seven

4 0 0
                                        

Dara terbangun dari tidurnya. Alarm yang dibuatnya kemarin malam malah tak berbunyi karena ponselnya dalam mode senyap. Jam dan waktu yang terus berjalan membuat Dara kalang kabut di pagi hari. Gadis itu dengan cepat bersiap pergi ke sekolah.

"Dar!" panggil Ayah Dara saat gadis itu ingin pergi dari rusun.

Wajah Dara berubah seketika, seolah mood nya telah rusak. "Kenapa pa?" Dara memindahkan uang yang ada di sakunya kedalam tas.

"Bapa pinjem duit sama kamu Dar."

Dara memutar bola matanya, kesal, geram melihat ayahnya yang terus seperti ini. "Dara gak pegang uang pa, Dara duluan.. mau ke sekolah.."

"50 Ribu kamu pasti ada kan Dar! biar bapak yang car sendiri di rumah." Ayah Dara segera masuk ke rusun, membiarkan Dara yang ingin pergi ke sekolahnya.

"Pa! jangan ambil uang Dara, itu buat Dara sekolah!" Dara menarik lengan ayahnya, mencoba menahan ayahnya itu.

"Siapa yang besarin kamu? bapak cuma mau pinjam 50 Ribu Dar." Ayah Dara mencoba melepas paksa tangannya dari Dara.

Dara bisu, diam sambil memegang lengan ayahnya. Orang gue gede sendiri.

Bagas berhenti di depan Dara. Tumben, pagi-pagi datang ke rusun. Dara memberi kode agar Bagas membantu dirinya menahan ayahnya itu.

Bagas turun, membantu Dara menarik ayahnya agar tak masuk ke rusun.

"Kamu siapa ikut campur?" tanya ayah Dara lalu mendorong tubuh Bagas.

"Ini pak, ini 50 Ribu.. bapak jangan ambil uang Dara dirumah." Dara memberikan selembar uang 50 Ribuan.

Ayah Dara menerimanya tanpa merasa bersalah. Mengambil uang, lalu pergi, dua kebiasaan ayahnya yang dibenci Dara. Bagas memberikan helm pada Dara, sepanjang keduanya saling diam. Bagas yang paham situasi tak mau menanyakan hal tadi pada Dara sekarang.

Bagas memarkirkan motornya, banyak pasang mata yang memerhatikan Dara dan Bagas yang datang bersamaan. "Katanya boncengan Bagas cuma buat yang istimewa aja." Kalimat itu terus diucapkan orang-orang yang melihat mereka.

Dara meletakan helm Bagas lalu masuk kedalam sekolah, "Makasih."

"Lo kenapa si Dar?" Bagas mengejar Dara, bingung mengapa Dara tiba-tiba pergi.

Dara meneruskan langkahnya, "Gue ke toilet," ujarnya.

Bagas memerhatikan Dara. Gadis itu sulit ditebak, kadang bisa bercanda senyum dengannya, kadang bisa cuekin Bagas Habis-habisan.

Dara yang selesai dengan toiletnya tak dibiarkan keluar oleh Mauren. Mauren, salah satu pengagum Bagas namun cintanya yang selalu ditolak mentah-mentah.

"Lo anak baru disini kan?" Mauren menutup pintu toilet perempuan.

Dara mundur, menjauhkan dirinya dari gerombolan Mauren. "Ya." Dara

Mauren memutar bola matanya, "Baru anak baru aja udah berani pacaran sama Bagas."

"Boncengan ke lembang lagi," timpal salah satu teman Mauren.

"Gue ingetin lo buat jauhin Bagas. Kalau lo gak jauhin dia, yang bakal ngelabrak lo bukan gue doang." Ancam Mauren.

Dara tertawa, "Alay. Orang boncengan dikira pacaran." Dara pergi menerobos kelima orang itu, menghiraukan semua ucapan Mauren tadi.

Bagas menahan Dara di tangga, "Lo kenapa diem dari tadi?" ucapnya, bingung.

"Mulut gue kehabisan paket bicara." Dara pergi melewati Bagas begitu saja.

Surat Untuk DaraWhere stories live. Discover now