[•] Dissendium [•]

253 40 10
                                    

Pagi yang biasa saja bagi seorang anak bungsu keluarga Malfoy. Tak ada yang istimewa bagi dirinya sendiri apa yang selama ini dia punya, cuma gadis yang tidak suka berbicara banyak dan saingan Zachary Mather di banyak kelas.

"Kau mengambil berapa banyak kelas tahun ini, Zenie?" pertanyaan dari Astoria yang cukup mencairkan suasana sepi di meja makan Slytherin. Zenie masih memandang jadwalnya dengan tatapan tak biasa.

"Jangan bertanya padanya, dia tidak akan menjawab," sahut Wezen karena dia sering dijadikan korban bagaimana menyebalkannya Zenie kalau tidak menjawab.

"Diam, Wezen!" gertaknya tiba-tiba.

"Baiklah-baiklah, aku diam," kata Wezen mengalah. Sementara Astoria tetap diam karena pertanyaannya belum dijawab.

"Cuma tambahan Arithmancy dan Ancient Rune," Astoria akhirnya mengangguk. Karena yang dia harapkan adalah dipertemukan di kelas yang sama dengan adiknya Draco Malfoy ini tapi ternyata tidak.

Dari arah lain, anak laki-laki berdasi biru perunggu datang ke arah mereka. Wezen menaikkan alisnya, perlukah adiknya Draco ini dijemput?

Namun bukannya menerima dengan baik, Zenie justru langsung pergi begitu saja meninggalkan wajah tak percaya di antara Zack dan Wezen.

"Dia kenapa?"

"Entahlah, not in a mood, maybe," balas Wezen sementara anak perempuan dari meja Gryffindor mendekati mereka. Siapalagi kalau bukan Lilianne, mereka bertiga kan bersahabat meskipun dua cowoknya agak kurang akur, dan Zenie mengawasi mereka sejak kelas pertama di tahun pertama.

Bukannya tidak mau berteman. Tapi merebut orang yang sudah punya sahabat kan tidak baik? Apalagi memecah persahabatan mereka.

Di pelajaran Rune kuno mereka, Zack juga melihat bagaimana anak terakhir Malfoy itu jadi pendiam. Entah apa yang dipikirkan dan dia cuma ngomong ketika ditanya guru. Yang Zachary Mather sayangkan adalah hubungan mereka selama ini, seperti tidak pernah terjadi sebelumnya.

Ketika pelajaran selesai pun semuanya langsung menghambur keluar karena hari ini adalah pengumuman kejuaraan. Hujan di luar cukup deras dan bukannya membelok ke arah Greathall, Zenie malah terus berjalan menuju Courtyard.

Dari arah kelas ramalan, Hermione berjalan mendahului kedua sahabat laki-lakinya. Harry dan Ron di belakang, memandangi hujan deras yang cukup meresahkan karena banyak anak berlarian di koridor karena tidak mau terlambat.

Sampai mata Ron menemukan sosok yang diam di tempat, dia berhenti melangkah, "Eh, itu, manusia kan?" tanyanya sambil berusaha mempertajam pandangan. Hermione sudah berjalan lebih dulu, Harry ikut mundur dan melihat arah pandang Ron.

"Tidak kelihatan," kata Harry mengusap kacamatanya yang mulai berembun, "kupikir dia-"

"Adiknya Malfoy!" Harry kaget saat Ron tiba-tiba menyerahkan jubahnya dan berlari ke tengah courtyard menghampiri anak Slytherin yang selalu cari ketenangan itu. Adiknya Draco itu sungguh tidak peduli bagaimana respon orang lain kepadanya.

"Hei!" Di tengah suara air berjatuhan, suara Ron teredam. Gadis itu membuka matanya ketika dia tidak lagi merasa air hujan jatuh menerpa wajahnya, langsung menatap aneh ke arah Ron yang mencegah hujan turun lebih banyak di wajahnya, "kau-bisa demam!"

"Aku, baik-baik saja," Zenie berdiri dan menarik Ron menepi. Sungguh, dia tidak mengharapkan perbuatan baik dari siapapun. Dia cuma ingin memperbaiki mood-nya dengan hujan.

"Kau-bisa sakit. Weasley," kata Zenie cukup canggung karena matanya menangkap keberadaan Harry di sana.

"Kau yang bisa sakit, dasar Malfoy. Kau pikir kakakmu yang aneh itu akan diam saja kalau melihatmu berbaring di Hospital Wings?!" Zenie tertegun. Kalimat dari Ron barusan menyadarkannya, pantas saja dia merasa kesepian, dia melupakan keberadaan Draco.

"Dia pasti menggegerkan satu Hogwarts," lanjut Ron sehabis mengacak rambutnya yang basah. Melihat Zenie terdiam dia jadi merasa bersalah, Harry yang di sampingnya yang masih di sana memegangi jubah Gryffindornya.

"C'mon Ron, kita bisa terlambat," kata Harry membuat Ron tersadar dan langsung dia beri kode agar sahabatnya itu pergi lebih dulu. Harry mengangguk dan memberikan jubahnya.

Melihat jubah di tangannya, Ron mengambil langkah yang terlintas di benaknya, dia memakaikannya pada tubuh kecil Zenie Malfoy.

"Lebih baik kau langsung ke asramamu daripada benar-benar sakit," kata Ron.

"Thanks," Zenie menatapnya dalam. Dari sekian lama dia menginginkan obrolan dengan sosok di hadapannya tapi dia selalu gagal dan sekarang dia berhasil menarik perhatian yang sebenarnya tidak dia cari.

"Atau-mau kuantar?" Ron menggaruk tengkuknya. Entah darimana keberanian tadi datang, biasanya dia menahan diri untuk tidak dekat-dekat dengan adik Malfoy yang sangat cantik ini.

"Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendirian," balasan dari Zenie itu cukup membuat Ron tenang dan satu hal tambahan yang membuatnya tambah tenang, adiknya Draco Malfoy itu tersenyum padanya. Meskipun sangat tipis tapi itu masih bisa disebut senyuman, setelah sekian lama.

Zenie melangkah meninggalkan Ron, untung koridor sangat sepi jadi dia bisa menenangkan detak jantungnya yang sejak tadi bergemuruh.

___________________________________________

Udah-udah,
Segini aja, wkwk

See you soon!

———————————————————
[•NEWS]

Dissendium

Type: Charm

Pronunciation: dih-SEN-dee-um

Description: Used to open passages.

Seen/Mentioned: Used multiple times in 1993 to open the statue of Gunhilda of Girsemoor , then again four years later in a failed attempt to open Salazar Slytherin's Lockets.

Etymology: There are numerous suggestions.

Notes: This may not be a spell at all in the strict sense but a password; however, when used for the statue of the hump-backed witch, one must tap the statue with their wand, indicating that it is in fact a spell.

King Of Her HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang