51

854 146 0
                                        

Pada hari ke tiga Alana dan Edgar kembali ke kantor Adrian. Menurut resepsionis seharusnya saat ini Adrian sudah kembali dari tugas di luar kota.

Alana bergerak gelisah dalam duduknya, ia sudah bertekad kalau hari ini ia tak juga bertemu Adrian, maka ia akan pulang ke Indonesia. Ia merasa itu pertanda kalau dirinya memang tidak berjodoh dengan Adrian.

"Sabar, mungkin bentar lagi dia datang. Masih jam setengah sepuluh juga." Edgar menenangkan Alana.

"Kalau dia nggak datang, Gar?"

"Besok kita kembali ke sini lagi. Pokoknya gue akan terus antar lo ke sini sampai lo ketemu dia."

Alana hanya mengangguk pelan. Sejujurnya ia merasa sungkan karena sudah banyak merepotkan Edgar.

"Lan, gue ke toilet bentar nggak papa?"

"Iya, lo pergi aja."

Edgar pergi meninggalkan Alana seorang diri. Alana terus menatap ke arah pintu masuk sambil berhitung dalam hati. Sudah sepuluh menit menoleh hingga lehernya kram tak nampak tanda-tanda Adrian akan datang. Edgar juga tak kunjung kembali dari toilet.

Alana menundukkan kepala, ia menghela nafas berat. Mengapa untuk bertemu saja begitu sulitnya. Samar-samar ia mendengar seseorang bercakap melewati dirinya. Suara itu, suara yang sangat dikenalnya.

Adrian sedang bercakap dengan seorang wanita Asia menggunakan bahasa Inggris. Mungkin rekan sekerjanya, pikir Alana. Karena saking terkejutnya ia bahkan sampai lupa memanggil Adrian.

Ia hanya diam dan memperhatikan dua orang itu berjalan melewatinya. Adrian tidak menyadari kehadirannya. Saat Adrian semakin menjauh darinya, ia baru tersadar dan buru-buru ingin memanggil Adrian.

Tapi segera ia urungkan saat ia melihat mereka berhenti dan sang wanita membetulkan letak dasi Adrian yang sedikit miring.

Hati Alana mencelos. Sungguh bukan pemandangan seperti ini yang ia inginkan. Lidahnya terasa kelu, ia tak punya tenaga untuk memanggil Adrian lagi.

Apalagi setelah dilihatnya Adrian tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Senyum itu senyum yang sangat manis, yang dulu hanya menjadi milik Alana.

Kini Alana sadar, mengapa Adrian tak sekalipun membalas pesannya. Semuanya telah berlalu, posisinya telah tergantikan dengan gadis lain.

Mungkin Adrian menghindarinya karena ingin menjaga perasaan kekasih barunya. Alana merasa ia harus tau diri. Kini ia bukan siapa-siapa bagi Adrian. Walau tak ada kata perpisahan terucap dari mulut Adrian.

Alana meraih tas selempangnya, ia bergegas keluar dari lobby. Tanpa menunggu Edgar. Ia tak tau ke mana tujuannya. Nanti akan ia pikirkan. Sementara ini biar ia menjauh dulu dari Adrian. Jangan sampai pria itu menyadari keberadaannya.

Pasti dirinya akan tampak sangat menyedihkan, sudah dicampakkan bukannya move on, masih saja mengharapkan Adrian.

Edgar melihat Alana berlari keluar lobby, ia bergegas mengejar dan berteriak memanggilnya.

"Alana! Alana!"

Adrian dan gadis Asia yang sedang berjalan bersamanya bersiap memasuki lift. Sebelum pintu lift tertutup ia masih sempat mendengar seseorang menyebut sebuah nama. Sebuah nama yang sampai saat ini akan membuat hatinya sakit jika mendengarnya.

"What happened?" Gadis Asia itu panik melihat ekspresi Adrian yang tiba-tiba berubah pucat.

"Nothing."

***

Edgar berhasil mengejar Alana hingga ke jalan raya. Ia segera mencekal tangan gadis itu. Alana berontak, berusaha melepaskan diri dari Edgar.

Keadaanya sangat kacau, wajahnya bersimbah air mata. Pasti ada sesuatu yang terjadi, pikir Edgar.

"Ada apa?"

"Gue mau pulang, Gar."

"Iya, tapi 'kan belum ketemu Adrian?" Dengan sabar Edgar berusaha membujuk Alana.

"Pokoknya gue mau pulang! Gue mau pulang! Gue nggak mau ada di sini." Alana menangis histeris, ia tak peduli jika menjadi tontonan orang-orang di sana.

"Iya, iya nanti kita pulang."

Teman Tapi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang