2. SOROT MATA
"Jika, Angkasa sudah mengusulkan sebuah ide di situlah harapan akan ide yang baik terlanjur pupus."
HERA menutup bukunya setelah selesai mencatat materi yang baru saja usai. Althea menghela napasnya melihat sahabatnya ini yang terlalu lama beranjak dari duduknya.
"Hera, ayo buruan! Keburu bel masuk," omel Althea.
"Iya-iya," jawab Hera pasrah, lalu ia berdiri dari duduknya.
Ketiga perempuan itu berjalan menuju kantin. Menjadi pusat perhatian sudah hal yang biasa bagi mereka, walau mereka ini bukan satu-satunya tapi tetap saja perhatian selalu melimpah kepada mereka.
Althea langsung mengambil meja yang letaknya strategis. Dekat pintu ke luar, dekat penjual minuman bahkan bakso. Untuk urusan meja di kantin Althea lah jagonya. Hera dan Lavida hanya langsung duduk saja.
Lavida membaca menu makanan yang ada di sana. "Kalian mau mesen apa?" tanyanya sembari menatap Hera dan Althea secara bergantian.
"Gue lemon tea aja deh belum laper," celetuk Hera. Rasa lapar belum hinggap di perut Hera, daripada nanti terlalu kenyang lebih baik Hera membeli minuman saja.
Giliran Althea, Lavida menatap ke arah gadis itu. "Lo apa?"
"Nasi goreng sosis sama jus mangga satu lagi salad buah, hehe." Cengiran khas Althea terukir di wajahnya.
"Maruk ye," cibir Lavida. Entahlah Althea ini mempunyai perut karet atau memang belum makan selama seminggu.
Althea tertawa. "Pesenin ya Lavida sayang."
"Geli, Al, anjir!" Setelah mengatakan itu Lavida meletakan buku menunya di meja lalu pergi untuk memesan makanan.
Sedangkan, Hera hanya menggelengkan kepalanya heran.
•••
Ares keluar dari tempat markas yang ada di belakang sekolah. Disusul dengan teman-temannya yang asik bercanda tawa. Dan Ares hanya diam menatap lurus.
Kedua tangannya ia masukan ke dalam saku celana. Semua kancing seragamnya Ares buka, sehingga memperlihatkan kaos hitam yang ia pakai. Kedua mata Ares yang masih sayup dan juga rambutnya tidak tertata rapih keran ia baru saja bangun dari tidurnya.
Mereka melewati jalan pintas yang langsung terhubung ke kantin. Terlalu malas mendengar jeritan siswi yang heboh hanya perkara melihat mereka lewat, lebih tepatnya Ares yang sangat malas mendengarnya.
"Res." Regal mempercepat langkahnya agar bisa berjalan sebelahan dengan Ares.
Ares menolehkan kepalanya seraya mengangkat salah satu alisnya. Lalu kembali menatap lurus, sembari menunggu kalimat selanjutnya dari Regal.
"Sean aman?" Dua kata yang membuat Ares memutar bola matanya malas.
"Nggak tau gue. Nggak denger kabar dia, ogah juga. Nggak peduli."
Rigel menganggukan kepalanya.
Ares menatap Regal. "Napa?"
"Apanya?" tanya Regal dengan tampang polosnya. Ingin sekali Ares baku hantam saat itu juga.
Cowo dengan tatapan tajam itu berdecak. "Ck, lemot. Napa nanya Sean?"
"Allahuakbar dibilang lemot gue. Nanya aja, siapa tau dia udah mati. Ye gak?" Regal menaik-turunkan kedua alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HERES
Teen FictionCowok dengan sejuta pesona yang mampu mengunci semua pandangan tertuju padanya. Dengan fisik dan otak yang sempurna, namun tidak dengan sifat. Berandal, satu kata yang mendeskripsikan Ares. Hingga ada saatnya, Ares berjuang untuk membuat Hera perca...