3. JAWABAN ARES

119 8 0
                                    

Rumah tapi tidak ramah.

3. JAWABAN ARES

ARES menegakkan posisi duduknya, ia menatap Angkasa menaikkan salah satu alisnya. "Lo nggak kapok? Ngajak gue taruhan cewe terus?"

Pasalnya, sudah sering Angkasa membuat taruhan seperti ini. Dan, hasilnya Ares yang mempunyai hati susah ditembus oleh cinta pun menang dalam taruhan ini.

Cowok yang bernama Angkasa itu, tertawa lalu berdiri dan berjalan mendekati papan tulis putih yang menempel di tembok. Ia mengambil spidol dan menulis peraturan dari taruhan ini.

Peraturan Taruhan Bapak Ares :
1. Bapak Ares harus mendekati Nona Hera selama 30 hari.
2. Tidak boleh ada kekerasan ataupun hal yang merujuk pada kebencian yang ditujukan untuk Nona Hera.
3. Bapak Ares harus menjadi sosok lemah lembut kepada Nona Hera.
4. Jika tidak ada rasa cinta yang tumbuh di dalam Bapak Ares, maka ia memenangkan taruhan.
5. Jika, Bapak Ares melanggar maka ia lah yang membayar hadiah taruhan kepada Angkasa Ganteng.

Hadiah : Rp. 10.000.000 dari Angkasa Ganteng.

Angkasa menutup kembali spidolnya, lalu ia memainkan spidol itu di jarinya seraya menatap Ares yang termenung. Tak lama, Ares menyunggingkan senyum miring.

"Cuma 10 juta nih beraninya?" Ares bertanya dengan nada enteng. Ares tau Angkasa bisa mencantumkan nominal lebih dari itu. Mungkin Angkasa akan segera mlarat jika uangnya hanya digunakan untuk membayar taruhan dengan Ares. "Lo nggak takut mlarat buat bayarin taruhan ke gue?"

Angkasa berdecak kesal. "Oke, 50 gimana? Buat sekarang feeling gue sih lo bakalan kalah, Res. Jadi lo siapin 50 juga ye? 100 juga sabi."

"Halah, taruhan yang kemarin juga lo bilang feeling mulu tapi nggak ada yang bener."

Angkasa menghapus bagian nominal hadiah yang berada di papan tulis dan menggantinya menjadi Rp. 50.000.000. "Anjir. Tapi kali ini feeling gue lebih kuat dari yang kemarin."

"Oke, 50 jeti yaa bapak Ares?" tanya Angkasa meyakinkan Ares.

Ares mengangguk sekali. "Hm. Mulai kapan?"

Jari telunjuk tangan kanan Angkasa menyentuh dagunya, berlagak sedang berpikir keras. "Besok, sekarang juga sabi."

"Anjing ngelunjak. Besok aja."

"Lah tadi lo nanya, monyet." Angkasa menatap Ares kesal.

Raga tertawa. "Angkasa nggak peka anjir. Maksud Ares tuh, dia grogi kalo pdktnya sekarang."

Angkasa menutup mulutnya dengan telapak tangan. Seolah sedang mendengar kabar sangat mengejutkan. Ia berjalan mendekati Ares, menempelkan punggung tangannya ke jidat Ares. "Nggak demam. Tapi kok aneh."

"Sialan," umpat Ares.

***

Kali ini, Ares memutuskan untuk membeli 1 unit Apartemen. Cukup jauh dari rumah dan sekolahnya, namun itu bukan suatu masalah untuk Ares. Yang terpenting keheningan di Apartemen ini lebih menenangkan daripada suara bentakan di rumahnya.

Ares membuka pintu Apartemennya, berjalan memasukkinya dan melepas sepatu lalu meletakkannya di rak yang berada di samping pintu masuk. Ares meletakkan tasnya sembarang, dan berjalan menuju meja bar di dapurnya. 

Pikirannya masih memikirkan perkataan Angkasa mengenai taruhan itu. Tangannya bergerak menuangkan air putih ke dalam gelas berukuran sedang. Ares tidak langsung meminumnya, ia meletakkannya sejenak. Kini, jemarinya bermain ketukan di meja bar.

"Hera," gumamnya. "Dewi pernikahan."

Ting!

Kak Alas : Dimana lu?

Kak Alas : Gila? Berapa hari nggak pulang?

Kak Alas : Pulang. Kasian Mama.

Ares : Di Apart baru.

Ares : Udh slse mrk brntmnya? Klo blm, mending klarin. Mls gua plng cuma buat dngrin mrka.

Kak Alas : Udah. Pulang, Res.

Ares : Ok. Gua ke rumah, tp gua nggak tdr sna.

Ares meminum segelas berisi air putih, lalu memasuki kamarnya untuk membersihkan diri sebelum pergi ke rumahnya. Biasanya rumah selalu diidentikkan dengan kata 'pulang' namun bagi Ares, kata rumah lebih cocok dipasangkan dengan kata 'pergi'.

Setelah berganti pakaian dan mandi, Ares meraih kunci mobilnya dan segera keluar dari Apartemen.

Sesampainya di rumah, Ares membuka pintu utama. Terlihat sang Mama dengan mata sembabnya ditemani oleh Alas yang sedang menatapnya tajam. Ares hanya terdiam sebentar, sebelum akhirnya memilih berjalan menaiki anak tangan untuk menuju kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya, lalu merebahkan dirinya. 

"Panas banget." Ia mengatur suhu AC-nya agar lebih sejuk.

Klek.

"Ngapain?" tanya Ares ketika melihat Alas memasukki kamarnya.

Alih-alih menjawab, Alas justru berbaring di sebelah Ares. Sontak Ares langsung mengganti posisinya menjadi duduk. "Ngapain anjir? Serem lu."

"Lo capek kagak, Res?"

Ares hanya menatap kakaknya untuk beberapa detik sebelum akhirnya menjawab. "Nggak. Lo capek? Tidur sono."

Alas berdecak mendengar jawaban Ares, bukan itu jawaban yang Alas mau. "Lo oon atau gimana?"

"Lah, salah? Nggak jelas." Ares memalingkan wajahnya menjadi menatap tembok yang berada di depannya.

Alas menatap langit-langit kamarnya. "Liat nyokap bokap berantem, capek nggak lo? Soalnya kan lo yang paling sering di rumah, bolak-balik rumah. Dibanding gue, kalo tadi Mama nggak nelpon, gue nggak bakalan ke rumah."

"Gue udah nggak sering di rumah." Ares menjawab pertanyaan Alas, namun tidak menjawab inti pertanyaan dari Alas.

"Sejak kapan?"

"Udah lama. Pulang kalo malem, nemenin Mama. Sekarang gue udah rekrut asisten baru di rumah. So? Gue free." 

***

Ares membuka ponselnya, lalu mengetikkan balasan untuk grupnya.

Graziano (26)

Ares : Gue terima taruhannya.

TBC

haiiii...

Tinggalkan apapun disini.

Bye, see you next part.

HERESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang