Sketch

200 9 0
                                    

"Berteriaklah. Sebelum angin menelan suaramu bulat-bulat"

Angin adalah pengantar pesan yang baik. Di balik hingar bingar ibukota, lolongan mesin lokomotif yang beradu dengan gerbong-gerbong di belakangnya terdengar sayup-sayup. Angin telah membawa berita bahwa kereta telah sampai pada pemberhentiannya. Suaranya lebih nyaring saat lewat tengah malam, melolong diantara dengkuran para penyecap nikmat dunia.

Di sudut kamar, seorang gadis yang mendengar lolongan kereta yang disampaikan oleh angin itu terlihat tengah berkutat dengan sesuatu yang diapit oleh ibu jari, telunjuk, dan jari tengahnya. Ia nampak sedang membuat sesuatu yang--abstark, namun berbentuk, khas sebuah sketsa. Ia terus meracau menyemangati dirinya sendiri, "Harus bisa! Harus bisa!", dan sepertinya ia tidak akan berhenti sampai pagi jika sebuah pemberitahuan di ponselnya tidak berdenting lantang minta perhatian. Dan benar saja, hanya suara ponselnya lah yang berhasil menghentikan kegiatannya. Perhatian gadis itu tertuju seluruhnya pada nama di layar ponselnya yang berkedip itu, mata dengan iris coklat itu langsung berbinar ketika melihat siapa gerangan yang menghubunginya di sepertiga malam seperti ini. "Kak Rangga!"

From: Him :)
"Istirahatlah. Kau tidak akan cantik lagi jika kantung matamu berkantung mata"

Between Brush and StethoscopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang