I H Y H M - 8

3.8K 362 10
                                        

"Mana Jijie?"

"Di tidur Chan.. dia tidur.."

"Maksudmu?!"

"Ya tidur? Apa lagi?"

"O-oh.. huhh~"

Haechan menghela nafas. Kalimat Jeno tadi menakutkan. Sangat menakutkan. "Dia... hanya tidurkan? Tidur yang bermimpikan? Jeno?"

"Iya chanie~ dia hanya tertidur. Dia tidak pergi, dia tidak akan setega itu."

"Aku takut, Echan hanya takut. Jijie sudah nampak lelah. Aku takut, takut dia menyerah kak.."

"Sstt... Jisung itu kuat. Mama saja bisa bertahan beratahun tahun. Kenapa Jisung harus pergi cepat?"

"Jisung sudah 17 tahun hidup Jeno. Aku mengingatkanmu, 17 tahun menanggung beban itu. Aku takut dia menyerah. Aku takut!" Haechan mengusap wajahnya.

"Aku mau bertemu Jijie!"

"Tidak! Tidak sekarang. Jisung baru saja tertidur Echanie. Dia menjagamu beberapa hari terakhir. Dia sudah cukup lelah."

"Jeno?"

"Hm? Kenapa? Kamu tidak percaya?"

"Jijie tau penyakitku ya?"

Oh astaga! Jeno melupakan itu!

Jeno sendiri tidak tau apa Jisung sudah mengetahuinya atau belum. Jeno berdiri, "Aku akan menemuinya, kamu tidur saja. Aku mohon istirahatlah." Ucap Jeno sebelum akhirnya keluar dari ruang rawat Haechan.

.

.

"Kenapa? Kenapa harus kak Chanie juga? Kenapa? MAMA TAU KAK CHANIE TAK SEKUAT JISUNG KAN?! Mama taukan? Kenapa harus? Kenapa..."

Jisung. Pemuda itu lelah. Setiap hari hanya bisa bertanya pada bayang bayang. Bertanya 'kenapa' tanpa sebuah jawaban.

"Jisung harus disini terus kan? Itukan mau mama? Iya! Jisung turuti! Setidaknya... setidaknya berikan semua rasa sakit kak chanie pada Jisung ma.. Jijie mohon.."

"Mama bukan Tuhan sayang... mama tidak bisa.. seandainya bisa harusnya mama yang meminta agar kalian tidak merasakan yang mama rasakan.."

Jeno membuka pintu itu. Ia melihat kini si bungsu tengah meringkuk mencengkram erat rambutnya. Jisung menangis di pojok sana.

"Jijie? Tenang sayang.. Haechan itu kuat kaya kamu. Percaya sama Haechan, dia sekuat mama. Sekuat kamu juga.."

Jeno memeluk Jisung. Si bungsu kini pasrah, pundaknya bergetar hebat. Ia menumpahkan segalanya di pelukan Jeno.

'Ma.. lihat bayi kecil ini.. lihat, dia lelah. Tapi tolong.. Jeno minta satu ini saja. Jangan bawa dia dulu. Jangan bawa Haechan dulu.' Batin Jeno sambil mengeratkan pelukannya pada Jisung.

.

.

"Tae.. kamu beneran gak ke rumah sakit? Anak kamu dua loh yang di rawat."

Taeyong mendongak menatap Johnny. "Masih banyak saudaranya di sana."

"Goblok? bego? apa gila si kamu ini? Anak anak kamu sibuk Tae. Sekalipun gak sibuk, kamu seharusnya di sana."

Taeyong menatap fokus pada berkas yang ada di depannya. Ia tak menghiaraukan Johnny.

"Kalau nanti mereka pergi jangan menyesal Tae." Johnny muak, ia akhirnya meninggalkan Taeyong yang masih fokus pada berkasnya. Berpura pura fokus lebih tepatnya.

Sepeninggal Johnny dari ruangan Taeyong ponselnya berbunyi.

Itu nomor asing.

"Hmm." Deheman di sebrang terdengar jelas.

"Ini anak bungsu kamu bukan sih? Taeyong."

Suara itu terdengar lagi. Namun di sebrang sana terdengar suara langkah si penelpon.

"Ayo ngomong. Ini ayah kamu nih."/ "a-ayah? Kenapa kasih tau ayah? Kalian ini bodoh? Aku bukan anaknya!"

Lupakan masalah penculikannya. Kalimat itu, yang bungsu ucapkan itu sangat menyakitkan.

"Aku ayahnya. Jangan sampai aku melihat dia terluka. Apa mau kamu?"

"NGGAK! JANGAN KESINI! MEREKA BANYAK!!"/"DIAM! Jangan bersuara kamu."

"Kesini. Bawa uang seratus juta tanpa senjata dan polisi. Paham?"/"JANGAN! JA- AKHH!! A-ayah jangan.. jangan kesini kumohon.."

/PLAK!

"KAU! SUDAH KU BILANG JANGAN APA APAKAN DIA!"

"Upsie... aku tidak sengaja~"

Ucapan penelepon itu membuat Taeyong geram. Belum lagi ingin membalas, sambungan telpon itu sudah di putus sepihak.

Taeyong menggeser nomor lain di sana. Ia menekan, menunggu beberapa saat sampai tersambung- "tunggu." Taeyong mematikan panggilannya. "Ponselku sudah di sadap."

"Jae.. Jo, keruanganku sebentar." Setelah mengirim pesan itu Taeyong berdiri.. mondar mandir sesekali menatap pintu.

Pintu terbuka memperlihatkan Johnny dan Jaehyun di sana. "Ada apa?" Johnny bertanya dengan malas. Ya, bagaimana ya? Kan belum lama tadi ia kesal dengan prilaku Taeyong.

"Anakku, Jisung. Dia di culik. Tolong aku."

"Ha? Kamu gak bercanda kan?"

"Jae? Apa aku pernah bercanda?"

"Oh? Ya nggak sih."

"Mana sini, alamat? nomornya?"

"Nomornya privat. Tapi dia udah kasih alamatnya. Cuma kalian yang aku percaya sekarang."

"Ya ya ya. Ini alamat di gedung perusahaan setengah jadi yang gagal itu kan? Aku pernah kesana."

Jaehyun meneliti alamat itu lagi. "Hmm... Apa ada yang orang itu katakan?"

"Tunggu, ponselku otomatis merekam percakapan telepon."

Setelah mendengar percakapan itu Johnny hampir kalap. Tapi mau pada siapa?

"Suara ini tidak asing.. yakan Jo?"










→←→←→←→←

Jadi latar waktu pas d kantornya Taeyong itu udah *esok hari, paginya*. Kalau yg d rumah sakit itu *tengah malam*

^^

>tinggalkan Jejak bila berkenan<

I Hope You Hear Me ¦ Jisung NCT[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang