Bagian Enam

3 1 0
                                    

Kopi itu pahit, sama kayak kenyataan.

***

Di sisi lain Vero berlari menghampiri Aidel.

"Del aduhh, lo gapapa?" kata Dhyrra lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Aidel berdiri. Aidel hanya merasakan perih disertai sedikit darah karena goresan kulit lututnya dengan permukaan lapangan.

Sedangkan dari arah sana, cowok-cowok yang bermain basket melihat Vero.

Vera yang masih kepedasan ikut membantu Aidel dan melihat luka goresan di lutut Aidel. Vera juga memaki-maki cowok satu yang ada di depannya ini.

"Lo bisa main basket ga sih? Ring-nya tuh disana tolol. Kena Aidel kan." kata Vera.

"Apaan sih kok lo marah ke gue? Gue kan ga sengaja." sahut Vero sambil melihat Aidel yang kini sudah berdiri sempurna.

"Lo lagi lo lagi." Aidel angkat bicara dan mengatakan hal yang sama saat Vero mendatanginya tadi pagi.

"Ehh.. anu gue minta-"

"Lo mau minta maaf? Udah gue maafin." sela Aidel malas.

"Kok lo?" jawab Vero heran.

"Gausah alay deh, gue gapapa."

"Ih Del lo harus minta dia tanggung jawab, tuh kaki lo luka." balas Dhyrra, Vera mengangguk setuju.

"Lo kira gue hamil? Santai girls." kata Aidel. Vero tertawa.

"Heh kok lo ketawa, ga tau diri banget." Vera tidak terima.

"Ya maaf gue kan spontan. Lo hari ini sensi banget deh." Vero melihat Vera.

"Gausah sok akrab sama gue." Vera malangkahkan kakinya pergi, ia juga mengajak Aidel dan Dhyrra.

Vero mengedikkan bahunya tidak peduli, "Oh namanya Aidel" tertawa kecil sebentar, "Lucu."

Ketiga cewek itu memanfaatkan waktu istirahat yang tiba dengan mengunjungi UKS. Vera menyarakan agar luka Aidel dibasuh atau disterilkan terlebih dahulu.

Dhyrra mendorong pintu UKS. Mereka berempat disambut dokter penjaga UKS.

"Dek? Ada yang bisa dokter bantu?"

"Ohh gausah repot-repot dok. Saya cuma mau bersihin luka, bisa sendiri kok hehe." ujar Aidel, kemudian dokter itu mengangguk dan melanjutkan kegiatan menulis yang sempat tertunda sebentar.

"Lo tunggu sini aja ya, gue bisa sendiri kok." kata Aidel.

"Gue ikutttt." ujar Dhyrra.

"Okelah."

Aidel menuju wastafel dengan memegang tisu. Meneteskan sedikit air pada bagian tisu. Kemudian mulai mengelap area lukanya.

Seperti dejavu.

Aidel jadi ingat kejadian masa kecilnya. Ia benar-benar sering terjatuh saat bermain. Dan luka ini, mengingatkan Aidel akan hal tersebut. Dulu dirinya selalu menangis histeris ketika mendapatkan luka apalagi disertai darah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Odense and SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang