Kara gadis cuek, polos dengan mata indahnya dipaksa masuk kedalam kehidupan seorang Elang. Dengan segala perlawanan yang diberikan Kara tidak mampu membuat Elang berhenti untuk mendekat dan memaksa Kara untuk men...