Rendy cukup terkejut saat mendapati Fina adiknya– tak ada di ruang rawat sebelumnya.
Dengan masih berpikiran positif, Ia menghampiri meja resepsionis rumah sakit untuk menanyakan perihal apa yang terjadi sebenarnya.
Ia pikir, mungkin saja Fina serta yang lainnya sudah pulang dari rumah sakit dan sedang menunggu dirinya.
Namun alangkah terkejutnya Ia, saat mendengar bahwa adiknya justru dipindahkan ke ruang UGD, pagi tadi.
Penyebabnya adalah, Fina hampir kehabisan darah akibat tikaman benda tajam diperutnya.
Dengan panik, Rendy bergegas pamit pergi ke ruang UGD, dan menemui Kakek beserta Neneknya yang sedang terduduk renung di ruang tunggu.
Mereka tampak begitu cemas dengan keadaan Fina. Begitupula dengan Rendy yang dipenuhi rasa bersalah karena sempat menolak permintaan adiknya.
Neneknya menuturkan bahwa saat tragedi terjadi, kala itu dia sedang di kamar mandi.
Sementara si Kakek kala itu sedang bersantai, di kawasan perokok.Pelaku penusukannya sudah diamankan oleh pihak kepolisian, di TKP.
Pelaku merupakan seorang Perawat magang, di rumah sakit tersebut, yang baru masuk beberapa hari yang lalu.
Dari pengakuannya, Perawat itu mengaku dirinya dipaksa untuk menghabisi seorang pasien di rumah sakit tersebut, setelah mendapat ancaman dari seseorang yang sedang menyekap adiknya di suatu tempat.
Namun karena dirinya panik, Perawat itu berakhir salah kamar dan menusuk Fina yang sedang terlelap, berulang kali di area perutnya.
Dia baru menyadari kesalahannya, saat membaca ulang pesan di ponselnya.
***
Di sisi lain...
Nadia berlarian luntang-lantung di hutan rindang di malam itu.
Dia melangkah dengan penuh keyakinan, menuju titik perjumpaan. Air mata yang tak lagi terbendungkan, sudah meluap membasahi pipinya sedari tadi.
Dia, mencari seseorang.
Seseorang yang kini dia percayai untuk berterus terang.Sampai ketika dia berdiri di pintu gerbang, dia langsung menyerukan nama Gina. Sahabat barunya.
***
Esok harinya, ada dua berita yang menggemparkan media.
Yaitu tentang pembantaian satu keluarga, dan penangkapan tersangka kasus pembantaian.
Ya, itu saling terhubung karena terjadi di malam yang sama.
Saat sampai di sekolah, Rendy mendapati orang-orang sedang berkumpul membahas berita tersebut.
Karena tak tahu apa-apa, Ia segera mencari Deni si informan handal. Karena Gina tampaknya sedang sibuk dengan Nadia saat ini. Ya, mereka sedang dikerubungi siswa lain.
Seperti biasa, Deni berdiri dekat whiteboard. Tempat favoritnya.
Dari apa yang dia jelaskan, Rendy hanya merespon dengan anggukan saja. Memahami kondisi akhir-akhir ini yang begitu kacau.
Ia menghela nafas berat. Coba menenangkan diri untuk beberapa saat.
"Eugh, ini buruk. Aku punya firasat, jika ini masih akan terus berlanjut." ketusnya pelan.
"Oh ya, satu lagi." Deni menambahkan.
"Andin, adik Nadia selaku teman sekelas kita, dia– sudah tiada. Dia, salah satu korban dari kasus pembantaian kemarin malam." pungkasnya menuturkan.Rendy, seketika lemas mendengar hal itu.
Ia spontan mengecek tangan kanannya yang kemarin sempat bersentuhan dengan Andin, untuk terakhir kalinya.~×~
Dari sudut pandang Gina, selaku orang pertama yang mendapat berita tentang keluarga Nadia, dia benar-benar terkejut dan hampir tak percaya.
Dengan penuh simpati, Gina berusaha menenangkan Nadia semampunya.
Pak Kepala sekolah juga menyayangkan hal itu setelah menghubungi pihak berwajib dan meminta penjagaan ketat, meminimalisir bahaya yang mungkin masih mengintainya
Dan tentunya, untuk berita kedua....
"Nadia! Kau di sini tidak?" seseorang berteriak mencari. Membuat para siswa spontan menoleh, dan lalu menatap ke arah Nadia.
Seorang Remaja yang mirip dengan seseorang, telah masuk ke ruangan kelas. Membawa dirinya ke tengah kerumunan para siswa yang sedang mengintrogasi Nadia dan Gina. Ntahlah.
"Nadia!" dia membuka lebar-lebar kedua lengannya. Mengisyaratkan sebuah pelukan, menunjukkan keakraban mereka berdua.
Gina yang sedang bersama Nadia, secara spontan mendorong jauh orang itu. Bermaksud melindungi Nadia.
"Eugh. Sikap menyebalkanmu itu, memperparah pandanganku pada seseorang, dan itu sangat tak cocok untuknya!" tegas Gina yang entah kenapa terlihat kesal.
"Siapa kau?" tambahnya.
Walau sempat terpancing, dia tak memakan umpannya. "Arara~, temanmu?" lirih orang itu, menoleh pada Nadia.
Nadia mengangguk malu-malu, sebelum berdiri dan memperkenalkan mereka.
~×~
"Hey bung, dia mirip sekali denganmu." "Kloninganmu kah?" ketus Deni, mengusik Rendy yang masih melamun.
Tersadar, Rendy menoleh dan segera berkomentar.
"Jangan bercanda, Aku tak bisa kagebunshin." ketus Rendy menjawabnya. Sense of Humor.Menyadari sesuatu, orang tadi yang sedang diperkenalkan oleh Nadia, bergerak beberapa langkah serta melakukan pengakuan pada semua orang
"Yo, namaku Randy."
"Mantan Adik dari seorang pecundang di sebelah sana, sekaligus versi sempurna dari dirinya! Haha!" tegasnya, dengan tawa yang arogan.Rendy menatap dingin adik kembarnya, mengingat bahwa dia harusnya sudah meninggal dunia.
Namun lihatlah kenyataannya.
Mereka saling menatap satu sama lain setelah belasan tahun tidak bertemu.
Sebuah takdir yang rumit berhasil mempertemukan kembali mereka berdua... dan apakah itu takdir yang baik ataukah buruk....Entahlah, tak ada yang tahu pasti.
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nostalgia Tak Berwarna
RomanceCerita ini berputar pada seorang remaja bernama Rendy Permana. Ia hidup normal di kota A seperti remaja pada umumnya. Ia periang, ramah, dan juga hangat pada orang yang dikenalnya. Namun dibalik itu semua, Ia juga tipe orang yang cuek dan tak mau ik...