4. Mendung dan Matahari Yang Tidur

965 155 2
                                    

"Kak... mendung.. Matahari masih tidur ya?" Pertanyaan yang keluar dari bibir mungil Senja. Rembulan yang mendengar itu menoleh.

Senja kenapa? Kenapa dia begitu terkejut? Seakan ini baru pertama kali. Ada apa sebenarnya?

Rembulan sudah lelah untuk berfikir tidak tidak. Baiknya ia dan Senja pergi keluar dan jalan jalan.

Rembulan meraih ponsel menekan satu nomor tujuannya.

"Kak Them?"

"Hm? Kenapa?"

"Aku ajak Senja keluar ya? Di terlalu terkejut akan kejadian tadi."

"Hah? Ini kan bukan yang pertama kali."

"Aku juga tidak tau. Sedari tadi dia menggerutu yang aneh aneh."

"Bawa dia, tenangkan dia. Apa mau ajak Zenith?"

"Biar Bulan saja."

"Baik baik."

Panggilan itu di putus. Rembulan menghela nafas panjang. "Senja... jalan jalan yuk?"

"Mendung kak... Matahari masih tidur. Nanti kalau nangis gimana?"

Sebentar. Rembulan menelaah maksud bungsunya ini.

'Mendung kak. Matahari tidur itu... maksudnya tidak ada ya?. Kalau nangis... hujan ya?' Batinnya.

"Kita bawa mobil."

"Senja takut."

"Senjaa... kak Bulan lebih takut melihat keadaan kamu."—

"Itu hanya mendung. Kita jalan ke depan saja kalau gitu."

Senja dengan malas mengangguk. Mengekori Rembulan yang mengambil jaketnya.

"Pakai, cuacanya dingin."

"Hm.."

.

.

"Kak Orion.."

"Matahari? Kamu bangun? Oh yaampun!!" Orion dengan sigap menekan tombol nurse call di sisi ranjang.

"Senja bagaimana?"

"Kenapa menanyakan dia? Dia pulang bersama Rembulan tadi."

"Aku kesakitan tadi. Di depan dia, Matahari takut dia tidak baik baik saja."

Orion mengerjap. Ia ingat tadi Senja hanya bergumam tidak jelas di dekapan Rembulan. Tapi yang paling jelas ia dengar ketika Senja bilang 'Jahat'.

"Sebentar," Orion menekan nomor itu. "Zenith?"

"Ya kak?"

"Bisa kamu lihat keadaan Senja? Sepertinya dia tidak baik baik saja."

"Oh? Tadi kata kak Themis, Senja di bawa keluar Rembulan untuk tenangkan diri."

"Kamu tidak ikut?"

"Senja butuh Rembulan. Aku mana tau apapun tentang dia. Toh dari kecil Senja hanya menempel pada Bulan."

"Baiklah... pulang nanti tolong perhatikan Senja. Dia sedikit kaget tadi."

"Iya baiklah."

Orion meletakan kembali ponselnya. Menatap Matahari sendu. Tali tali selang oksigen membentang di mana mana. Kalau bukan karena tau itu adalah alat bantu Matahari bernafas, mungkin sudah Orion buang.

"Apa tidak sakit?"

"Tidak sama sekali."

Matahari berucap sambil tersenyum manis. Tapi, di mata Orion itu menakutkan.

"A-aku bercanda.."

Matahari terkekeh pelan melihat reaksi Orion. Kembaran beda usianya itu menunduk tak berani menatap Matahari.

Orion tersenyum, hangat sekali hatinya ketika melihat Matahari tersenyum.

Selama hidupnya. Dia tersiksa. Dia kesakitan. Ibu tempat keluhannya sudah tiada 7 tahun lalu. Matahari sendiri, mulai saat itu Orion berjanji pada diri sendiri untuk menggantikan sosok Ibu untuk Matahari.

"Kamu harus kuat ya Matahari?"

Matahari mengangguk lemah. "Aku sangat kuat kak... sangat kuat.."

.

"Kenapa kamu begitu sedih Senja? Bukannya dari dulu Matahari sudah seperti itu?"

Senja berhenti mengunyah. Ia menelan makanannya dengan kasar. "Aku hanya takut."

"Takut dia akan meninggalkan kamu kak Bulan.. aku takut.. aku takut suatu saat nanti kamu akan sendirian.."

"Kau aneh. Biasanya juga kamu yang paling cepat memberinya obat."

"Sudah, aku sudah memberikannya. Tapi... dosis kak Matahari bertambah lagi."—

"Jadi obat yang dia minum tidak berefek sama sekali."

Rembulan diam. "Itu artinya penyakitnya bertambah parah..."

Mengenyahkan pemikiran negatif itu, Rembulan meraih botol minumannya.

"Apa kau suka sendiri?"

Hampir saja. Minuman yang baru sampai di mulut Rembulan tersembur. Pertanyaan mengerikan menurutnya.

"Aku tidak suka, hanya saja aku ingin sendiri di waktu tertentu."

Senja mengangguk. "Sudah seharusnya begitu.." gumamnya.

"Apa?"

Senja menggeleng, tersenyum bodoh di hadapan Rembulan.

"Suatu saat nanti. Kamu akan bersinar. Keberadaanmu akan di nanti. Tapi sudah terlambat untuk mereka sadari."

"Salahkan aku yang aneh ini. Salahkan aku yang tidak bisa merubah nasib."

Senja. Pemuda itu menarik ulur tali hoodynya. Mengepal berkali kali. Putaran memori menyakitkan itu muncul lagi. Kenapa harus sekarang?

"Semua karena kamu!"

"Kau tidak bisa di andalkan!"

"Kalian berdua sangat merepotkan."

Dalam diamnya, Senja menahan air matanya. Kenapa harus seperti ini? Kenapa harus dia? Senja tidak bisa berbuat apapun. Senja ingin merubahnya. Tapi seakan ia lupa kalau itu akan terjadi.

"Senja?"

"E-eh? Kenapa kak?"

Rembulan menggeleng. Adiknya itu bertingkah aneh akhir akhir ini.









→←→←→←→←

Hm hm hm...

Lagi... lagi...

Lagi lagi gilak!

😭

Maksa banget si akbsisbsudvhsusbshzh😭

REMBULAN ¦ Renjun NCT[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang