I H Y H M - 3

4.8K 411 7
                                    

"Jisung pulang...." Jisung melangkahkan kakinya pelan. Ia waswas kali ini, sudah pukul 8 malam dan ia baru pulang.

PLAK!

Satu tamparan keras itu mendarat di pipi Jisung. "MAU JADI APA KAMU HA?!!! LIHAT SEKARANG JAM BERAPA!!"

"Ayah... maaf.."

"Maaf? Kamu mau jadi apa kalau pulang malam seperti ini ha?! Sekarang ke kamar! Tidak ada makan malam!"

Jisung mengangguk tersenyum kilas pada ayahnya kemudian beranjak dari hadapan pria paruhbaya itu.

"Jisung salah ayah, maaf... hah~ kali aja aku bilang begitu. Mimpi! Jisung.. Jisung. Bodoh! Ah bukan Jisung.. kamu itu.. Icung? Yakan?" -

"Sorry ya aku ambil alih bentar. Kamu tidur aja. Anggap tadi itu karena ayah kamu khawatir. Semua akan baik baik aja Ji.. baik baik aja.."

.

.

"Mana Jisung?" Haechan membuka suara merasa ada yang kurang di meja makan malam ini. Ia melihat sekeliling, Jisung tidak ada.

"Ayah hukum dia."

Brak!

"Hukum? Hukum atau mau bunuh dia? Ayah gak kasih dia makan? Kenapa?!"

"Dia pulang malam."

"Ha? Yah? Echan juga sering kali pulang malam, larut lagi.. gak pernah tu ayah hukum, kenapa Jisung?"

Pria itu berpura pura menatap fokus makanannya. Dia takut melihat tatapan menindas putra putranya. Itu mirip dengan ibu mereka. Sangat mirip.

"AKGHHH!!!!"

Mark menegak, suara teriakan itu mengalihkan pandangan Mark dari ayahnya. Ia berlari kencang mencoba membuka pintu yang terkuncu dari dalam itu.

"JISUNG??? Kamu kenapa hm? Kenapa? Hey? Ini kakak.. ini kak Mark.. Jisung?"

"Kak?? Kakak!! Hiks... tadi.. tadi mama datang-hiks- ma.. mama bilang Jisung harus ikut-hiks- Jisung gak mau..."

"Tidak... tidak ada mama di sini sayang. Jisung bangun yuk, mau makan?"

"Makan? T-tapi ayah bil-"

"Gak usah turutin ayah, ayo makan." Haechan memapah tubuh adik bungsunya itu menuju meja makan melewati ayahnya yang menatap datar Jisung.

.

.

"Lihat kan Ji? Kamu sudah paling bagus ikut mama sama Chenle. Ngapain di sini? Gak guna tau gak?"-

"Nggak! Jisung gak mau pergi! Jisung... masih punya tujuan di sini! Lebih baik kamu pergi!"

Jisung meringkuk dalam, sesekali bergumam lirih. Ia hanya ingin melihat bulan malam ini. Melihat bagaimana 'bulan'nya tak lelah berjuang untuk bersinar di malam gelap. Bersyukur jika ada para bintang.. jika tidak? Bukankah bulan akan hilang cahayanya? Iya, bulan patah semangat untuk bersinar. Yah.. sebenarnya konsepnya bukan seperti itu. Tapi menurut logika Jisung yang random, itu tercetus.

.

.

"Chenle, sayang... ingat ya.. Jisung adik kamu, Jisung adalah orang baik yang harus kamu jaga. Ya? Punggungnya penuh beban nak. Kamu bantu dia meringankan bebannya ya?"

Chenle yang masib berusia 3 tahun tak pernah mengerti apa yang ibunya maksud. Dia... hanya tau kalau dia sangat menyayangi adiknya ini.

"PERGI! KAMU SUDAH MEMBUAT MAMA PERGI KENAPA KAMU TIDAK IKUT HA?!!"

"Ka-kakak? Maaf-hiks-Jisung minta maaf."

Bukan salah Jisung sebenarnya. Ini lah beban punggung yang berat yang pernah ibunya katakan.

"Kamu gak mau pergikan? Yasudah biar aku yang ikut mama!"

"J-jangan kak! Jangann!!"

Crak

"J-jisung? KENAPA KAMU HA? J-jisung... bangun.. maaf kakak yang salah Jisung??" -

"KAKAK! KAK MARK! KAK RENJUN!! TOLONGG!!"

....

"Bekas jahitan di punggungnya... tidak akan hilang, mungkin agak sedikit samar nantinya." Ucapan dokter itu membuat mereka sedikit lega. Bungsunya selamat. Haechan yang menangis dipelukan Renjunpun bangkit.

"Apa ini? Kamu apakan dia Chenle?!"

Sang empu tertunduk. Rasa bersalahnya cukup besar. Chenle merutuki diri betapa bodohnya dia berbuat nekad seperti itu di depan adiknya.

"Maaf... Chenle salah.. tapi sungguh Chenle tidak bermaksud! Chenle tidak ingin dia terluka!"

"Kamu mau melukai dirimu sendiri? Iya? Begitu maksudmu?" Tuduh Mark, dan itu benar adanya.

"Chenle... kakak tau kamu marah, sekarang kamu paham kan? Apa yang mama pernah bilang tentang punggung Jisung. Mama tau semuanya Chenle, makanya sebelum ia pergi mama berpesan demikian." Ucapan Renjun benar. Mamanya berpesan jika ia harus meringankan beban di punggung Jisung.

Namun, semua tak begitu setelah kematian Chenle. Kecelakaan yang terjadi saat ia berusia 14 tahun itu membuat Jisung kembali di benci dan membopong beban berat lagi.

"INI SEMUA KARENA KAMU! ADIKKU JADI SEPERTI INI KARENA KAMU! DASAR PEMBAWA SIAL!" Bentakan yang terdengar jelas keluar dari mulut Jaemin. Jisung merunduk.

Tidakkah kalian tau? Jisung yang paling hancur di sini.

"Chenle... mau ajak aku tidak? Apa tidak sepi di sana? Mama mana bisa di ajak main. Aku ikut ya?" Jisung menarik kursi itu menjajarkan dengan lingkaran tali yang tepat berada di atas kepalanya.

Jisung yang berumur 13 tahun, sudah lelah.

"JISUNG?! APA APAAN KAMU!"

Sedikit lagi... tapi gagal. Batin Jisung sebelum akhirnya kesadarannya menghilang.

.

.

.

"Maaf, aku belum mau ikut untuk sekarang. Chenle sabar ya? Nanti! Nanti ada saatnya kita main sama sama."












→←→←→←→←

Maksa banget hiks:( tapi yaudahlah ya:)

I Hope You Hear Me ¦ Jisung NCT[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang