15. Brother

839 163 32
                                    

"Kak Sunghoon, kapan kakak bangun hm? Sudah dua hari penuh kita tidak mengobrol dan membicarakan hal-hal konyol."

Kak Sunghoon koma. Aku sangat merindukan suaranya, pelukannya, usapan lembut yang selalu ia berikan kepadaku, aku merindukan semuanya.

Setiap pulang sekolah, aku akan kemari menemani kak Sunghoon. Duduk dikursi samping ranjang rumah sakit, menggenggam tangannya kemudian menceritakan apa saja yang sudah kulalui selama di sekolah. Para suster sampai menatapku iba.

Tidak ada satupun dari keluarganya yang menjenguk ataupun menemani kak Sunghoon disini.

Kutidurkan kepalaku diatas sisi ranjang kak Sunghoon. Diriku kembali menangis. Ingin sekali rasanya memeluk kak Sunghoon dan menghujani seluruh bagian wajahnya dengan kecupan.

Tapi nyatanya tidak ada perkembangan dari kesehatan kak Sunghoon. Akibat tusukan pada perutnya, kak Sunghoon kehilangan banyak darah.

Aku bersedia menjadi pendonor darah untuknya. Merelakan sebagian kecil darahku untuk orang yang sangat kucintai.

"Kak, kumohon bangun. Kakak tidak kasihan padaku yang selalu menangis. Bukankah kakak selalu melarangku untuk menangis?"

Lagi-lagi tak ada jawaban. Kak Sunghoon seolah masih betah berada di mimpi indahnya.

Punggungku ditepuk pelan dari belakang. Aku menoleh, kudapati kak Heeseung yang tengah membawa kantung plastik berisi makanan sambil tersenyum miris.

"Makanlah. Daritadi pagi kau belum makan apa-apa." Titahnya kemudian mengajak diriku untuk duduk di sofa ruangan kak Sunghoon.

"Mau kakak suapi?" Tanya kak Heeseung lalu membuka kotak bekal itu.

Isinya nasi goreng buatan Eomma. Makanan yang selalu menjadi favoritku meski masih banyak makanan yang jauh lebih lezat di luaran sana.

Tanpa seizinku kak Heeseung menyuapiku. Ia begitu telaten. Ketika melihatnya seperti ini, aku jadi teringat masa kecilku yang selalu dimanjakan oleh kak Heeseung.

Saat masih kecil kak Heeseung selalu menyayangi dan melindungiku dari orang yang benci kepadaku. Bahkan ketika nenek yang membenci dan selalu menjelek-jelekkanku, kak Heeseung selalu membelaku.

"Kau masih sama dengan Ji-na ketika waktu kecil." Ujarnya.

Ia terus memperhatikanku ketika makan dan tersenyum lembut.

"Kakak bukannya ada rapat OSIS di sekolah ya?"

"Sebenarnya iya, tapi karena aku lebih menyayangimu dibanding jabatan OSIS itu makanya aku kemari." Tutur kak Heeseung.

Aku hanya ber-oh ria.

"Minumnya."

Kak Heeseung menyodorkan sebotol air putih. Aku mengambilnya lalu meminumnya.

"Jay ingin menemui besok."

Uhuk uhuk!
Aku terbatuk-batuk karena terkejut.

"Aku tidak ingin menemuinya." Tolakku.

"Ji-na, aku tahu kau masih marah padanya. Tapi kumohon temui dia besok. Bukankah semua orang memang memiliki kesalahan masing-masing? Sudah sepatutnya kita saling memaafkan dengan sesama manusia."

Helaan napas panjang keluar. Sejujurnya, aku masih sangat marah dan kesal atas tindakan kak Jay yang mencoba membunuh kak Sunghoon.

Tubuh kekasihku harus terbaring di atas ranjang rumah sakit juga karena ulahnya.

"Baiklah. Dia ingin menemuiku dimana?"

"Besok, dia akan menjemputmu. Jay tidak mengatakan dimana ia akan menemuimu."

ᴅᴀʀᴇ || ᴘᴀʀᴋ ꜱᴜɴɢʜᴏᴏɴTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang