Rasti mengamati Dea yang tengah tertidur. Memandang wajah polos gadis manis itu.
Kalau dipikir-pikir, Dea manis juga kalau lagi tidur. Batinnya.
Rasti mengamati kamar Dea. Cat dinding kamarnya berwarna soft pink dan langit kamarnya berwarna biru laut, dihiasi dengan gambar-gambar penghuni laut. Ada meja belajar yang merangkap menjadi meja rias. Terlihat, ketika ada beberapa deretan bedak, parfum, sisir dan peralatan rias anak kecil yang lucu.
Lemari pakaian yang besar dan ada lemari kaca yang di dalamnya terdapat perhiasan mainan, bando, jepitan rambut, topi dan deretan terbawah ada sepatu ala putri yang terdapat di film anak-anak.Rasti terfokus pada bingkai foto yang berada di atas meja belajar. Rasti dapat melihat papah Dea yang tengah menggendong Dea. Hatinya menghangat tatkala melihat tawa papah Dea saat mengamati Dea yang cemberut.
Rasti yakin, sebelum foto itu diambil, terjadi sesuatu yang mengakibatkan bibir mungil itu mengerucut beberapa centi.
Rasti bangkit dan duduk di sisi ranjang Dea. Mengikat rambutnya asal. Tak sengaja matanya melihat bingkai yang dibalik. Tangan Rasti tergelitik untuk mengetahui apa yang ada di balik bingkai hitam itu.Rasti membalik bingkainya, ia terdiam mengamati foto yang ada di dalamnya. Rasti yakin, wanita yang tengah menggendong seorang bayi inilah mamah Dea. Wanita berparas manis seperti Dea. Rasti dapat melihat kemiripan wanita ini di diri Dea. Terutama matanya. Mata bulat dengan bulu mata lentik. Karena percaya atau pun tidak. Dea lebih mirip papahnya.
Srreeggg
Rasti menoleh ke arah pintu. Di dapatinya Daton dengan kaos polo putih dan celana lepis selutut. Rasti membedakan foto Daton yang berdiri di sana dengan Daton yang ada di dalam foto.
Perubahannya drastis. Matanya tak setajam yang di foto. Matanya kuyu dengan lingkar hitam di sekeliling matanya. Tubuhnya pun lebih kecil dari yang di foto. Yang lebih mencolok adalah, binar matanya tak sehangat di foto. Daton yang sekarang duduk di sisi ranjang, papah Dea yang kini mengelus dan mengecup putrinya itu. Matanya, binar di matanya. Hampir sama sekali tak ada binar.
Mata itu beku.
"Terimakasih karena Anda bersedia kemari."
Tatapan Daton masih terfokus ke arah putrinya. Rasti terdiam, orang yang kaku. Batinnya.
"Sama-sama, lain kali, jangan memaksa Dea untuk melakukan apa yang tidak dia suka."
Daton menoleh ke arah Rasti, "Tapi, ini demi kesembuhan dia. Saya sudah berbicara dengan Farah. Besok Dea izin tidak masuk."
"El-anda bisa lebih halus membujuk Dea. Bukan memegangi Dea dengan cara di paksa."
Daton menghela napasnya, "Saya mengerti dan saya menyesal."
Rasti mengengguk, ia bangkit dan mengecup dahi Dea. Daton menegakkan badannya dan mengantar Rasti keluar kamar Dea.
"Tunggu.."
Rasti berhenti ketika Daton menahannya. Memegang pergelangan tangan Rasti. Rasti menoleh.
"Bisakah kita bicara sebentar? Teh? Kopi?"
Rasti mengangguk lalu mengikuti Daton dari belakang. "Teh, terimakasih."oOo
Daton mempersilahkan Rasti duduk di singel sofa yang berada di sampingnya. Dia dan Rasti kini berada di ruang keluarga.
Daton mengulurkan tangannya "Nama saya Daton Ariendra Tritayasa. Sebelumnya kita belum berkenalan secara formal."
Rasti menerima uluran tangan Daton dan menjabatnya "Rasti, Rasti Kinasih."
"Seperti yang anda ketahui, Dea sangat berharap memiliki seorang ibu."
hal ini lagi? Batin Rasti kesal.
"Dan dia berharap, kalau ibunya itu kamu."
Rasti menunduk, menatap jemarinya yang entah kenapa lebih menarik dari pada lelaki di depannya.
Masih modus?! Dewi dalam batin Rasti membuang wajahnya acuh.
"Bagaimana saya bisa tau kalau itu permintaan Dea? Harapan Dea?" Rasti bertepuk tangan pada dirinya sendiri karena berani mempertanyakan hal itu.
"Anda bisa menanyakannya langsung pada Dea atau menanyakannya pada Farah."
"Kalau gue nggak mau?"
Rasti mengesampingkan kenyataan bahwa pria di hadapannya ini adalah kakak ipar pemilik taman kanak-kanak tempatnya bekerja. Urusan pecat di pecatnya pikirin nanti, batinnya.
Daton mengangkat bahunya acuh, "Saya tidak memaksa."
Rasti bangkit dan meneguk tehnya sampai habis. Melangkah melewati Daton yang mengamati tingkahnya.
"Mau kemana?"
"Urusan gue di sini udah selesai. Waktunya gue pulang."
Daton melihat jam Rolex ditangannya. Bangkit hanya untuk menahan Rasti.
"Ini udah jam satu lewat lima belas menit. Masih jam rawan kejahatan. Saya tau kamu bawa motor. Kamu mau di begal di tengah jalan? Menginap saja di sini. Terlalu berbahaya."
Rasti menyingkirkan tangan Daton dari lengannya.
"Gue nggak takut."

KAMU SEDANG MEMBACA
Janda Vs Duda
ChickLitJanda tapi masih perawan. Duda udah punya ekor satu. Bagaimana mereka menyatu? "Sekali-kali main dong ke kamar aku, siapa tahu kita khilaf."