7. When Twilight Becomes A Friend

54 9 35
                                    

"Ulin mueol chajaseo hemaeneun geolkka. But I don’t care I’ll do it over and over."

"Apa yang kita cari tak ada tujuannya
Tapi aku tak peduli, aku ‘kan melakukannya berulang kali."

🎵🎵🎵

Mercedes benz sprinter yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa menjadi sebuah karavan membuat para gadis membelalak takjub. Tyssa bahkan sudah mengelilingi mobil itu tiga kali, menyentuhnya seolah tak percaya bahwa apa yang terlihat di hadapannya adalah sesuatu yang nyata. Sebab setahu gadis itu, jarang sekali menemukan keberadaan karavan di Indonesia. Cantik dan mewah ala Djenar. Gadis yang sedang memakai kacamata hitam di balik kemudi itu dengan bangga memamerkan gummy smile-nya.

"Nunggu apa lagi? Ayo masuk!" serunya.

"Sultan mah beda, ya." Ochi yang paling awal tersadar dan melangkah mendekat. Gadis yang hari ini memakai jaket denim dan rok motif mawar itu memilih duduk di bangku depan, di sebelah Djenar yang memegang kemudi.

Di belakang, Tyssa langsung berbaring dengan nyaman di ranjang berkasur putih yang memenuhi area itu. Sementara Sora cukup puas dengan menyandarkan pipinya di kaca jendela, bersiap menyambut angin yang datang saat Djenar mulai menjalankan mobilnya.

Bahkan setelah masuk, mereka tak bisa berhenti memuji interior karavan yang menjadi tumpangannya saat ini. Ada televisi layar datar berukuran kecil yang terpajang di langit-langit mobil, rak tempel yang berisi beberapa peralatan masak, bahkan lemari pendingin berukuran mini.

"Ini gak pakai dapur kayak yang di film?" tanya Tyssa celingak-celinguk.

Djenar melirik kaca spion di depannya dan melihat ke arah Tyssa di sana. "Kalo kasurnya dilipat, ada kok di bawah."

Tyssa segera membuka kasur lipat itu sedikit dan menemukan sebuah ruangan lain yang ketika ia buka lewat atas, tempat itu tampak cukup muat untuk dimasuki. Namun, ia hanya melongok ke bawah dan melihat ada kompor serta oven yang tersimpan di sana.

"Keren banget, Djen."

Djenar yang sudah terbiasa dengan pujian hanya tersenyum singkat, sebelah tangannya beralih dari stir dan menyalakan pemutar musik di mobil. Suara Jennie terdengar sebagai intro, melantunkan lirik ikonik lagu Lovesick Girls. Menemani perjalanan panjang mereka kali ini.

"Eh, Chi, minta minyak angin dong. Gue kayaknya masuk angin deh gara-gara kemarin begadang." Tyssa beralih menatap Ochi yang sedang berselfi ria dengan bermacam gaya.

Gadis itu mengubah posisi ponselnya hingga Tyssa juga tampak di sana dan mengajaknya berpose sekali lagi sebelum akhirnya bertanya,"Kenapa? Masih galau lo?"

"Enggak lah! Gue gak sabar mau berangkat, jadi packing semalaman, gak bisa tidur."

Ochi mengeluarkan minyak kayu putih beraroma lavender yang selalu ia bawa. Tapi saat merogoh tas selempang itu, dia malah menemukan benda lain. Buku harian yang juga selalu menyertainya ke mana pun berada. Sayangnya dalam buku harian yang hampir terisi penuh itu, dari lembar pertama hingga terakhirnya selalu berisi tentang Angga.

"Dear diary, Angga hari ini ...."

"Tyssa!" seru Ochi memotong perkataan Tyssa yang dengan kurang ajarnya mengintip dari bahu gadis itu.

Yang ditegur tertawa. Tak merasa bersalah sama sekali. "Abisnya lo serius amat liatin buku, kan, gue jadi penasaran."

"Gak penting, kok," kata Ochi sembari merobek kertas itu.

Lovesick GirlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang