5. Mantan Sahabat

7.2K 1.2K 52
                                    

Neira keluar dari area kantor bersamaan dengan ketiga temannya. Neira lupa kalau Fathan berkata akan menjemputnya. Dan dia baru ingat, saat tak sengaja matanya melihat mobil Fathan. Fathan berdiri dengan tubuh menyandar pada badan mobil. Pria itu sedang sibuk dengan ponsel, dan tak menyadari kalau Neira sudah keluar.

"Wih, pendekatan nih? Udah main antar jemput," goda Yessi. Riani dan Tiara tertawa mendengarnya.

"Apa menurut kalian dia baik karena ada maunya?" tanya Neira.

"Gue yakin ada. Mungkin dia ingin malam pertama dengan lo, Nei," ujar Riani tanpa basa-basi. Neira mendelik tajam mendengar itu. Sialan emang kalau punya teman mulutnya gak dikontrol.

"Nei, dia datang," bisik Yessi. Neira langsung melihat ke depan dan benar saja Fathan sedang berjalan mendekat ke arahnya.

"Sudah pulang?" Fathan bertanya. Neira menatapnya dan mengangguk. Pertanyaan yang bodoh bagi Neira.

"Ayo pulang," ajak Fathan langsung. Dia berbalik dan langsung berjalan mendekati mobilnya. Meninggalkan Neira begitu saja.

"Datar banget sih suami lo, Nei," bisik Yessi. Neira menghela nafas pelan dan menyusul langkah Fathan. Dia melambaikan tangan pada ketiga temannya yang terlihat khawatir.

Setelah berada di dalam mobil, Neira langsung memakai sabuk pengaman. Seperti tadi pagi, mereka tak bicara apa-apa dan hanya diam saja. Hingga akhirnya, mobil Fathan masuk ke dalam halaman rumah.

Neira masih di dalam mobil, dan alisnya berkerut heran melihat ada mobil asing di halaman. Dia langsung menengok ke arah Fathan, dan Neira bisa melihat Fathan yang menghembuskan nafas kasar. Fathan terlihat tidak senang saat melihat ada mobil asing itu di halaman rumahnya. Atau, rumah mereka?

"Mobil siapa itu?" Neira bertanya. Fathan hanya diam saja seraya memandangi mobil itu. Namun, reaksinya diperhatikan oleh Neira. Tangan Fathan memegang setir mobil dengan sangat kuat.

"Abaikan saja siapapun yang ada di dalam nanti," ucap Fathan. Setelah itu dia melepaskan sabuk pengaman dan segera keluar dari dalam mobil. Neira yang melihat sikap Fathan merasa aneh sekaligus penasaran. Dia pun segera menyusul Fathan turun dari mobil.

Saat sampai di depan pintu, Fathan terlihat enggan untuk masuk. Neira semakin bertanya-tanya, kira-kira siapa yang ada di dalam sana? Kenapa reaksi Fathan sampai segitunya?

Fathan meraih tangan Neira dan menggenggamnya dengan erat. Neira terperanjat kaget karena itu. Namun belum juga sempat protes, Fathan langsung membuka pintu dan menarik Neira masuk.

Ruang tamu sepi, tak ada orang. Namun Fathan maupun Neira mendengar suara dari arah dapur, seperti ada yang sedang memasak.

"Mas, kamu-" Kalimat Neira terpotong saat suara seseorang terdengar.

"Hai, Fathan. Baru pulang?" Seorang wanita muncul dengan senyuman manisnya. Neira memperhatikan wanita itu dari atas sampai bawah, dan Neira yakin dia tak mengenali wanita itu.

"Aku dan Nenek sedang masak untukmu," ucap wanita itu lagi. Neira langsung menatap Fathan, yang semakin erat menggenggam tangannya.

"Tak perlu repot-repot," ujar Fathan dingin. Saat wanita itu hendak bertanya lagi, Fathan langsung  melenggang pergi dari sana bersama dengan Neira. Mereka naik ke lantai atas, menuju kamar mereka yang bersebelahan.

"Mana kunci pintunya?" Fathan meminta kunci kamar Neira, dan Neira yang kebingungan langsung menyerahkannya. Tak disangka, Fathan ikut masuk ke dalam kamar Neira dan menutup pintu dengan lumayan kencang.

"Mas, kamu kenapa sih?" Neira akhirnya bertanya karena dia tak tahu apa-apa. Dia tak tahu siapa wanita tadi, dan dia tak tahu kenapa Fathan bersikap aneh.

Fathan melepaskan genggaman tangannya pada Neira dan langsung duduk di sofa. Kepalanya menunduk, dengan tangan menutupi wajah. Dia terlihat pusing dan frustrasi. Melihat itu, sebuah pemikiran langsung terlintas di benak Neira.

"Oh, oke. Sekarang aku paham, Mas." Tiba-tiba Neira bicara. Dia mendekati ranjang dan duduk di pinggirnya.

"Apa maksudmu?" tanya Fathan tak paham.

"Aku tidak mengenali wanita itu, dan bagiku dia orang asing. Tapi dia bisa masuk ke rumah ini. Siapa lagi kalau bukan Nenek yang mengajaknya?" Fathan menatap istrinya dengan mata memicing.

"Mas tahu sendiri kalau sejak awal Nenek membenciku. Jadi, sekarang aku tahu apa yang akan Nenek lakukan. Nenek akan mendekatkanmu dengan wanita itu, Mas," lanjut Neira. Fathan terdiam mendengar perkataan Neira barusan. Tak bicara, tak juga berusaha menyangkal. Karena ucapan Neira barusan memang masuk akal.

"Dia mantan pacarmu kan, Mas? Selamat. Mungkin suatu hari nanti kamu akan kembali padanya."

"Mantan sahabat. Dan itu tak akan pernah terjadi." Fathan langsung menimpali perkataan Neira dengan nada yang tegas dan tajam. Setelah itu dia berdiri dan berjalan mendekati pintu. Sebelum keluar dari sana, Fathan kembali berbicara.

"Cepat kemasi pakaianmu dan pindahkan ke kamarku." Fathan tak memberikan kesempatan bagi Neira untuk menolak dan pergi begitu saja. Meninggalkan Neira dengan perasaan kesal yang memenuhi hatinya.

***

Jam makan malam belum sampai pada waktunya, tapi berbagai jenis makanan sudah terhidang di atas meja makan. Semua itu disiapkan oleh Wina, dan juga wanita yang dia bawa, Maura.

"Selesai. Fathan pasti suka masakan kamu, Maura. Nenek tahu sejak dulu kalau ibumu pandai masak. Dan ternyata bakatnya itu menurun padamu," puji Wina. Maura tersenyum seraya menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

"Nenek bisa aja. Ini tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan hasil masakan ibuku," balas Maura dengan senyum malu-malu.

"Segini juga sudah bagus untuk wanita yang sibuk sepertimu." Wina terus memuji Maura, membuat wanita itu merasa senang dan bahagia.

Tak lama, Fathan pun muncul bersama Neira. Mereka berdua melihat ke arah meja makan, dan Neira cukup kaget melihat banyak jenis makanan. Dan Neira yakin, sebagian makanan itu pasti dibeli mendadak.

"Fathan, ayo duduk. Kita makan bersama," ucap Wina. Dia langsung menggeser kursi di antara dirinya dan Maura, dengan keinginan Fathan duduk di sana. Namun, Fathan memilih duduk di seberang mereka, berdampingan dengan Neira. Fathan bahkan sengaja terus menggenggam tangan Neira, walau istrinya tersebut terlihat sangat risih dan tak nyaman.

"Semua ini Maura yang masak. Lihatlah, tampilannya aja menggiurkan." Wina lagi-lagi memuji Maura. Dia melakukan itu dengan terang-terangan di hadapan Neira.

"Maura juga memasak ayam dan ikan. Bukan hanya sayur, tahu dan tempe saja," lanjut Wina dengan nada menyindir. Neira melirik ke arahnya, dan Wina langsung membuang muka dengan sombong.

"Fathan, coba ayam balado ini. Aku memasaknya mengikuti resep dari ibuku," ujar Maura. Dengan sigap dia hendak menuangkan ayam tersebut ke atas piring Fathan. Namun, Fathan mengangkat tangannya, menghentikan Maura.

"Aku tak suka ayam." Fathan berucap dengan dingin. Senyuman Maura langsung hilang saat mendengar itu.

"A-ah, begitu ya."

"Kalau begitu coba ikannya. Enak loh. Nenek udah coba tadi." Wina berusaha membantu Maura. Namun, Fathan menolaknya juga.

"Aku alergi ikan." Jawaban Fathan membuat Wina dan Maura terdiam seraya menatap masakan mereka di atas meja. Sementara Neira, berusaha menahan diri agar tidak tertawa sinis.

Itulah alasan kenapa selama ini dia tak pernah memasak ayam atau ikan. Karena Neira tahu kalau Fathan tak akan memakannya.

_______________________________________

Hai semuanya. Update ketiga untuk hari ini. Jangan lupa tinggalkan jejak🤗

Cold WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang