Sifting (I)

622 75 22
                                    

Kegiatan baking tidak berhenti hanya karena paket sarapan telah tuntas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kegiatan baking tidak berhenti hanya karena paket sarapan telah tuntas. Aku dan Aji masih harus membuat adonan untuk digunakan keesokan harinya. Kami berdua setuju bahwa menggunakan metode ini membuat roti kami lebih baik, lebih lembut dan tentu saja lebih enak. Aku tidak menggunakan ragi instan untuk campuran semua adonan roti. Roti dari Moema terbuat dari ragi liar yang alami dan dibuat dengan kesabaran.

Apalagi untuk Croissant yang prosesnya tidak sebentar. Aku harus membuat adonan hari ini untuk dieksekusi keesokan harinya. Croissant dan Sourdough merupakan menu utama yang sering kami gunakan, dan yang paling diminati.

Sandwich dari Moema bukan terbuat dari roti gandum biasa, tetapi dari roti Sourdough, sehingga memiliki cita rasa yang berbeda dan tentu saja sangat memanjakan lidah. Tentu saja ide dari menu ini adalah milik Dewa yang iseng menambahkan sayuran dan beef slice dalam potongan Sourdough yang aku buat. Dengan menambahkan butter dan dressing salad seadanya, dia menciptakan sebuah sandwich yang langsung jadi makanan favoritku. Sasou, begitu aku menyebut sandwich Moema Bakery, menjadi menu andalan yang banyak disukai oleh pelanggan kami. Thanks, Dewa!

"Mbak, ada Ibu!"

Suara Bella memecah kesunyian antara aku, Aji dan adonan kami. Aku mengangguk dan Bella pun menghilang.

"Mbak, pancake untuk Bang Dewa aku sajikan sekarang apa nanti?" tanya Aji kemudian saat melihatku telah selesai dengan adonan dan tinggal menyimpannya ke dalam kulkas.

"Jangan, biarin dia makan siang dulu. Kamu buatnya dalam porsi mini aja ya, Ji. Jangan lupa setiap detail yang dia minta itu. Yuk, udahan. Nanti kita lanjut."

Aku meninggalkan Aji yang masih akan berkemas sebelum istirahat siang. Setelah makan nanti dia akan membuat pancake yang diminta oleh Dewa.

Ketika memasuki toko aku melihat Mama yang tengah menyapa tetangga yang lewat. Moema sendiri berdiri di tempat strategis dengan akses langsung ke jalan besar dan terhubung dengan jalan menuju komplek perumahan, di mana Papa dan Mama tinggal.

"Ma," sapaku saat keluar.

"Sayang? Mama mau nganter ini buat kamu. Sibuk, Nak?" tanya Mama lembut sambil menunjukan sebuah wadah bertutup warna ungu tingkat tiga. Aku penasaran isinya apa, mungkin berkaitan dengan menu makan siang nanti. Mama selalu saja repot, padahal kalau memang aku malas masak kami tinggal pergi ke rumah Mama yang jaraknya enggak seberapa ini atau pesen online aja.

"Wah, Nak Alma makin cantik aja sekarang. Toko rotinya sukses banget, ya. Ibu lihat rame terus kalau pagi-pagi, dari yang pakai motor sampai bermobil pada sibuk ngantri. Hebat kamu," puji tetanggaku ini.

"Makasih, Tante. Aku juga sering lihat anak tante jajan di sini," balasku basa-basi. Hal yang paling malas aku lakukan.

"Iya, katanya enak roti buatan kamu ini."

"Wah, makasih loh, Mbak Tini," timpal Mama bangga.

"Sama-sama, sekarang tinggal ngasih Mama kamu cucu, Al. Sudah menikah dan sukses tentu enggak boleh lupa sama yang satu itu. Iya, kan? Jadi kapan dong ini?"

Kitchen Talk [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang