1. Pernikahan Yang Dingin

22.1K 1.5K 35
                                    

Matahari terbit, menggantikan posisi bulan untuk menyinari bumi. Suara burung berkicau membuat suasana terasa indah dan tenang. Di dalam sebuah rumah minimalis tingkat dua, terlihat seorang wanita yang sedang sibuk memasak di dapur. Kedua tangan wanita tersebut bergerak dengan lihai menyiapkan sarapan untuk pagi ini. Dengan sebuah celemek yang menempel di tubuhnya, tak mengurangi kecantikannya yang alami.

Setelah menghabiskan waktu cukup lama di dapur, akhirnya menu sarapan pagi ini sudah selesai. Wanita bernama Neira tersebut langsung menata masakannya di atas meja makan.

Saat sedang menata makanan, seorang pria datang dan langsung duduk. Tak ada sapaan apapun, dan mereka sama-sama diam. Neira pun mempercepat tugasnya agar bisa segera makan. Dia harus berangkat kerja, jadi dia tak bisa bersantai-santai.

Sarapan pagi ini terasa tenang tanpa ada obrolan apapun. Namun, hal ini tidak terjadi di pagi ini saja, tapi memang terjadi setiap pagi. Neira memasak untuk dirinya, juga untuk seorang pria bernama Fathan yang berstatus suaminya sejak setahun yang lalu.

"Hari ini aku lembur. Aku akan bawa kunci cadangan." Fathan berkata dengan singkat setelah menyelesaikan sarapannya. Setelah itu dia beranjak pergi meninggalkan Neira sendirian. Neira tak menyahut apapun dan melanjutkan acara makannya. Ini hal biasa, dan Neira pun sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini.

Dia dan Fathan memang sepasang suami istri, namun interaksi mereka layaknya orang asing. Mereka akan bertemu hanya saat sarapan saja. Setelah itu mereka sibuk dengan dunia masing-masing. Tak pernah bertegur sapa atau pun bertanya kabar dan keadaan. Dan itu sudah terjadi selama satu tahun.

Pernikahan mereka tidaklah didasari cinta. Mereka mau menikah demi membahagiakan orang tua masing-masing. Beruntungnya, saat menikah mereka sama-sama lajang, tak memiliki kekasih. Jadi, tak ada yang merasa tersakiti.

Hati kecil Neira kadang juga berharap kalau dia bisa menjalani sebuah pernikahan yang normal seperti pasangan suami istri yang lain. Namun, Neira sadar kalau dia tak akan bisa mendapatkannya dari Fathan. Dan entah kapan dia bisa merasakan pernikahan yang hangat dan penuh cinta.

Neira menghela nafas dan memejamkan mata. Lagi-lagi pikiran itu singgah dalam benaknya akhir-akhir ini. Dan Neira sadar, kalau harapannya tersebut mungkin akan sulit untuk diwujudkan.

Kadang, terbersit dalam benak Neira untuk menggugat cerai Fathan, dan dia bisa mencari pria lain yang tulus mencintainya. Namun, ada sosok yang harus Neira jaga perasaannya. Yaitu, ibu mertuanya.

Neira tak bisa berbuat apa-apa lagi. Jika sejak awal dia bertahan bersama Fathan demi orangtuanya dan kedua mertuanya, maka sekarang Neira bertahan untuk ibu mertuanya saja. Ya, orangtuanya juga ayah mertuanya sudah meninggal dunia dengan jarak waktu yang berdekatan. Karena itu, Neira tak mau membuat ibu mertuanya merasa ditinggalkan lagi. Walau ya, dia harus mengorbankan perasaannya sendiri.

***

Neira kini berada di kantin kantor untuk makan siang bersama dengan teman-temannya. Dia, dan ketiga temannya memang jarang makan di luar area kantor. Alasan pertama, menghemat waktu. Kedua, harga makanan di kantin kantor lebih murah dari pada restoran.

"Eh, eh. Lo semua udah denger berita baru gak di kantor?" Seorang wanita berambut ikal sebahu mulai bersuara, memulai obrolan. Atau mungkin lebih tepatnya menggosip.

"Ada apaan emangnya? Gue selalu ketinggalan berita." Teman di sampingnya menyahut dengan penasaran.

"Gue denger katanya Pak Haris punya simpanan! Dan yang jadi simpanannya masih satu kantor sama kita!" Wanita bernama Riani itu memekik pelan, memberitahukan teman-temannya tentang berita yang dia dengar.

"Lo yakin? Jangan sampe nyebar hoaks." Wanita bernama Yessi menyahut, terlihat tak percaya.

"Ish, gue yakin dong karena gue selalu dapet berita dari orang terpercaya," jawab Riani dengan bangga.

"Wah, kalau bener kasihan istrinya ya. Mana lagi hamil lagi. Emang dasar buaya," dengus Tiara, teman Neira yang lain.

"Kelanjutannya gimana?" Neira baru bersuara setelah makanan di piringnya habis.

"Masih dicari ceweknya siapa. Kalau udah ketahuan, katanya bakalan dipecat dua-duanya. Lo tahu sendirikan bos cantik kita itu anti banget sama perselingkuhan dan pengkhianatan," jawab Riani. Neira mengangguk kecil mendengar itu. Dari tahun ke tahun, selalu ada saja berita perselingkuhan di kantor. Empat tahun kerja di sana, rasanya Neira sudah sering mendengar berita para atasannya yang berselingkuh di kantor padahal sudah punya istri dan anak.

Yang lebih mengherankan adalah, mereka sudah tahu kalau ketahuan selingkuh akan langsung ditendang dari perusahaan dengan uang pesangon yang seluruhnya masuk ke rekening korban perselingkuhan. Tapi, kenapa masih saja ada yang cari masalah?

"Kalau ketahuan orangnya, mampus udah. Itu cewek juga mau-maunya ya sama suami orang. Udah nanti dipecat, gak dapat pesangon lagi. Kelar deh idupnya," ujar Yessi menggebu-gebu. Mereka sama-sama wanita, jadi mereka suka ikut kesal dengan adanya berita begini.

"Berdoa saja semoga istri Pak Haris yang sedang hamil tetap baik-baik saja," timpal Neira. Ketiga temannya langsung mengangguk dan mengamini ucapan Neira barusan.

"Satu lagi, semoga mereka cerai dan istri Pak Haris dapat pengganti yang lebih baik," lanjut Riani. Selama empat tahun kerja bersama, mereka memang selalu satu pikiran dan satu pendapat. Masalah perselingkuhan, mereka sama-sama benci dan kadang ikut mengutuk pelakunya.

"Lo gimana, Nei? Fathan gimana?" Yessi bertanya, menanyakan perihal rumah tangga temannya tersebut yang cukup aneh.

"Gak ada yang berubah. Semuanya tetap sama sampai sekarang," jawab Neira datar. Ketiga temannya saling bertatapan saat mendengar itu.

"Nei, coba sekali-kali lo yang deketin suami lo. Masa iya kalian berdua tetap begitu setelah setahun nikah? Kan gak lucu," ucap Riani memberikan sebuah saran. Namun, Neira langsung menggeleng.

"Gak deh. Gue bertahan demi mertua gue. Udah gitu aja."

"Jadi, jika suatu saat nanti mertua lo meninggal, lo akan cerai dengan Fathan?"

"Bisa jadi." Jawaban Neira yang datar dan kalem justru membuat teman-temannya heboh.

"Sayang, Nei. Fathan itu gambaran suami idaman loh. Dia itu-"

"Idaman apanya? Mengabaikan istrinya selama satu tahun bisa dikatakan idaman begitu?" Neira memotong perkataan Tiara dengan sedikit sarkas. Mereka bertiga langsung diam saat nada suara Neira naik satu oktaf.

"Gue juga capek ngejalanin pernikahan kayak gini. Gue juga pengen ngerasain jadi istri yang normal kayak orang lain. Gue pernah berusaha ngedeketin dia. Dan lo semua tahu kan kalau dia malah natap gue kayak gue ini ganggu dia banget. Makanya gue gak mau deketin dia lagi," jelas Neira sedikit berapi-api. Teman-temannya kembali berpandangan mendengar itu. Dengan cara bicara Neira yang seperti itu, rasanya wanita itu sudah benar-benar capek dengan pernikahannya yang tetap jalan ditempat selama setahun ini. Tak ada kemajuan, tak bisa juga untuk berpisah. Benar-benar terperangkap dalam pernikahan yang lama-kelamaan menyiksa batin.

_______________________________________

Hai semuanya. Sebenarnya aku ingin menamatkan Simpanan CEO lebih dulu. Tapi tangan gatal juga pengen publish cerita ini.

Bagaimana menurut kalian?
Jangan lupa tinggalkan jejak🤩

Cold WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang