Bagian 22

23 2 0
                                    

(Di kediaman keluarga Gina)

"Nggak mau!"

"Ayolah~"
"Padahal sudah Ayah siapkan khusus untukmu, lho.... Coba sebentar saja, ya?" Ayahnya terus membujuk dengan sedikit paksaan.

"Enggak, ya enggak!" Gina menolak keras.

"Ayolah Say, mau ya? Sebentar saja kok....
Mau, ya?"

Gina yang kesal, langsung pergi menuju kamarnya, karena tak ingin bertengkar lagi– dengan sang Ayah.

Ayahnya mengikuti, sambil masih membujuk....

"Tunggu, Say~" ketus Ayahnya sambil menggapai pundak Gina.

Bersamaan dengan itu, ada panggilan masuk ke ponsel Ayahnya.

Setelah mengecek layar ponsel, Beliau pamit untuk mengangkat telepon.

"Tunggu sebentar, ya~"

---

Beliau mengangkat telepon.

"Hallo! Selamat malam~"

"Ah, Putriku sudah kembali."
"Ya, dia sedang bersamaku sekarang, hahaha...."

"Hm, kau akan sibuk untuk beberapa minggu ke depan, ya?"

"Begitu kah?"

"Yah, lagipula Aku juga belum mendapatkan restu dari Putriku...."

"Ahahah.... Iya."
"Dia memang begitu...."

"Okey, sampai nanti~ Bye!"

---

Beliau segera menutup telepon, dan tampak murung setelahnya.


Tidak sengaja menguping percakapan dalam telepon, Gina merasa tak enak hati....

Dengan arahan yang dulu Rendy berikan padanya— Gina kini benar-benar sadar akan kesalahan, dan ingin memperbaiki keadaan.

Diapun membulatkan tekad, kemudian menghampiri Ayahnya yang tengah murung itu.

"Ayah...." Gina memanggil sambil menarik secuil pakaian yang dikenakan Ayahnya.

Beliau menengok ke belakang.
"Iya, Say? Kenapa?"
Beliau tersenyum tipis.

"Anu...."
"Se-sebenarnya...."

"Apa kau berubah pikiran dan ingin memakai piyama ini?" ketus sang Ayah, merusak suasana.

"Tidak!"
Gina langsung menepisnya karena kesal.

Dia kemudian menenangkan diri agar tidak marah, dan kembali pada topik utama.

"Tidak,"
"Bukan itu...." gumam Gina dengan wajah serius.

Melihat Putrinya yang tampak serius– Beliau mulai menjaga sikap dan mendengarkan Putrinya, dengan serius pula.

"I-ini tentang pernikahan Ayah...." tutur Gina sambil menatap Ayahnya.

"Yah, mungkin dulu aku sempat menolaknya dengan keras, tapi...."
"Aku sadar, itu tidaklah baik jika Aku merebut kebebasan Ayah...." ungkap Gina dengan nada penuh sesal.

Ayahnya reflek mengelus kepala Gina dengan lembut.

"I-intinya, sekarang aku sudah tak keberatan jika Ayah menikah lagi. Begitu...." Gina tersipu, sambil bersembunyi di balik boneka.

Nostalgia Tak BerwarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang