14 Maret 20xx : 05.00 sore
Sunghoon masih mencari pemuda itu ke segala tempat yang sudah disarankan Jongseong sebelumnya. Kolam renang komplek, perpustakaan pusat, sampai ke penampungan hewan. Namun hasilnya nihil. Sampai Sunghoon melihat mobil yang familiar baru saja meninggalkan restauran kecil, tanpa ragu ia menghentikan bus yang melaju walaupun usahanya gagal.
"Sial."
"Lo dimana.."
Saat Sunghoon hendak membalikkan badannya untuk kembali mampir ke rumah Jongseong, matnya menangkap sesosok pemuda bertubuh mungil itu sedang bersender di dinding samping restauran, memperhatikan Sunghoon dari jauh sambil menyeruput ntah apa itu tapi terlihat seperti vanilla latte?
Secara tiba-tiba tenggorokan Sunghoon jadi kering, ia menjadi pemuda yang sangat kaku dan terlihat awkward. Malu maluin.
Pemuda itu mulai menggerakan kakinya—niat pergi dari tempat itu, bergegas Sunghoon berlari kecil dan mengimbangi jalannya.
"Uh.. halo?"
Berhenti. Pemuda itu menghela nafas kecil sebelum menoleh, lalu Sunghoon bisa melihat jelas sudut bibir itu tertarik ke samping—agaknya berpura pura tersenyum ramah.
"Halo?"
"Hai, gue Sunghoon." dibalas dengan anggukan, Sunghoon menelan ludahnya. Sebisa mungkin menjaga gerak geriknya agar terlihat agak lebih normal dari sebelumnya. Ia tidak mau dianggap sebagai om om creepy yang suka menggoda gadis gadis di pinggir jalan.
"Gue.. mau nanya, boleh?"
"Iya?"
"Gue cuma.. uh—maaf sebelumnya kalau kedengeran aneh tapi apa lo pernah ngalamin gejala anomali temporal di hidup lo?" Lelaki itu diam, menatap Sunghoon sampai membuat Sunghoon agak sedikit salah tingkah.
Dirasa tak kunjung dapat respon, Sunghoon melanjutkan obrolannya.
"Maksud gue anomali temporal tuh—"
"Tau. Gue tau apa itu anomali temporal."
"Mm, bagus kalau gitu! Dan secara spesifik, apa berarti lo juga ngalamin—"
"Hari yang sama terus terjadi dan berulang?"
Hening. Dua duanya tidak ada yang melanjutkan percakapan, Sunghoon sibuk dengan rasa takjubnya. Mencoba mencerna kalau ia baru saja bertemu dengan orang yang mengalami hal yang sama persis dengannya.
Karena yang ia tau, hanya dia satu satunya yang mengalami ini sampai ia menganggap dirinya ini pusat dari segalanya. Dia yang mengontrol semuanya. Tapi tidak, faktanya ada manusia lain yang sama sama menjadi pengontrol.
"Wow. Oke? Wow.."
Lelaki itu menarik sudut bibirnya, menyunggingkan senyum tipis sebelum kembali menyeruput lattenya.
"Gue kira cuma gue doang yang rasain hal ini."
"Well, ternyata ada orang lain juga." pemuda itu mulai berjalan pelan, Sunghoon mengimbangi langkahnya.
"Iya.. uh—gue pernah liat lo sebelumnya. Di kolam renang, lo yang nangkep bola renang kan? Jujur, itu belum pernah terjadi sebelumnya. Gue pikir lo satu satunya yang bisa bergerak bebas, makanya gue cari lo kemana mana."
"Oh ya?"
"Iya, selembaran tentang anjing hilang punya lo jatuh. Dan pas gue coba telpon, ternyata nomor telponnya bukan punya lo."
"Iya, emang bukan." senyum lagi, hati Sunghoon menghangat untuk kedua kalinya. Ia menghela nafas lega sambil secara tidak sadar ikut menyunggingkan senyumnya.
"Jadi, lo udah lakuin apa aja?"
"Nangkap maling, nyari jodoh.."
"Wah, beneran?"
"Enggak. Eum.. Gue otodidak belajar nyetir mobil. Karena gue pikir kalau gue nabrak pun gak akan jadi masalah karena ya lo tau sendiri, waktu—"
"Waktu terus berulang."
Dua duanya terkekeh, dirasa nyambung dalam obrolan.
"Gue punya rencana buat sembuhin penyakit kanker.." mata membulat dengan alis yang sedikit terangkat, pemuda itu reflek menolehkan kepalanya ke arah Sunghoon.
"—dengan waktu yang terus berulang gini, bisa gue pakai buat terus cari solusinya. Dan kalau berhasil nanti, gue bisa selamatin banyak orang."
Dibalas dengan anggukan kecil, "Wow? Terus sekarang gimana?"
Menghentikan langkah masing-masing, pemuda itu tampaknya penasaran tentang keinginan Sunghoon untuk menyembuhkan orang-orang pengidap penyakit kanker.
"Uh.. ya gitu. Belum ada kemajuan. Sama sekali."
"Mungkin keinginan lo terlalu tinggi?"
"Ya, mungkin? Seharusnya gue coba sembuhin cacar air aja kali ya?"
"Atau panu?"
"Bisul?"
Keduanya tergelak, sampai menyisakan hening diantara keduanya. Pemuda dengan ukuran tubuh yang lebih mungil dari Sunghoon itu membuang lattenya ke tempat sampah dan memasukkan kedua tangan ke kantong hoodienya.
"Well—Sunghoon, senang rasanya ketemu sama lo tapi gue harus pergi."
"Oh?"
Pemuda itu melanjutkan langkahnya, dengan Sunghoon yang masih mengikuti dan mengimbangi langkah mereka. Ia tau bahwa pemuda itu cukup terganggu akan kehadirannya tapi, Sunghoon merasa ia harus terus bersamanya. Mungkin karena mereka sama sama mengalami hal yang sama? Atau ntah lah, Sunghoon tidak tau pasti.
"Lo tau hal yang sama akan terjadi lagi besok, kan?"
"Iya. Tau, kok."
Mereka berhenti di depan mobil sedan silver yang Sunghoon rasa itu adalah milik si pemuda.
"Ini keren, jadi satu-satunya orang yang tau apa yang terjadi nanti. Tapi juga—aneh."
Pemuda itu berdiri dengan tangan yang sudah membuka pintu mobil, menatap Sunghoon, alisnya terlihat sedikit mengerut. Membiarkan Sunghoon untuk melanjutkan apa yang ingin ia ucapkan.
"Semua kejadian udah terjadi ribuan kali. Rasa rasanya, semua orang keliatan kaya tidur sambil berjalan. Mereka pikir ini nyata."
"Iya, kaya—semua orang bermimpi dan cuma kita yang bangun." pemuda itu menimpali.
"Lo benar." Sunghoon menatap lekat pemuda itu, seujujurnya, ia sedikit berharap si pemuda tidak pergi begitu saja. Ia ingin lebih lama, kenal lebih dekat.
Hening lagi, tak lama suara gonggongan anjing terdengar memecahkan keheningan yang terjadi diantara mereka. Ekspresi wajah Sunghoon sedikit sumringah, lesung pipinya timbul, seketika ia tau apa yang harus ia lakukan.
Tangannya menggenggam pergelangan tangan si pemuda mungil sebelum menarik si pemuda pergi. Meninggalkan ekspresi bingung tercetak jelas di wajahnya.
"Sebelum lo pergi, ayo ikut gue."
_______________________________
can't believe it took a longgggg time for this chapter blame my lazy ass for not cooperating.
KAMU SEDANG MEMBACA
map of tiny perfect things | sungjake
RomanceSunghoon dan Jake, bertualang untuk menemukan semua hal kecil yang membuat satu hari menjadi sempurna.