6. Pamit

60 2 0
                                    

Ayam sudah berkokok tapi alarm ku belum berbunyi. Ku tengok HP ku. Masih jam 03.00 am tenyata. Kalau aku tidur lagi takut kesiangan karna ini udah hari Senin aku harus kerja.

Mas Devan tak ada di kamar. Pasti dia tidur di ruang tamu lagi.

Aku bangun dari tempat tidur. Menggeliatkan badan, rasanya bener-bener gak karuan. Sepertinya enak sekali dipijitin ini mah. Jadi ingat sama mbok Sarmi tukang pijit di rumah Emak. Aku jadi pengen pulang udah 2 bulan juga sejak aku pindah ke rumah ini belum sekali pun mampir. Bahkan menelepon juga engga. Dasar anak macam apa aku ini.

Ku ambil jilbab ku dan keluar kamar. Tujuan ku langsung ke dapur, dan membuka kulkas. Mengambil sebotol air dan minum.Teguk demi teguk ku rasakan dinginnya.

Aku ingat kalau hari ini mertua mau pergi ke rumah bude Santi ada acara yasinan dan Mas Devan mungkin juga nanti kesana jadi pagi ini aku angetin sayur yang kemarin. Buat apa capek-capek masak karna Bapak Mamak jarang sarapan pagi-pagi. Pasti nanti gak nderes dan langsung ke rumah bude Santi.

Ku berjalan ke ruang tamu dan benar saja Mas Devan tidur di sofa. Menatapnya dalam diam. Mengingat kembali kalau 2 hari lagi aku bakal ditinggal ke Jakarta. Ku berjalan ke arah Mas Devan, mengelus rambutnya. Mencium kening nya. Tiba-tiba dia membuka mata dan duduk.

Dia melihat jam di dinding. Lalu mengucek matanya.

"Huaaamm...kok udah bangun jam segini Dek?."

"Iya Mas aku gak bisa tidur."

"Kenapa?"

"Aku hanya terpikir sebentar lagi Mas kan pergi. Nanti kalau Mas di Jakarta aku mau tinggal sama Emak aja Mas. Oiya besok sore kesana ya Mas pamit Sama Emak Abah."

"Iya dek rencana Mas juga mau kesana besok. Kalau kamu memang mau tinggal disana ya gak papa kan kerjanya juga lebih deket."

"Makasi ya Mas."
Sambil ku peluk pinggang Mas Devan. Ku pejamkan mata merasakan bau tubuhnya.

Mas Devan pun membalas pelukan ku dan mengelus kepala ku.

"Mas janji ya disana jaga diri dan jaga hati."

"Iya dek Mas janji. Kamu juga hati-hati ya jaga diri juga."

Aku hanya bisa mengangguk dan tiba-tiba suasana jadi menyedihkan sampai aku meneteskan air mata.

Istri mana yang tidak sedih mau ditinggal suami merantau jauh.
Mas Devan hanya mengelus-elus kepala ku. Aku pun beranjak berdiri.

"Ya udah Mas aku mau ke dapur dulu beres-beres."

"Iya dek Mas mau tidur lagi nanti bangunin ya."

"Heem."

Ku lakukan aktifitas ku seperti biasa. Memasak dan beres-beres. Setelah semua selesai ku persiapkan peralatan kerja ku. Ku bangunkan Mas Devan. Lalu pamit kerja.

"Kok tumben jam segini udah mau berangkat dek?"

"Iya Mas ada banyak kerjaan, biar aku gak ngebut-ngebut juga di jalan."

"Ya udah hati-hati ya."

.
.
.
Hari itu pun tiba, hari dimana Mas Devan berangkat ke Jakarta. Aku ambil ijin masuk setengah hari.

"Mas ini yakin semuanya udah beres gak ada yang ketinggalan kan? Aku bawa ke depan ya?" Ku tutup tas ransel Mas Devan.

"Iya dek udah semua."

Semuanya udah aku siapkan udah beres. Ku berjalan ke ruang tamu. Ada mertua ku dan Edi sudah menunggu.

"Hai Sa!" Sapa Edi.

"Eh iya Hai juga Edi." Balas ku

"Ini udah semua Sa, kamu udah pastiin ini gak ada yang ketinggalan kan?" Tanya ibu mertua ku.

"Iya Mak udah." Jawab ku

"Gitu jadi istri tu nurut aja, jadi istri yang baik biar suami juga nasib nya baik." Kata ibu mertua ku.

Aku hanya mengangguk saja.
Mungkin kata-kata nya begitu menyayat hati ku tapi biar lah nanti juga kalau Mas Devan pergi aku gak akan disini.

Sementara itu mobil travel yang menjemput Mas Devan udah dateng.

"Mak Pak Devan berangkat dulu ya, doakan Devan berhasil." Mas Devan bersalaman dengan mertua ku.

"Iya Le jaga diri ya. Hikkss hiksss..." Ibu mertua ku menangis melepas kepergian anaknya.

Aku pun tak kuasa menahan air mata ini. Sungguh pemandangan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.

"Dek Mas pamit ya." Mas Devan berpamitan pada ku lalu mencium kening ku.

Aku hanya bisa mengangguk dan mematung.

Mas Devan dan Edi masuk ke mobil. Melambaikan tangannya. Mobil itu pun membunyikan klaksonnya seraya pergi menjauh.

Aku masuk kamar dan menumpahkan air mata ini. Hanya bisa berdoa semoga yang terbaik yang selalu menghampiri Mas Devan.

Tak lama ku dikamar. Ku usap air mata ku. Aku mau pulang ke rumah Emak. Ahirnya ku ambil tas ku lalu keluar kamar.

"Mak Pak Salsa mau pulang ke rumah. Semalem Salsa udah bilang sama Mas Devan kalau Salsa mau tinggal disana selama Mas Devan gak ada. Biar Salsa kerjanya juga deket."

"Kenapa langsung pulang gak besok aja Sa." Kata ayah mertua.

"Engga Pak biar besok juga enak kerjanya. Salsa pamit ya assalamu'alaikum" kucium tangan ayah dan ibu mertua ku.

Ku Berjalan ke garasi. Menuntun motor keluar. Menata tas baju ku. Ku hidupkan motor lalu pergi. Ibu mertua tak mengatakan apapun masih menangisi kepergian anaknya. Bahkan tak menatap kepergian ku.

Aku yakin sekali dulu ibu mertua ku begitu antusias saat pertama kali bertemu dengan ku. Entah apa yang salah semakin kesini semakin aku dicuekin.
.
.
.
Sampai dirumah Emak Abah.
.
.
.
"Assalamu'alaikum, Mak Bah Salsa pulang. Assalamu'alaikum."

Belum ada yang menjawab. Ku coba buka pintu rumah. Ternyata di kunci. Pada kemana orang rumah biasanya kalau di kunci gini perginya jauh.

Ku coba telpon juga tak ada yang mengangkat. Kemaren gak ada apa-apa kok gak ada yang bilang kalau mau pergi harusnya mereka tau hari ini aku pulang.

Tiba-tiba ada WhatsApp mengejutkan dari Rahma adik ku.

Teh, Emak di klinik pak Anton. Semalem dipukulin sama Abah.

Seketika kaki ku gemetar dan tak kuat untuk berdiri. Aku pun lemas dilantai. Kenapa  Abah begitu lagi. Aku harus bagaimana sebagai anak tertua.

Ibu ku selalu dapat perlakuan kasar dari ayahku. Bisa di bilang KDRT tapi ibu tak pernah mau membahas hal ini pada ku. Ibu selalu sabar semarah apapun Abah.

Ku usap air mata yang membasahi pipi. Ku tinggalkan tas baju. Lalu bergegas ke Klinik Pak Anton. Dengan perasaan cemas ku hidupkan motor.
Semoga saja tidak terjadi hal buruk seperti dulu. Jika iya kali ini aku tidak akan memaafkan nya.

*****

Terimakasih sudah membaca 😊🙏
Mohon dukungannya ya 🙏

Nafkah atau MusibahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang