15. Merelakan

3 2 0
                                    

***JENG JENG JENG!

CHAPTER 15 UPDATE! HAHA, SIAPA YANG GREGETAN NUNGGUIN CERIRA A DEAL UPDATE?

HM, INI BARU AWAL KONFLIK PENDUKUNG, GUYS. KONFLIK PENDUKUNG LOH, YA. BUKAN KONFLIM UTAMA.

SO, LANGSUNG BACA AJA!

HAPPY READING!***

****

Alia tengah merenung sembari menyenderkan tubuhnya di sandaran bangku yang berada di balkon kamarnya, ditemani dengan hembusan angin malam yang menerpa wajah putih bersih milik Alia.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22:12 WIB, tetapi gadis berambut sebahu yang diikat satu di belakang belum juga masuk ke kamarnya untuk mengistirahatkan seluruh anggota tubuh dan otaknya. Ia masih saja bergelut dengan pikirannya sesekali mendengar suara jangkrik yang menghiasi sunyinya malam.

Entah mengapa, nama Lyana selalu berputar selama beberapa hari ini di pikiran Alia seakan enggan untuk enyah. Bayangan Ardhan yang mengatakan bahwa Lyana menyukai kekasihnya pun ikut menghantui pikirannya. Sepertinya Alia harus mencari solusi atas semua ini.

Alia tahu apa yang harus Ardhan lakukan dan ia sudah memikirkannya selama beberapa hari ini.

"Sepertinya ini solusi yang tepat," gumam Alia menyimpulkan. "Meski sulit," lanjutnya.

Kemudian Alia berdiri dari duduknya dan masuk ke kamarnya, tak lupa menutup pintu balkon kamarnya terlebih dahulu.

***

Ardhan duduk berhadapan di depan Alia. Ia bingung dengan kekasihnya yang tiba-tiba saja mengajaknya bertemu di sini. Biasanya, Alia akan meneleponnya jika ada urusan mendesak, tetapi hari ini berbeda.

Waiter datang di tengah kebingungan Ardhan, dengan membawa nampan berisi dua cangkir coffee latte yang Alia pesan beberapa menit yang lalu.

Ardhan mengambil cangkir yang sudah diletakkan Waiter tersebut di hadapannya, kemudian menyeruputnya perlahan. Rasanya sangat nikmat sekali, terlebih di luar baru saja selesai hujan. Namun itu tak mampu mengusir kebingungan Ardhan.

Ardhan meletakkan kembali cangkir yang ia pegang di atas piring kecil yang dijadikan alas untuk cangkir tersebut. Kemudian ia menatap Alia yang sedang menatapnya dengan tatapan tidak bisa diartikan. Tatapan yang tidak sama sekali Ardhan ketahui maksudnya.

"Kamu mau bicara apa, Al? Biasanya kamu langsung nelepon aku kalau ada perlu," tanya Ardhan mengawali.

Alia membenarkan posisi duduknya sebelum menjawab pertanyaan dari Ardhan.

"Aku udah tau apa yang harus Kak Ardhan lakukan." Ardhan menyernyit.

"Maksudnya?"

"Beberapa hari yang lalu Kakak bilang ke aku, kalau Kakak nggak tau apa yang harus Kakak lakukan saat tau Kak Lyana suka sama Kakak. Nah, sekarang aku tau apa yang harus Kakak lakukan," jelas Alia menjelaskan.

"Apa?" tanya Ardhan penasaran.

"Balas perasaan Kak Lyana." Kernyitan di dahi Ardha semakin tercetak jelas. Ia semakin tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Alia.

"Maksudnya gimana, sih?" Wajah Alia berubah menjadi serius.

"Kita putus dan Kak Ardhan pacaran sama Kak Lyana." Ardhan membelalakkan matanya tak percaya.

Pacaran dengan Lyana? Tidak. Ardhan hanya menganggap Lyana sebagai sahabat. Ia memang menyayangi Lyana, tetapi hanya sekedar sahabat.

"Kamu jangan ngaco deh, Al. Aku nggak mau," tolak Ardhan cepat.

A DEAL [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang