"Ayo pulang!" Ajak Dario untuk yang kedua kalinya. Namun, malah dihadiahi tatapan datar bercampur rasa tidak suka dari Azlan. Lagian, sih, Dario siapa? Bukan bokapnya juga. Main ngajak-ngajak pulang aja.
Daripada menanggapi orang tidak jelas seperti Dario, lebih baik Azlan pergi. Cari seblak buat makan siang. Maklum perutnya lapar dan butuh asupan karbohidrat yang dapat menghasilkan energi.
"Ehh?" Kejut Dario melihat Azlan yang tiba-tiba saja pergi meninggalkannya. Dario dengan tergesa, menyusul Azlan dengan sedikit berlari. "Anakku, sayang! Kamu mau kemana, sih? Kok ninggalin Daddy gitu aja. Daddy gak suka!"
"AZLAN!!" jerit Dario kesal. Azlan tidak mau mendengarkannya. Anak itu memang mengesalkan sekali. Persis seperti ayah kandungnya Dirga itu.
Azlan menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Terus berlari keluar. Sesampainya di depan gerbang, Azlan melihat sebuah mini bus. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Azlan melambaikan tangannya. Membuat bis yang melaju dengan kecepatan sedang, berhenti.
Azlan pun masuk ke dalam bis. Duduk di salah satu kursi penumpang yang dekat dengan jendela. Kemudian mengeluarkan ponsel, mencolokkan ujung headset ketempatnya, dan mulai memutar lagu.
Dario yang ditinggalkan, mencebikkan bibirnya ke bawah. Ingin sekali dirinya menangis dan berteriak. Tapi, masih ada beberapa siswa-siswi dan wali murid yang belum meninggalkan sekolah.
Dario mengepalkan tangannya. Dengan cepat, salah satu tangannya merogoh kantung celana. Mengeluarkan ponsel untuk menghubungi bawahannya. "Bara, anakku kabur! Aku harap sesampainya di rumah nanti, dia sudah di depan mataku!"
🐈
Dirga memandang bosan jam dinding di ruang inapnya yang tak berhenti berdenting. Berputar-putar menunjukan waktu.
Hati kecilnya meringis pilu. Merindukan sosok Azlan yang sudah beberapa hari ini tidak dilihatnya. Dirga jadi ingin rasanya memeluk hangat Azlan. Mengecupi Azlan dan mengajaknya tidur bersama.
Dirga mendadak ingin pulang. Dengan cepat, Dirga bangkit dalam posisi duduk. Mencabut paksa jarum infus yang menusuk punggung tangannya. "Azlan, Ayah kangen banget sama kamu. Azlan tunggu di rumah ya, Ayah pulang sekarang! Maafin ayah yang dari kemarin-kemarin leha-leha disini. Gak ada buat kamu!"
Saat akan menuruni brankar, pintu ruang rawatnya menjeblak terbuka dengan kasar. Sesosok manusia berbadan kekar dengan balutan jas hitam memandangnya tajam. "Anda dilarang meninggalkan tempat ini oleh Tuan Rio. Apalagi menemui Tuan Muda Azlan. Saya harap, Anda mengerti dan kembali lah ke atas tempat tidur. Saya akan memanggilkan dokter agar memasang kembali jarum infus Anda. Anda belum sembuh total, Tuan. Permisi, Saya pergi!"
Dirga melongo. Apa-apaan barusan? Dilarang? Menemui anaknya? Tahu darimana dia akan menemui anaknya? Lalu hak apa Rio melarangnya. Mengurungnya disini? Sialan sekali bocah satu itu.
Bodyguard Dario membungkuk. Kemudian berjalan mundur sembari menutup pintu. Dirga tidak mau menunggu lama dan tertahan disini. Dengan cepat, Dirga menyusul, berlari dan mendorong pintu.
Brakkk
"Akhhh! Badan gue serasa remuk!" Dirga meringis. Mengelus bagian tubuhnya yang membentur daun pintu yang sudah terkunci rapat dari luar.
Dia terlambat.
Brakk
Brakkk
Brakkk
Pukulan demi pukulan, Dirga layangkan. Sebagian untuk pelampiasan rasa kesal karena ditahan di dalam sini. Sebagian ingin bawahan Dario mendengarkan. Dia butuh keluar untuk menemui anaknya. Jahat sekali mereka memisahkan anak dengan ayahnya!
"Keluarin Gue sialan!! Gue mau ketemu anak gue! Woe!! Rio ataupun bawahannya!! Bukain pintuuu! Gue mau ketemu Azlan!!" Teriakan demi teriakan keluar dari mulut manis Dirga. Dengan air mata bercucuran karena saking rindunya dengan Azlan, Dirga terus saja berteriak agar dikeluarkan.
🐈
Setengah jam telah berlalu. Dirga yang sudah lelah menangis dan berteriak, dengan langkah sempoyongan menuju ranjang. Kepalanya yang pening, semakin pening. Rasa sakitnya mulai menjalar di seluruh tubuh. Rasa rindu kepada anaknya semakin memuncak, menambah deritanya.
Duk
Dukk
Duk
Duk
Terdengar suara ketukan dari arah jendela yang tidak jauh dari tempat Dirga berdiri. Membuat Dirga menyempatkan diri untuk mengernyit. Siapa orang iseng yang mengetuk jendelanya?
"Siapa sih? Bisa diem gak?!" Bentak Dirga sembari balas memukul kaca lebih kencang.
Dibalik sana, sesosok remaja dengan seporsi bubur di tangannya tersenyum tipis. Ayahnya masih sama. Galak dan membenci kehadiranya.
Ah, tapi baginya rasa benci ayahnya bukan lah apa-apa. Yang penting, rasa cinta dan sayangnya kepada Sang Ayah, harus melebihi kebencian Ayah. Azlan kan, sayang Ayah Dirga yang tertampan setelahnya!
"Ini Azlan Ayah. Azlan rindu Ayah!"
Sayup-sayup Dirga mendengar suara Azlan. Tanpa sadar, tangannya reflek menarik kelambu jendela. Tepat beberapa senti di bawah jendela, sesosok remaja yang dia rindukan tengah tersenyum sembari menenteng tinggi styrofoam berisi bubur.
Bibir Dirga yang di awal cemberut, seketika tertarik membentuk senyuman. "Azlan?!"
Azlan mengangguk. "Iya, ayah! Ini Azlan anak Ayah! Azlan kangen Ayah. Azlan juga bawain makanan buat Ayah!"
Dirga sontak melirik ke sekitar. Cukup sepi dan aman. Dirga pun mengulurkan kedua tangannya. "Azlan, naik ke sini, ya? Sama Ayah? Ayah juga kangen sama Azlan!"
Deg
Seakan disambar petir, rasa hangat mulai merayap di hati Azlan. Benarkan apa yang Azlan bilang. Rasa cintanya yang lebih besar, mampu mengalahkan rasa benci ayahnya. "Ayah seriusan?"
Dirga mengangguk. Kemudian menerima tangan mungil Azlan. Membantu Azlan untuk menaiki jendela. Walaupun sedikit kesusahan, tapi tetap menghasilkan sebuah keberhasilan.
Sesampainya Azlan di kamar sementara ayahnya, Azlan memeluk erat Dirga. Begitu pula Dirga yang langsung balas menciumi wajah Azlan. "Azlan kangen banget sama Ayah. Ayah kenapa sih jual Azlan?"
Dirga melepas rekuhannya pada Azlan, menangkap sepasang pipi kelebihan lemak nan kenyal itu. Syukurlah jika kemarin bukan hari terakhirnya bersama Azlan. Tapi, bagaimana jika besok? Tidak, beberapa jam lagi? Atau beberapa detik ke depan?
“AYAH!”
“AYAHH!!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Capricorn
ChickLitAzlan mimpi hidup Azlan berubah. Berubah jadi lebih indah. Lebih indah.. Lebih indahhh... "Azlan, awas bola!" Peringkat Aska kala melihat bola basket yang dimainkannya bersama saudara kembarnya, terpental tepat di wajah Azlan. Azlan berhenti mela...