"Ntar pulangnya tungguin gue, ya. Di kantin biasa." Edgar berpesan seraya menerima helm dari Alana. Saat ini mereka ada di parkiran rumah sakit, sudah seminggu ini mereka magang di sini.
"Gue pulang sendiri ajalah. Gue mau ke toko buku dulu."
"Sama gue aja. Lagian gue juga nggak sibuk."
"Lo balik sendiri ajalah, gue nggak enak tau diplototin si Vera mulu pas istirahat kemarin."
Vera adalah pacar terbaru Edgar. Dan seperti mantan-mantan Edgar terdahulu, sepertinya gadis itu merasa cemburu melihat kedekatan Alana dengan Edgar.
"Besok gue putusin dia."
"Gila lo! Main putusin anak orang gitu aja." Alana tak senang mendengar ucapan Edgar. Ia merasa Edgar terlalu mudah mempermainkan perasaan seseorang.
"Gue emang lagi ada masalah sama dia."
"Kalau ada masalah ya diselesaikan, jangan asal diputusin. Pilih jalan pintas aja lo. Emang kalau lo sakit kepala nggak lo obatin, langsung lo putusin kepala lo?"
"Main putusin aja, emang pala gue akar tauge?"
"Pokoknya gue nggak mau tau, kelarin dulu masalah lo sama cewek lo. Gue nggak mau dibilang pelakor lagi."
Alana pergi meninggalkan Edgar, tanpa ia sadari ada sepasang mata yang memperhatikan dari tadi.
***
Saat akan memasuki lift Alana merasa melihat seseorang yang selama ini selalu ada di pikirannya. Alana menatap punggung orang itu lama, hingga orang itu menghilang di ujung koridor.
"Pasti bukan dia."
Alana mengelengkan kepala sembari memasuki lift. Edgar yang baru saja memarkir motornya bergegas menyusulnya, ia menahan pintu lift yang hampir saja tertutup menggunakan ujung sepatunya.
"Huft, hampir saja!"
Edgar melirik ke arah Alana yang tampak mengabaikan kehadirannya.
"Ada apa? Muka lo kok aneh gitu?" Edgar merasa khawatir melihat wajah Alana yang tampak bingung memikirkan sesuatu.
"Nggak papa. Perut gue agak mules aja."
"Emang sebelum berangkat lo nggak boker dulu?"
***
Alana melewati ruang rawat inap di lantai tiga yang berdekatan dengan ruang praktek magangnya. Ia dan Edgar berpisah setelah keluar dari lift. Tempat praktek Edgar ada di lantai empat.
Kembali Alana melihat sosok itu, kali ini sedang masuk ke salah satu ruangan di sana. Alana mengikuti sambil mengendap-endap bagaikan seorang penguntit.
Ia mengintip melalui kaca pintu, tampak seorang lelaki tua berbaring di ranjang. Di sekelilingnya terdapat sanak saudara dan mungkin anak-anaknya.
Sosok itu adalah Adrian, di sampingnya berdiri sosok cantik berbadan ramping. Beberapa kali sosok itu menggelendot manja pada lengan Adrian.
Semua orang di ruangan itu nampak bersenda gurau, tak nampak ada suasana kedukaan sama sekali. Ini aneh, mengingat di ruangan itu terdapat pria tua yang sedang terbaring sakit.
Alana melihat senyum Adrian ikut mengembang diantara mereka. Siapa gadis itu, apa istrinya? Alana bertanya dalam hati. Sudah beberapa tahun sejak peristiwa di Australia itu, seharusnya pria itu sudah membuka lembaran baru hidupnya. Sedang Alana masih terpaku di titik yang sama. Ini tak adil, gerutu Alana dalam hati.
Tiba-tiba tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan Adrian. Alana kaget dan secepatnya kabur dari tempat itu.
"Kamu kenapa, Mas?" tanya gadis yang sedang bersama Adrian.
"Aku keluar dulu, ya. Ada urusan sebentar."
Adrian keluar untuk mencari Alana. Ia yakin itu pasti Alana. Sebenarnya tadi ia melihatnya di parkiran saat bersama Edgar. Ia berniat menyapa Alana, tapi ia urungkan.
Adrian berhasil menyusul Alana yang sedang berjalan tergesa-gesa ke arah lift. Adrian segera menyelinap masuk ke dalam lift, membuat Alana kaget dan membulatkan matanya.
"Lama nggak ketemu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Cinta
HumorNggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.