chapter 09

4.3K 727 267
                                    

"ayah yakin dengan ini?" Tanyanya sangsi kepada sang ayah. Pria yang hampir berusia satu abad itu mengangguk mantap. Meletakkan secangkir cairan pekat diatas piring kecil dan kembali melihat kearah tiga pemuda didepannya yang tengah menuntut penjelasan.

"Tapi kenapa harus aku?" Si bungsu mendengus, sementara dua lainnya hanya menunggu jawaban saja. "Dengarkan ayah berbicara terlebih dahulu. Kau aku kirim ke pack itu untuk memudahkan kita mengetahui apa yang akan mereka lakukan."

"Meski hubungan keluarga kita tidak begitu baik dengan mereka, tapi dengan fakta bahwa kau merupakan mate dari anaknya itusedikit menguntungkan. Kita tidak perlu susah-susah memikirkan cara agar salah satu dari kalian masuk kedalam pack mereka."

Pemuda bersurai coklat madu itu menggeram marah, kenapa takdir harus membuatnya menjadi mate dari musuh keluarga? Apa Dewi bulan sengaja mempermainkan takdirnya?

Memikirkan akan berinteraksi dengan salah satu dari mereka saja tidak pernah, kini ia harus menetap dan berpura-pura menjadi baik disana. Hah, apa tidak ada lagi hal yang lebih sial dari ini?

"Dan kau.." telunjuknya menunjuk pada yang tertua diantara mereka bertiga. Si sulung menatap sang ayah tenang. "Aku ingin kau mendekati si bungsu."

Alisnya terangkat sebelah, refleks bola matanya bergulir kepada sepupunya yang juga sama-sama tengah menatap ke arahnya. "Aku? Kenapa bukan--"

"Aku sengaja. Dekati dia hingga kau mendapat kepercayaannya dan juga keluarganya, lalu setelahnya bersikaplah seolah kau terobsesi pada si bungsu itu. Lalu saat itu tiba, serahkan pada sepupumu yang akan bertindak sebagai pahlawan yang menyelamatkannya darimu, paham anak ku?"

Ia mengangguk paham atas apa yang ayahnya katakan. Ternyata seperti itu, misi balas dendam ini cukup menarik ternyata. "Setelah semua itu, kau bisa melanjutkannya dengan rencana yang sudah kau susun nak." Ucapnya menatap sang keponakan yang sedari tadi tidak membuka mulutnya.

Keponakan malangnya itu hanya mengangguk, "jika semua berjalan sesuai rencana, ku pastikan penyerangan akan kita lakukan tepat satu bulan setelah upacara mating si bungsu itu."

"Tapi ingat, siapapun diantara kalian, jangan pernah libatkan hati dan perasaan kalian. Itu hanya akan menyulitkan kita nantinya. Kalian paham?"

"Paham ayah."

Cinta? Cinta ya? Ia bahkan tidak pernah tau bagaimana bentuk dan rasa cinta. Tidak pernah merasakan apa yang pamannya barusan katakan itu.

Jangan menggunakan perasaan? Perasaannya saja sudah mati dari sejak lama. Dirinya yakin, tidak akan pernah melibatkan dua hal yang pamannya sebutkan. Cinta dan perasaan.

"Kalau begitu kalian boleh pergi." Ketiganya melangkah meninggalkan ruangan yang didominasi warna hitam dengan banyak lilin yang berjejer dari pintu menuju singsana sang pemimpin.

Ada banyak ukiran dewa dan Dewi di dinding juga langit-langitnya. Dibagian dinding sebelah kiri ada bunga mawar yang menjalari dinding. Menutup tembok itu dengan daun dan bunganya yang masih berupa kuncup.

Pintu tinggi didepan mereka terbuka, sebelum benar-benar pergi, orang yang mereka panggil ayah kembali memanggil mereka.

"Ingatlah sebelum memasuki kawasan Huang, gunakan parfum werewolf kalian. Terutama kalian berdua anak ku, tidak lupa jika kita adalah vampir kan? Dan...












... haechan, gunakan kekuatan mu untuk mengelabui mereka. Buat mereka percaya bahwa kau adalah werewolf sama seperti mereka. Samarkan aroma vampirmu."

Rogue |NoRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang