Dia?

67 6 0
                                    

Matahari berputar. Planet-planet di Bima Sakti berputar mengelilingi matahari. Satelit berputar mengelilingi planet-planetnya. Elektron berputar pada lintasannya. Semua berputar patuh, mentaati perintah Sang Pencipta. Seperti halnya hidup Putri, yang berputar, konstan, meski terkadang keluar dari lintasan.

Siang itu awan abu-abu menutupi matahari, seperti pelajaran Fisika yang menutup pelaksanaan Ujian Nasional.

Usai ujian, Putri segera menghampiri tempat duduk Orion, langsung mengajaknya pulang dengan tanpa membahas soal. Semboyan Putri selama pelaksanaan Ujian Nasional adalah Datang, kerjakan, lupakan.

Di sepanjang perjalanan pulang, Putri terus mengomel tentang keluhannya atas pelajaran Fisika. "Dimana-mana, yang namanya penutup itu rasanya manis. Desert aja manis. Fisika sebagai penutup Ujian Nasional mana ada manis-manisnya."

Orion menanggapinya dengan senyuman geli. Ia berusaha menyimpan seluruh ekspresi Putri dalam otaknya, agar suatu saat ketika ia merindukan Putri, memori tentang multi-ekspresi Putri dapat sedikit mengobatinya. "Fisika itu manis, Tuan Puteri. Tanpa Fisika, Neil Armstrong nggak akan sampai di bulan."

"Ya ya ya, pendapat Anda saya terima, Mr. Science."

"No no no, itu bukan opini, Tuan Puteri, melainkan sebuah fakta."

Putri memutar bola matanya sebal. "Oh Orion, Bahasa Indonesia sudah berlalu dua setengah hari yang lalu."

"Baiklah Tuan Puteri, permintaan Anda adalah sebuah perintah untuk hamba. Mau makan siang denganku?"

"Please, Sir," dengan cepat, Putri menerima ajakan Orion. Fisika telah menguras isi lambungnya.

***

The Café-Book adalah pilihan tempat untuk makan siang mereka. Café yang berkonsep rumah buku tersebut sangat cocok dengan Orion. Putri sendiri menyukai interiornya yang didominasi dengan warna coklat karamel, yang membawa kesan damai dan hangat.

Rak dinding dengan berbagai bentuk yang unik menyita perhatian Orion. Di dalamnya ada banyak buku, mungkin beberapa novel dan komik. Orion dengan serius memilah buku apa yang akan ia baca, jika cukup menarik mungkin akan ia pinjam untuk dibawa pulang beberapa hari.

Ketika pelayan datang membawa buku menu, Putri mencebik kesal ke arah Orion. Ia tak habis sangka, betapa lebih menariknya sebuah buku dibanding dengan sepiring makanan lezat, bagi Orion. Ia memberi isyarat pada Orion agar kembali ke meja dan memesan makanan, tapi Orion membalas dengan hanya melempar dagu ke depan dengan tatapan aku-makan-apa-yang-kamu-makan. Akhirnya Putri mengalah.

Setelah menulis pesanan Putri, pelayan dengan setelan kemeja tartan coklat-abu yang tertutup celemek coklat terang itu pun pamit pergi.

Putri memperhatikan Orion yang masih sibuk memilih buku. Rambut hitamnya sudah mulai panjang melewati kerah seragam putihnya. Tubuhnya tetap tegak atletis, dengan bahu lebar yang beberapa hari lalu basah karena air mata Putri. Mengingat kejadian beberapa hari lalu, tubuh Putri menegang seketika. Ia berada di tengah perlindungan, kasih sayang, pernyataan, dan pengakuan Orion tentang perasaannya.

Kata-kata Orion kembali berputar dalam otaknya.

'Kamu nggak perlu mengorbankan mimpimu untuk aku, Put. Maafin aku, aku mohon maafin aku'

Kenyataan bahwa ia akan berpisah dengan Orion kembali menohok hatinya.

'Aku cuma... nggak mau menghambat mimpi kamu, aku... aku mencintaimu, Put.'

Pengakuan tentang perasaan cinta Orion kepadanya merupakan klimaks dari seluruh kejadian yang terjadi pada hari itu.

'Aku mencintamu... sebagai seorang sahabat yang mencintai sehabatnya'

Between Brush and StethoscopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang