18

2.7K 284 51
                                    

" 'mau cerita enggak? lagi ada masalah ya?'

payah banget gue, baru ditanya begini aja udah langsung nangis."

•••

Happy reading
Jangan lupa Votmen^^

"Na," kini mereka sedang menonton tv bersama di ruang keluarga.

"Hm?"

"Lo dilukain bagian mana aja pas kerumah Bunda?" Ara diam membeku, bagaimana Aro bisa mengetahui hal itu.

"Gua gak sengaja liat lo keluar dari rumah dengan wajah penuh luka, ntah itu rumah siapa, pas gue selidikin rumah baru Bunda." ucap Aro seakan tahu isi pikiran Ara. Ara langsung menolehkan wajahnya kesamping.

"Banyak bang, gue mau pergi dulu ya?" ucap Ara.

"Kemana? Gue belom selesai, ra." tanya Aro.

"Rumah temen," jawab Ara, ia berjalan keluar rumah, belom melangkah terlalu jauh Ara membalikan badannya.

"MOTOR GUE DISINI KAN?" teriak Ara.

"GARASI!" jawab Aro dengan teriak.

Ara mengambil motornya dari garasi setelah itu menjalankan motornya ke tempat tujuan.

"Bismillah, semoga gak sama seperti waktu itu." gumam Ara.

"Assalamualaikum," Ara mengetuk pintu rumah itu.

"Waalaikumsalam,"

Cklek

"Siapa ya?" tanya seorang wanita paruh baya.

"Saya Ara, Tante," perkenal Ara.

"Anak nya Mas Aksa?" tanya wanita itu.

"Iya,"

"Kenalin saya Bunda Kia, panggil Bunda aja," ucap Kia ramah.

"Iya Bunda," ucap Ara canggung.

"Mari masuk," Kia menggandeng tangan Ara untuk masuk ke dalam rumah.

"Kok Bunda tiri gue lebih baik dari pada Bunda kandung. Wah, apa ini cuman rencana? Biar dia bisa dapet semua harta Ayah. Nggak, nggak. Nggak mungkin." batin Ara.

"Ara, kenapa melamun?" tanya Kia lembut.

"Gapapa, Bunda." jawab Ara pelan.

"Mas, ada anak kesayangan mu datang,"

Ara yang mendengar kalimat 'anak kesayangan' pun, menggelengkan kepalanya pelan. Dalam hati Ara tertawa miris. Ia tak percaya, karna dari ia lahir pun. Dirinya tak pernah mendengar kalimat itu dari mulut Ayahnya.

Aksa menolehkan kepalanya, ia menatap Ara dari atas hingga bawah. Betapa terkejutnya dia, ketika melihat lebam di sudut bibir Ara.

Aksa langsung menegakkan badannya, ia menghampiri anak gadisnya. Ia berdiri di hadapan Ara, ia melihat Ara kondisi Ara dengan raut wajah sedih.

Ia mengelus lebam di sudut bibir Ara, membuat Ara meringis kesakitan.

"Jangan di pegang, yah. Sakit,"

"Maaf, sayang. Udah di obatin?" tanya Aksa, dapat Ara lihat tatapan khawatir di mata Ayahnya. Ara tersenyum, mungkin baru kali ini ia melihat Ayah nya khawatir kepada nya.

"Kenapa senyum, hm? Nanti lukanya tambah sakit," ucap Aksa sembari mengelus surai hitam milik Ara.

"Rasa sakit nya hilang, ketika melihat Ayah khawatir. Ayah khawatir sama Ara?" Ara menatap Aksa sendu. Seketika Aksa diam membisu.

Hi, I'm AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang