○●○
Yup. Seperti yang udah dispoiler oleh Haris kemarin, kelompok EXPO ku berakhir dengan produk kaos. Sebenarnya ini merupakan pilihan yang paling aman, karena semua anggota menolak mentah-mentah ide untuk meluncurkan produk makanan. Selain ribet dan memakan waktu, membuat makanan juga butuh skill yang tidak akan didapati dari kelompok kami.
Jadilah sepulang sekolah di sinilah kami, di kediaman Zefa. Belum ganti seragam, tapi perut sudah terisi -itu yang terpenting. Sudah satu jam lebih kami berdiskusi diselingi kegiatan tidak berkepentingan meski lebih dominan bermain dan bersantainya.
"Ya udah. Berarti gue, Bea, sama Desi ke tukang kaos. Kalian sisanya ke tukang stiker sama paper bag"
"Okay setuj-"
"Bentar," Dengan tangan terangkat aku menginterupsi mereka yang sudah mengangguk menyetujui ucapan Haris. "Gue ke tukang stiker sama paper bag aja mending" Lanjutku, yang sebenarnya lebih tepat jika aku mengatakan 'Kok jadi gue sama Haris sih, tadi rundingannya ga begitu.'
"Ya ga bisa dong, kan lo yang tau tempat tukang kaosnya" Sanggah Haris yang terduduk menyilangkan kaki di hadapanku.
"Ya udah lo tuker aja sama Aji" Protesku lagi sembari menunjuk pemuda di sofa sedang rebahan dengan ponselnya -yangku doakan terjatuh mengenai wajah tupainya.
"Ga mau lah, masa gue nyia-nyiain kesempatan gini"
Kutatap sinis si pemilik bibir tumpah. Apa maksudnya kesempatan? Kesempatan apa yang tak ingin dia sia-siakan, huh?!
"IYA. UDAH" Skak Ara kemudian. "Intinya gitu. Sekarang ayo berangkat" Ia berdiri dari duduknya, kemudian melanjutkan "Ga usah banyak protes, yang penting kelar."
Ya... Sudah...
Mau gimana lagi, yang terpenting aku tidak akan berbonceng- "Sama gue ya" an dengan Haris.
Sial!
Nih anak ya, benar-benar!
"Gue sama Desi lah" Tolak ku sembari menghampiri Desi yang berdiri di samping motornya.
"Tapi gue ga bisa gonceng orang. Mending bener lo-"
"Gapapa, gue yang gonceng" Sela ku menampilkan senyum yang sebenarnya sangat amat terpaksa, alias AKU PUN GA BISA GONCENG ORANG.
Oke, tidak masalah, yang penting motornya jalan.
Butuh waktu sepuluh menit untuk kami memperdebatkan masalah bonceng-membonceng. Namun akhirnya keputusanku tidak kalah, aku yang akan membonceng Desi. Doakan selamat sampai tujuan. Biarkah Haris menjomblo di motornya yang berjarak tak jauh di belakangku menuntun takut-takut aku masuk selokan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haris Itu...
Teen FictionHaris itu... Januar. Ah, bukan. Haris itu laki-laki yang ku temui hampir setiap hari dalam kurun waktu tiga tahun. Berbalut putih abu-abu, Kisahku dan Haris seperti kelabu. Tidak jelas antara putih atau hitam, Tidak pasti antara terbiasa atau nyaman...