Chapter 15

540 69 4
                                    

Drrrtt!

Drrtt!!

Dering ponsel di atas meja itu membuat seorang gadis harus berpaling mata dari layar laptopnya menuju ponselnya. Untuk sementara, ia harus mem-pause film yang tengah ditontonnya dan bangun dari tidur tengkurapnya untuk menggapai sesuatu di meja di sebelah ranjangnya. Ia berencana untuk tidak mengangkatnya jika itu adalah orang yang mungkin akan mengajaknya keluar apartemen, karena ia sedang asyik menikmati me-time nya. Namun ketika ia melihat nama pemanggil yang tertera pada layar, seketika itu juga ia langsung teringat pada tetangga penghuni apartemen sebelah, yaitu Mikasa.

"Halo Paman Levi?"

"Oh, halo. Historia, apa kau melihat Mikasa? Sudah beberapa kali Paman menelfonnya namun belum bisa tersambung sampai saat ini. Ada yang ingin Paman sampaikan untuknya"

Historia menoleh kearah jam dinding. Menunjukkan waktu dimana seharusnya Mikasa sudah pulang dari tempat kerjanya.

"Umm... untuk sekarang seharusnya dia sudah pulang. Dan juga tadi aku sempat mendengar langkah kaki melewati apartemenku, kurasa itu Mikasa. Tapi tunggu Paman, akan coba kuperiksa dia diapartemennya"

Historia tidak mengakhiri sambungannya dengan Levi dan kemudian berjalan agak cepat kearah pintu Mikasa. Setelah berusaha beberapa kali mengetuk-ketuk pintu dan memanggilnya tapi tak timbul sahutan dari dalam, Historia memutuskan untuk memutar knop pintu Mikasa yang tidak terkunci itu. Melihat ke seluruh isi ruangan, Historia tak menemukan keberadaan Mikasa.

"Paman, Mikasa tidak ada di ruangannya"

"Apa? Kemana dia? Apa dia ada urusan? Aku bahkan tak ingat kapan terakhir kali dia izin kepadaku untuk keluar malam sebelum ini"

"Sepertinya begitu. Tapi aku juga tidak tahu Paman..." ucap Historia sambil memicingkan mata kearah ranjang Mikasa. Disitu ia menemukan beberapa barang yang tercecer, dan yang menjadi pusat perhatiannya adalah secarik kertas dengan tulisan tangan yang ditemukannya diatas barang-barang tersebut. Lalu Historia membacanya, dan menyimpulkan sesuatu dari itu.

"Eh?" pekiknya.

"Paman, sepertinya Mikasa memang sedang pergi keluar"

"Kemana dia?"

"Tempatnya mungkin tak jauh dari sini"

"Kau menemukan sesuatu? Beritahu padaku. Aku akan menyusul Mikasa untuk memeriksanya"

"Lavender Garden... kurasa dia juga sedang bersama dengan seseorang"

-

Pandangan mata hitam milik Mikasa belum lepas dari mata hijau zamrud milik Eren. Perasaan yang beraduk antara terkejut dan bingung seakan menjadi sihir yang menjadikannya hanya mematung di tempat. Namun tidak selepas Eren mengalihkan pandangannya kedepan kembali. Si pemilik mata hitam itu seolah tersadar dan kemudian menunduk, bimbang atas apa yang harus dilakukannya saat ini.

"Eren ke-kenapa kau..." lirih Mikasa sembari masih terpaku ditempatnya berdiri.

"Duduklah"

Eren mempersilahkan Mikasa untuk duduk disampingnya. Mikasa berjalan pelan, lalu mendaratkan dirinya pada sisi kosong bangku taman itu. Suasana menjadi canggung, keduanya tidak langsung memulai pembicaraan, melainkan hanya memandangi sekitar. Saat mata mereka sedang sibuk melirik-lirik karena dilanda kecanggungan, tiba-tiba pandangan mereka bertemu lagi untuk kedua kalinya. Kali ini Eren mencoba memulai pembicaraan mereka untuk pertama kalinya.

"Kau sudah mengobati lukamu?"

"Ah itu.. umm.. belum" jawab Mikasa sambil mengamati luka pada sikunya. Karena penasaran, Eren sedikit memposisikan kepalanya untuk mengintip luka itu. Namun Mikasa menyembunyikannya, tak ingin Eren melihatnya.

Interstellar [EreMika]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang