5

97 25 5
                                    

VomentJuseyooo❤

°
°
°

Author pov

"Mau sampai kapan kau akan berusaha mengabaikanku?" Anna berujar. Kali ini ia sudah kehabisan kata sabar. Hampir dua bulan Alden tak mengajaknya bicara atau bahkan menatapnya. Ditambah dengan berita menjengkelkan bagi Anna yang mana Alden tiba-tiba harus berangkat ke Indonesia hari itu juga.

Alberto mengetuk pintu pelan, ketika ia menyaksikan kobaran amarah dari wajah sang adik, Anna.

"Ini barang-barangnya. Paspor, kartu identitas, dan kartu nama"

Alden mengangguk sebagai tanda terimakasihnya kepada Alberto. Anna semakin tak terkendali. Ia menggebrak meja yang ada dihadapan Alden.

Alberto yang hampir melangkah keluar sontak kaget dak berbalik arah. Dilihatnya Anna memanas. Alberto, yang takut terjadi sesuatu padanya, langsung menarik paksa lengan sang adik. Namun, Anna memberontak dan berteriak dengan keras bahwa ia mencintai Alden.

Alden menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Tanpa berlama-lama ia segera memasukkan barang-barang penting yang ia butuhkan. Sebelum semuanya tambah runyam.

***

Matahari semakin naik hampir tepat di atas kepala, menyiratkan sedikit kenangan diatas langit-langit yang keruh kian perlahan bersinar.

Sebuah mobil keluaran tahun 2019 itu terparkir tepat di depan Mansion. Seseorang membukakan pintunya dengan sigap.

Laju mesin dengan seratus tenaga kuda itu berderu seiring napas yang tak beraturan.

Mobil itu melesat cepat tanpa mengindahkan peraturan lalu lintas. Sang pengemudi mencengkram erat kemudi dengan pijakan kakinya yang sigap berada di gas.

Hampir satu jam di perjalanan. Pikiran Alden tak beraturan. Dadanya kian terasa sesak membuatnya kesulitan bernapas.

***

Deru mesin itu berhenti tepat di depan Milan Malpense International Airport. Alden menapakkan kakinya di atas sebuah trotoar bandara.

"Hati-hati tuan" ujar Daniel, pengemudi tadi.

Alden mengangguk

"Jaga Cassano, dia masih sering melupakan obatnya" ucap Alden sembari berlalu menarik kopernya memasuki lobby bandara.

***

Alden baru saja tiba sepuluh menit yang lalu di Bandara Soekarno Hatta. Penampilannya yang super hot dengan penumpang pesawat yang berada di bandara sukses menarik perhatian saat itu.

Kemeja hitam rapi dengan dua kancing atas terbuka lebar menampakkan sedikit dadanya yang bidang dan lengan tergulung setengah. Dengan celana kain dan fantofel hitam yang melekat di tubuhnya yang gagah dan atletis serta kacamata hitam yang bertengger menghias wajah tampannya.

Ia berjalan santai, menuju Lobby Bandara. Tiba-tiba seorang laki-laki dengan kisaran usia 17 tahun menabarak Alden dari belakang.

"Mmmmmm so mmm sorry mm i.. i.. mmm it's mmm aksiden" tuturnya dengan bermodalkan bahasa inggris yang sedikit berlepotan.

Alden tersenyum tipis.

"Tidak masalah" ucap Alden yang sontak membuat anak itu keheranan.

"Anda bisa bahasa Indonesia?"

Alden mengangguk sembari merogoh sakunya mencari sesuatu. Keringat dingin memenuhi wajah lelah pemuda itu.

"Maafkan saya" pemuda itu bergegas melangkah pergi. Belum sempat pemuda itu berlari, Alden menarik cepat lengannya.

"...."

Alden menghela napas kasar. Ia menatap anak itu nanar. Ia tak menyangka kesan pertamanya disini akan buruk.

Belum sempat Alden bertanya anak itu segera mengeluarkan dompet hitam dengan gambar harimau mengaum–yang diketahui milik Alden.

"Aku... maafkan aku"

"Silahkan hukum aku tapi jangan laporkan ke kantor polisi" pintanya sembari mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

Alden mengeluarkan uang senilai seratus ribu rupiah. Ia memberikan uangnya kepada anak itu dengan cuma-cuma.

"Pulang saja" ucap Alden, sembari menarik kopernya meninggalkan anak itu.

Anak itu membisu, ia malu atas perbuataannya tadi. Ia menangis sejadi-jadinya menghujani uang senilai seratus ribu rupiah itu.

***

Hiruk pikuk dan deru mesin yang bersahutan terdengar di telinganya saat ia berada di lobby bandara. Orang-orang berkulit sawo matang menyambut matanya saat itu. Sudah lama ia meninggalkan kota ini. Tentu ada perasaan rindu walau sedikit di hatinya. Tanah kelahirannya, ia kembali memijakkan kakinya disana.

Alden melihat jejeran taksi dan beberapa kendaraan umum terparkir disana.

Seseorang dengan setelan jas yang rapi menghampirinya.
"Mr. Leonardo?"

Alden mengangguk. Ia mengernyitkan dahinya dan tersadar akan suatu hal.

"Shit! Cassano!" umpatnya pelan.

"Bicara saja menggunakan bahasamu,"

"Baik tuan"

"Saya Rey. Saya yang akan menemani tuan selama di Indonesia"

"Silakan tuan"

Alden mengangguk mengiyakan. Seraya melangkah menuju mobil yang ia kemudikan. Pria yang bernama Rey itu membuka pintu mobil dengan perlahan.

Butuh waktu sekitar setengah jam untuk sampai di penginapan. Alden memutuskan untuk mengistirahatkan matanya sejenak sebelum ia sampai dan kembali membuat otaknya berpikir.

***

Hampir lima belas menit sebelum Alden terbangun dari tidurnya. Ia tampak pulas dan lelah. Rey tak berani membangunkan. Pria itu hanya terdiam disana dengan sedikit keringat mengucur.

"Maaf Tuan, kita sudah sampai"

Alden mengerjap-ngerjapkan matanya yang sedikit kabur. Ia berusaha mengembalikan pengelihatannya yang hampir jelas. Dilihatnya sebuah penginapan yang besar dan mewah. Itu sebuah rumah, milik Cassano yang telah menjadi milik Alden sepenuhnya.

"Silahkan tuan"

Alden melangkahkan kakinya mengikuti langkah Rey.

"Baik Tuan, saya hanya bisa mengantar sampai sini. Jika anda butuh sesuatu silahkan panggil saya" ucapnya yang mulai melangkah pergi.

Tiba-tiba Alden teringat sesuatu.

"Tunggu"

Pria itu menghentikan langkahnya dan berbalik arah.

"Carikan aku informasi tentang Aleah Ryder!"




-to be continued-

Secretly YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang