Bagian 18

21 2 0
                                    

Nadia tampak terkejut saat menatap orang yang ada di hadapannya itu. Dia tiba-tiba tertunduk dengan tangan memegangi sebelah kepala. Ingatannya mulai kembali. Semua kejadian yang dulu terjadi, kini mulai tersusun dengan rapi.

Nadia menatapnya lagi untuk memastikan bahwa ingatannya itu benar, "Ka-kau..."

Lelaki itu tersenyum, "Lama tak jumpa, Nadia..." Dia meraih dagu Nadia dan sedikit mengangkatnya. "Kau masih mengingatku, kan?" Dia sedikit membungkuk untuk mendekatkan wajahnya.

Nadia tersipu, "Ya... Te-tentu Aku mengingatmu.., Randy..." Ungkap Nadia dengan mata berkaca-kaca.

***

Gina masih mendekap erat tubuh Rendy. Rendy pun masih mencoba untuk menenangkan Gina seperti biasanya.

"Sudahlah. Tenangkan dirimu Gina. Aku bisa dimarahi Ayahmu nanti" Tutur Rendy putus asa.

"*Sob...* Dimarahi Ayahku?" Tanya Gina, masih dengan posisi yang sama.

"Ya-yah... Entah kenapa dia tahu kau menangis malam itu" Jelas Rendy singkat.

Gina tidak merespon sama sekali, seakan dia sudah menduga hal itu akan terjadi. Dia juga tampak masih nyaman dengan posisinya sekarang. Entah mau sampai kapan dia akan seperti itu.

Rendy menghela nafas berat, "Kau tau, Aku mulai merasa heran... Akhir-akhir ini kau cukup sering menangis untuk hal sepele... Ya, aku tau kadang aku terlalu berlebihan saat menjahilimu, tapi.., tampaknya kau hanya menangis saat bersama denganku saja." Tutur Rendy, menyelidiki.

Tubuh Gina merespon. Hal itu langsung dimanfaatkan Rendy untuk memperbaiki keadaan.

"Ya, aku memang menjanjikan sesuatu padamu. Tapi... Ini benar-benar aneh menurutku." Lanjutnya berbicara.
"Soalnya, kau hanya akan menangis jika pelakunya adalah diriku.., kan? Hm... Itu sangat mencurigakan..." Ungkap Rendy sambil memainkan dagunya.

"Ya ya.., aku tau. Untuk yang sekarang kau menangis karena merasa lega" Tutur Rendy membenarkan.
"Hanya saja, ini terlalu lama untuk menangis, kau tau. Apa kau punya maksud tertentu untuk hal ini? Atau mungkin, kau mengharapkan sesuatu dariku?"

*Push...*
Tanpa aba-aba, Gina mendorong Rendy menjauh darinya. Dengan sigap, dia langsung berbalik badan menghindari kontak mata.

"Si-siapa juga yang menangis, dasar bodoh!" Bantah Gina, dengan tangan mengucek mata.
"A-aku juga tak mengharapkan sesuatu yang, se-se-spesial darimu!!!" Bantahnya sambil menghadap Rendy. "Aaargh" Dia berbalik kembali dengan cepat.

Rendy terdiam sejenak. "Heee, begitukah? Syukurlah..." Ketus Rendy, merasa lega.

Namun respon itu malah membuat Gina tampak murka. Dia kembali menghadap Rendy dengan ekspresi kesalnya. Dia menarik nafas panjang dan yah... Cacian.

***

Fina tengah makan siang bersama Kakek dan Neneknya. Dia tampak kurang menikmati makanan dan sering melamun sendirian.

Hal itu tentu membuat Neneknya khawatir. "Fina, apa ada hal yang menggangumu? Kau tidak sakit kan?" Tanya Neneknya cemas.

Fina tersadar dan menjawab dengan segera, "Ah, ti-tidak" Dia langsung melahap makan siangnya sampai habis tak bersisa.

Kemudian Fina membereskan bekas makannya itu, dan berlalu pergi. Pergi meninggalkan Kakek dan Neneknya yang masih tampak kebingungan.

***

Setelah cukup lama saling terdiam. Rendy mulai mengajak Gina untuk mengobrol kembali. Mengingat peristiwa yang Ia saksikan dulu, akhirnya bisa diungkap sepenuhnya.

Nostalgia Tak BerwarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang