"Eris sayang, gue udah balik." Ucap Sia sambil tersenyum begitu ia kembali ke kelas.
"Hehehe. Please Sia, lo udah janji gak bakalan ngamuk." Balas Eris juga ikutan tersenyum manis.
"Pengen banget rasanya gue jambak rambut lo." Ucap Sia lagi.
"Mampus." Ucap Leon yang duduk di belakang mereka.
"Lo minta dijambak juga?" Tanya Sia garang.
"Enggak enggak. Udah udah gue gak ikut." Jawab Leon cepat. Kedua tangannya ia angkat keatas, tanda menyerah.
"Makanya diam lo!" Ucap Sia sambil menatap tajam kearah Leon yang posisinya duduk dibelakang Sia dan Eris.
Untung saja kursi di samping Leon memang kosong. Jika tidak, kasianlah siswa atau siswi yang duduk di dekat mereka ini, yang harus mendengar perkelahian antara tiga makhluk ini.
"Itu tiga yang di belakang. Diam atau bapak keluarkan dari kelas ini?" Suara guru Matematika yang sedang mengajar tiba tiba memasuki indra pendengaran mereka bertiga.
"Maaf pak." Teriak Eris cukup keras.
Sia dan Leon pun hanya ikut tersenyum manis.
Guru itu pun hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya. Sudah cukup terbiasa dengan kelakuan tiga anggota Eternity 2.0 ini.
"Perhatikan apa yang bapak ajarkan." Ucap pak Damar.
"Iya pak." Jawab mereka serempak.
Pak Damar pun kembali mengfokuskan pandangan kearah papan tulis dan menulis berbagai angka angka yang pastinya membuat pusing siapapun yang membacanya.
"Jadi, Eris sayang. Gue yakin awalnya lo yang dipilih ibu Nisa. Kenapa bisa jadi gue yang kena?" Tanya Sia dengan suara hampir berbisik. Takut gurunya itu akan kembali meneriaki mereka.
"Nah beb, lo kan tau gue pasti bakalan ikut lomba memasak waktu acaranya nanti. Jadi gue gak bisa dong jadi MCnya." Jawab Eris.
Perlu kalian ingat, Eris sangat menyukai memasak. Sehingga setiap ada lomba memasak, kemungkinan besar ia akan selalu mengikutinya.
"Alasan aja lo. Lombanya bakalan seharian gitu? Emang lo mau masak rendang yang butuh waktu berjam jam? Gak kan? Heran gue sama lo." Ucap Sia panjang lebar.
"Aduh udah Sia sayang, terima aja. Lagian partner lo ganteng parah. Tapi tipe yang cool boy gitu sih." Balas Eris.
"Suka lo lah. Capek gue." Pasrah Sia pada akhirnya.
Keduanya pun kembali mendengarkan penjelasan guru. Yaa.. setengah hati sih sebenarnya. Mau dengar atau tidak pun, mereka pasti akan mendapatkan nilai yang bagus untuk ujian nanti.
Bukannya sombong, Sia dan Eris merupakan juara Olimpiade Matematika Nasional setiap tahunnya. Beberapa kali pun, mereka memenangkan lomba Internasional.
Entah apa yang ibu mereka makan ketika mengandung mereka. Bagaimana anak yang mereka lahirkan bisa sepintar itu?
Ting teng tong
"Baik anak anak. Pelajaran hari ini sampai di sini saja. Jika ada yang ingin ditanyakan, silahkan datang menemui bapak di kantor guru. Sekian, dan terima kasih." Ucap pak Damar.
"Terima kasih pak." Balas semua murid yang ada di kelas.
Setelah pak Damar keluar, murid lainnya pun berbondong bondong meninggalkan kelas. Dalam sekejap, di dalam kelas hanya tersisa beberapa murid kutu buku yang masih berkutat dengan buku Matematika yang tebal nan berat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY?
Teen FictionAwalnya semua berjalan baik-baik saja. Tapi mengapa? Seiring dengan berjalannya waktu, persahabatan yang sudah terjalin begitu lama, bisa retak begitu saja. Apakah mereka sudah mengerti arti sebenarnya dari sebuah persahabatan? Apakah selama ini, me...