Tuhan sengaja menitipkan kepedihan, agar kita tau, seberapa lembut hati di ciptakan
-Aji Saka Pratama
-
-
-
Gemilang langit malam sangatlah indah kala itu. Taburan bintang dan cahaya bulan seakan menerangi gelapnya malam, memberikan sentuhan magis pada suasana yang sepi. Angin sepoi-sepoi menambah rasa kenikmatan tersendiri bagi Bumi. Dia tersenyum, merasakan kebahagiaan yang tulus saat bisa menikmati malam itu bersama keluarganya. Ini adalah salah satu momen langka yang dia syukuri, mengingat betapa cepatnya kehidupan bisa berubah.
"Terus, sekarang perasaan kamu gimana?" tanya Jayadi, memandangi sang anak dengan penuh perhatian. Wajahnya menunjukkan kecemasan yang tersimpan di hati.
"Gak tau yah, waktu itu aku pengen peluk dia, tapi aku tahu kalau dia udah sepenuhnya milik keluarga barunya," jawab Bumi sambil menunduk, suara lembutnya bergetar. Kenangan akan ibunya masih menghantuinya, dan perasaan kehilangan itu sulit untuk diungkapkan.
"Rasanya gimana, dek?" tanya Saka, yang duduk di sebelah Bumi, berusaha membantu adiknya mengungkapkan isi hatinya.
"Pedih, sakit bang," Bumi menjawab dengan nada yang menggetarkan, menahan air mata yang ingin tumpah.
"Dengerin abang," Saka mengelus pundak Bumi lembut, mencoba memberikan kenyamanan. Bumi memandang Saka, berusaha menangkap makna dari kata-kata yang akan diucapkan.
"Tuhan sengaja menitipkan kepedihan agar kita tahu seberapa lembut hati diciptakan," ucap Saka sambil tersenyum, berusaha menyalurkan semangat kepada adiknya.
"Benci boleh, sedih juga boleh. Tapi kamu gak boleh lupa kalau dia masih jadi ibu kamu. Di dunia ini, gak ada yang namanya mantan anak atau mantan ibu."
Bumi terdiam, merenungi ucapan Saka. Kata-kata itu membawanya kembali pada kenangan indah bersama ibunya, namun juga mengingatkan akan kenyataan pahit yang harus diterima.
"Boleh sedih, nak, tapi jangan berlarut-larut. Gak baik buat kesehatan kamu," kali ini Jayadi yang bersuara, menambah dukungan dengan nada lembut.
Mereka berdua tahu betul bahwa Bumi adalah yang paling terpukul atas kepergian ibunya. Bukan tanpa alasan; Bumi adalah anak yang paling dekat dengan ibunya, selalu berbagi cerita dan tawa. Tanpa sosok itu, hidupnya terasa hampa.
Di tengah keheningan, suara salam yang merdu memecah suasana malam. "Assalamualaikum semua..."
Semua mata beralih ke arah gerbang rumah. Seorang wanita berdiri di sana, membawa koper besar di tangannya. Dengan semangat, dia melambai, wajahnya dipenuhi keceriaan. Andy dan Jendral melongo, begitu juga dengan Devan. Bumi tersenyum lebar, sementara Jayadi dan Saka terlihat terkejut.
"Gak kangen sama mba? Kok pada melongo kaya patung sih?" tanya wanita itu dengan nada kesal yang dipenuhi canda.
"EH MBAAAA!!" Andy segera berlari menuju wanita itu, membukakan gerbang dan mempersilakan masuk.
"Halo, adik manis! Kalian apa kabar?" Syifa menyapa, senyumnya yang cerah mampu menghangatkan suasana.
"MBAK SIPAAA!!" teriak Andy, segera memeluk Syifa erat. Devan yang juga merindukan kakaknya langsung menarik Andy, tidak ingin ketinggalan.
"GAK MAUUU!" rengek Andy, berusaha tetap dalam pelukan Syifa.
"Sini, peluk barengan," tawar Syifa, sambil tertawa melihat tingkah adik-adiknya yang manja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bentala
General Fiction"Ternyata aku salah lan, seharusnya perasaan ini kusimpan baik hingga akhir tanpa ada yang tau kalo pada akhirnya perasaan ini engga akan pernah menyatu dengan pemiliknya." Kadang kita merasa hidup ini penuh dengan misteri. Sesuatu terjadi terkadang...