Aku sudah siap di depan meja kerja. Aku menyebut dapur sebagai ruang kerjaku. Rutinitas pagi hari sebelum berangkat ke Moema adalah memastikan semua kebutuhan Dewa terpenuhi terutama perutnya yang selalu kelaparan itu dan memberi makan sourdough starter. Mereka akan menjadi kokoh setelah enam hari proses pemberian makan. Setelah hari keenam aku biasa melakukan pengujian terhadap starter yang sudah siap sebelum digunakan dalam adonan baru.
Setelah aktivitas itu aku lakukan, maka aku akan pamit menuju Moema yang berjarak beberapa meter dari rumah.
Tempo hari Dewa sempat memintaku mencari seorang asisten lagi, melihat pertumbuhan Moema yang tidak main-main. Baginya yang terpenting adalah agar aku tidak terlalu lelah dan menghabiskan waktu dan tenaga di sana. Dewa ingin aku menikmati hari-hari dengan lebih santai dan hanya sesekali mengecek pekerjaan anak-anak. Yah, aku harap masa itu akan tiba.
Setelah mengganti seragam, aku mengeluarkan adonan dari dalam kulkas yang sudah didiamkan selama dua belas jam lamanya dan memulai aktivitas dengan membuat Croissant yang menjadi menu favorit Moema. Biasanya setelah selesai menggulung adonan, Aji akan muncul seperti biasa dan memulai bagiannya. Tugas Aji adalah membuat sandwich ala Moema menggunakan sourdough.
Aku masih memikirkan perkatan Dewa semalam setelah bergelut seperti itu pun aku tetap menanyakan kembali kepastian pria yang disukai adik perempuanku satu-satunya itu. Pria itu kini tengah membelakangiku, sibuk melakukan folding in, yaitu teknik mencampur adonan.
Jarak usia mereka yang terlampau jauh juga menjadi concern tersendiri, walau pada akhirnya pendapat kami hanya perlu jadi pertimbangan saja. Tapi bagaimana bisa, Gladis kami jatuh cinta dengan Aji? Sejak kapan?
Aku menggeleng keras dan berusaha fokus melakukan bagianku.
"Oke, semuanya sudah, ya, Man. Hati-hati di jalan," ucapku kepada Salman yang akan membawa pesanan pelanggan hari ini. Tidak lama aku melihat mobil Papa berhenti di depan Moema, pria dengan wajah galak itu muncul setelah kaca jendela diturunkan.
"Nak, mau nitip bubur kampung enggak? Gladis traktir, nih?" tanya Papa sambil terbahak saat anak gadisnya yang seorang lagi memukul lengannya yang masih kokoh itu dari samping. Gladis tampak melambai-lambai dan perkataan Dewa semalam kembali teringat.
"Jangan ketawa gitu, Pa. Enggak cocok dengan image Papa tuh," jawabku sewot dan kini gentian Gladis yang terbahak mendengar perkataanku.
"Mama enggak ikut?" tanyaku kembali.
"Enggak, kita bungkus aja. Mau enggak nih, jarang-jarang ditraktir Gladis. Katanya untung jualan album K-Popnya gede yang ini, siapa itu yang come back, Nak"
Dih, buset, Papa aku tahu-tahunya soal come back K-Pop idol, ini pasti ajaran anak bungsunya itu.
"BTS, Pa. fans-nya banyak jadi laris manis kembang goyang," balas Gladis dari dalam mobil disertai gerakan anehnya. Tuhan, anak ini jatuh cinta?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kitchen Talk [TERBIT]
RomanceKini impiannya memiliki toko roti menjadi kenyataan dan perkembangan Moema Bakery benar-benar menjadi kebahagian Alma yang sempat merasa kehilangan gairah akibat keguguran saat tahun pertama pernikahannya. Namun, setelah memasuki tahun keempat pern...