Laura lega, masalah sudah teratasi. Pada saat bersamaan bus yang ditunggu datang. Sebelum naik bus tersebut lebih dulu berterima kasih atas pertolongan Bara yang selalu ada saat dia membutuhkan.
"Terima kasih, atas bantuannya. Aku duluan," ucap Laura, lalu melangkah masuk ke dalam bus tersebut.
Bara tidak bisa membiarkan Laura pulang sendiri. Ada sesuatu yang ingin diberikan. Namun menunggu waktu yang tepat agar kado darinya sampai ditangan Laura.
Kebetulan isi bus sangat padat, jangankan kursi kosong, tempat berdiri pun berdesakan. Laura merasa tidak nyaman karena berada diantara orang-orang tak dikenal.
Bus itu tiba-tiba ngerem mendadak hingga membuat penumpangnya terdorong ke depan. Untungnya Bara sigap menahan bahu Laura.
Laura melirik ke belakangnya mengangguk pada Bara sebagai tanda terima kasih. Baru saja menegakan posisinya bus itu ngerem dadakan lagi. Kali ini Laura kesal.
"Hei Mr. Driver! Tolong yang benar bawa mobil! Kami bukan barang, kami manusia yang harus dilindungi!" teriak Laura bernada geram.
Sepertinya tidak ada respon dari supir bus tersebut. Hanya tatapan aneh dari penumpang lain. Bara sendiri jadi geli melihat Laura salah tingkah.
"Apa ucapanku salah? Mengapa mereka menatap aneh?" gumam Laura pelan.
Bara yang ada di belakang Laura hanya bisa mengulum senyum tipis. Pada saat itu penumpang bus satu persatu turun dan kebetulan sekali kursi kosong tepat di pinggir Laura. Laura hendak menempati kursi tersebut, namun seorang nenek tua datang. Dan tentu saja Laura membiarkan kursi kosong tersebut pada si nenek. Namun tak disangka seorang pemuda menduduki kursi itu tanpa melihat keadaan.
"Yang benar saja. Hei kau! Apa tidak malu dengan nenek ini. Yang duduk itu seharusnya orang yang lebih tua! Kau tidak sadar pada diri sendiri!" teriak Laura tak perduli tatapan orang padanya.
Pemuda itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Melirik ke sampingnya lalu berdiri memberikan kursi kosong untuk nenek tersebut.
"Maafkan saya. Silahkan nenek duduk," ucap pemuda itu mempersilahkan sang nenek.
Si nenek tersenyum menatap Laura yang masih setia di sisinya.
Setiap tempat bus itu berhenti, dan menyisakan penumpang yang terus berkurang hingga akhirnya Laura dan Bara bisa duduk berdampingan.
Laura fokus ke pemandangan di luar. Sedangkan Bara sibuk memikirkan kado yang disembunyikan di dalam ranselnya.
"Ya Tuhan. Kuatkan lah hatiku," doa Bara dihatinya, agar lebih berani memberikan kado pada Laira.
Perlahan menarik resleting ransel tersebut. Sebelah tangannya bersiap merogoh kado untuk diberikan pada wanita di sampingnya.
Hingga akhirnya Bara memberanikan diri memberikan kado itu pada Laura. "Selamat ulang tahun. Ini untukmu." Bara menyodorkan kado tersebut ke depan Laura.
Sesaat Laura terdiam. Matanya berkedip-kedip menyadarkan dirinya. Perlahan dan pasti menerima kado pemberian dari Bara. "Terima kasih," ucapnya pelan, memegang kado kecil tersebut.
Bara tersenyum bahagia. Jika hasilnya seperti ini, maka kenapa tidak dari tadi memberikannya. Syukurlah berjalan lancar.
Laura melihat dari kaca bus. Gedung tinggi mewah dan bersinar terang nampak sebentar lagi. Ia menegakan tubuhnya meninggalkan tempat duduk tersebut. Sesudah menekan bel yang tak jauh itu.
Bus itu berhenti tepat di depan gedung mewah tersebut. Dengan langkah pasti Laura ke luar. Namun tanpa diketahui Bara mengikutinya.
Bara tidak berani menampakan diri, ia hanya memberi jarak dari keberadaan Laura.
Laura sudah hampir sampai di pos security, tapi langkahnya terhenti, lalu menoleh ke kiri dan ke kanan, meyakinkan tidak ada orang. Merasa aman dia mulai mendekati tong sampah yang ada di dekat pos security. Tanpikir lagi membuang kado pemberian dari Bara. "Beres." Laura menarik napas panjang, sepertinya merasa lega sesudah membuang hadiah ulang tahunnya.
Tentu saja perbuatan wanita itu disaksikan oleh pemilik kado tersebut. Bara jadi lesu, mendadak moodnya buruk ketika melihat dengan mata kepalanya sendiri. Kado yang ia siapkan dengan susah payah dibuang begitu saja ke tong sampah pula. Benar-benar sangat menyakitkan.
Walaupun begitu Bara tidak putus asa. Ia tetap akan mengembalikan kado tersebut ke tangan pemiliknya. Dan sekarang kado tersebut sudah kembali ke tangannya. Dia mulai melangkah hendak melewati pos security.
"Tunggu! Bisa tunjukan kartu identitas!" pinta lelaki tinggi besar, berpenampilan rapih lengkap seragam dinasnya.
Untung saja Bara membawa kartu identitas. Menyodorkan pada security.
Security itu meneliti kartu identitas Bara. Kemudian mengembalikan setelah membacanya.
"Id kartu kepemilikan penthahouse?" pinta Security hampir tidak ada batasnya.
"Id kartu? Saya tidak memilikinya," jelas Bara tanpa ragu.
"Jadi anda bukan penghuni gedung ini?" tebak security tersebut.
"Bukan. Saya hanya ingin memberikan ini pada Nona Laura," jelas Bara sembari menunjukan kado kecil di tangannya.
"Anda ingin bertemu siapa? Di sana, Tuan bisa menghubungi orang yang dimaksud," ucap penjaga keamanan itu, santun namun tegas.
"Oh, di sana. Baiklah saya sendiri akan bertanya."
Tanpa pikir lagi, melangkah menuju bagian resepsionis. Dia mulai bertanya pada seorang perempuan berpenampilan anggun dan cantik.
"Maaf, boleh minta tolong?"
Perempuan itu tersenyum ramah waktu pertama kali melihat Bara. "Oh iya. Ada yang bisa saya bantu?"
Bara menunjukan kado tersebut. "Boleh nitip ini."
"Ke pada siapa Pak?"
"Kepada Laura Watson. Ini milik beliau yang tertinggal," ucap Bara sembari menyodorkan kadonya.
"Baiklah. Saya pasti akan menyampai kado ini. Apa Bapak mau bertemu dengan beliau, barangkali ingin memberikan langsung?" Tawaran perempuan anggun itu sangat menggiurkan. Tapi sayang Bara tidak mungkin melakukan itu. Karena dia yakin Laura pasti menolak.
"Tidak. Saya. Titip saja, sebelumnya terima kasih."selepas memberikan kado Bara pergi. Kembali ke dunianya.
Satu jam telah berlalu sejak Bara menitipkan kado tersebut. Laura melangkah cepat hendak menemui kurir yang meneleponnya. Tidak pernah terpikir kan perempuan bagian resepsionis memberikan kado yang sudah ia buang di tong sampah.
"Seseorang menitipkan ini untuk anda..oramg itu mengatakan kado tersebut adalah milik anda," ucap perempuan anggun tersebut. Memberikan kado itu ke tangan Laura tanpa masalah.
Laura nyengir, walau nampak kaku. "Terima kasih." Laura terpaksa membawa kado itu bersamanya, walau dihatinya menolak keras.
Ada dua bingkisan di tangannya, yang satunya paket yang ia harapkan. Dan yang satunya kado yang kembali lagi setelah dibuang.
Laura kembali ke dalam penthahouse-nya. Setelah melewati sepuluh nomor yang tertera di lift.
Meletakan kado dari Bara sembarang. Dia lebih fokus pada paket yang masih terbungkus rapih. Harapan yang sangat besar ketika membuka bungkus paket tersebut. Setelah plastik dan dus kecoklatan itu berhasil dia buang. Nampaklah sepasang sepatu cantik yang begitu berkilau bagaikan emas batangan.
"Wow! Sesuai dugaanku, belanja di happy shop tak pernah kecewa," ucap Laura sendiri, tersenyum bahagia. Ketika merasakan high heels sangat pas di kedua kakinya.
Tapi tiba-tiba senyumnya lenyap, ketika melirik kado yang tergelatak di atas kasur.
Laura pikir tidak ada salahnya melihat isi kado tersebut. Siapa tahu berharga. Penuh rasa keyakinan akhirnya Laura memutuskan membuka kado pemberian dari Bara. Tapi kenyataannya tidak berharga yang ia kira.
"Apa ini gelang rajutan? Kenapa dia memberikan gelang aneh." Dimasukan gelang hasil kerja keras Bara selama dua minggu ke dalam dus kecil. Lalu membuang dus kecil tersebut ke tong sampah.
Lima menit kemudian, Laura mengambil dus kecil tersebut, dan membiarkan barang itu menempati lemarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Love
FanfictionLaura Watson. Walaupun berasal dari keluarga sederhana, tidak pernah meninggalkan pekerjaan. sehingga dia sukses jadi wanita karier. Tinggal di penthahouse mewah, memiliki kendaraan sendiri. Selain itu parasnya juga cantik, Laura primadona di tempat...