2

1.6K 191 29
                                    

Hidup Jeno dipenuhi oleh kekerasan. Hal itu datang secara tiba-tiba setelah dirinya mengikuti tawuran antar sekolah.

Bukan apa-apa. Jeno hanya terbawa emosi ketika sekolahnya dituduh tidak benar karena salah satu muridnya telah melakukan kegiatan tak masuk akal, yaitu membunuh.

Tawuran tidak dapat merubah keadaan menjadi baik seperti semula. Tawuran juga tak bisa membuat sang korban pembunuhan menghembuskan napasnya kembali. Namun para warga sekolah yang berdampingan dengan sekolah Jeno tak terima jika mereka harus kehilangan salah satu muridnya karena kasus pembunuhan ini.

Benar, seseorang yang satu sekolah dengan Jeno telah membunuh murid sekolah sebelah.

Pembunuhan terjadi di halaman belakang sekolah Jeno.

Tak diketahui namanya, tak jelas alasannya, bahkan identitas pun tidak ada.

Semua barang bukti tak cukup jelas untuk menyimpulkan bahwa murid yang ada di sekolah Jeno telah membunuh murid sekolah sebelah. Sampai sekarang pencarian si pelaku masih ditindaklanjuti, dan tersangka utama adalah salah satu warga sekolahnya Jeno.

Cukup tak masuk akal sebenarnya jika ada salah satu murid yang masih berada di Sekolah Menengah Pertama melakukan kegiatan seperti ini.

Tungkainya terus melangkah. Jeno berjalan pulang ke rumah dengan gestur lesu. Ia sudah terbiasa berjalan kaki setiap pergi dan pulang sekolah dikarenakan jarak yang lumayan dekat.

Wajahnya babak belur, penuh dengan luka lebam maupun luka goresan. Ya, ini kedua kalinya Jeno ikut tawuran antar sekolah, padahal dirinya baru masuk sekolah setelah sempat diskors selama seminggu.

"Lu bandel sih. Baru SMP aja udah bikin ulah gimana nanti kalo usah gede?"

"Bawel lu ah. Berisik mulu dari tadi."

"Ya gimana gue gak bawel? Gue aja dari tadi mikirin gimana respon orang tua kita ngeliat keadaan lu yang mukanya jadi buruk rupa begitu."

"Bacot anak mamih." Kemudian Jeno berjalan mendahului Eric yang kini tengah meneriaki namanya dari belakang.

Jeno kesal dengan adik kembarnya itu. Ia sendiri tahu kalau Eric khawatir dengan dirinya. Tapi tetap saja, seburuk apapun keadaannya pasti yang paling cemaskan adalah Eric---si bontot pembawa sial.

Seperti minggu lalu ketika Jeno ikut tawuran untuk yang pertama kali. Meskipun Eric tak babak belur, pasti ia akan selalu dikhawatirkan oleh orang tuanya. Sementara itu Jeno akan dimarahi habis-habisan karena tidak memberikan contoh yang benar pada adiknya.

Sungguh tak enak menjadi Kakak pertama. Kesialan akan menimpamu secara bertubi-tubi di setiap harinya. Itu yang dirasakan Jeno.

"Jen, kok---"

"Lu tuh bisa diem gak sih?! Jangan berisik, gue pusing. Lo ngoceh-ngoceh begitu juga gak berguna, gak bisa merubah sifat egois dari mereka---orang tua kita!"

Jeno berbalik, ia membentak adiknya untuk kesekian kali. Membuat Eric membeku di tempat dengan pandangan tak lepas dari kakaknya itu.

"Egois?"

"Mereka lebih sayang lu daripada gua. Apa lu gak sadar ha?! Gue iri Eric gue iriii!" Tangannya mengacak-acak rambutnya frustasi. "Kalo gue bisa milih, gue lebih milih buat jadi anak tunggal daripada harus punya kembaran kayak lo. Lo itu gak berguna tau gak?! Lo pembawa sial!"

Jujur, baru pertama kalinya Eric dibentak seperti itu oleh Jeno. Tak sering Jeno memarahi dirinya. Jika Jeno memarahi Eric, pasti tidak akan seperti ini, ia akan berkata dengan nada normal tanpa ada bentakan sedikitpun saat berbicara.

Jeno hanya akan membentak ketika ia sudah kelewat emosi. Persis seperti saat ini.

"Benci banget kayaknya lo ke gua."

"Emang. Benci. Banget. Najis gue sama lu." Kembali mempercepat langkah kaki, Jeno mengabaikan Eric yang tertinggal jauh di belakang sana.

Sementara itu Eric terdiam di tempat. Ia sakit hati dibilang seperti itu oleh kembarannya.

Namun ia bisa apa? Mengadu ke orang tua?

Ah, itu hanya dapat menambah rasa benci Jeno pada dirinya. Mungkin sewaktu-waktu ia juga bisa dibunuh oleh cowok itu.

Twins || Lee Jeno & Eric Son [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang